Kesultanan Ternate populer juga disebut kerajaan Gapi, berkembang sejak abad ke-13 hingga abad ke-17 I. Wilayah Pada periode awal, wilayah kesultanan Ternate hanya terdiri dari empat wilayah, - Soa-sio, terdiri dari 9 soa atau desa, yaitu Marsaoly, Tomaito, Tomagola, Tomaidi, Payahe, Jiko, Jawa, Tolongara dan Tabala. - Sangadji, terdiri dari 9 desa, yaitu Tomajiko, Malayu Konora, Limatahu, Kulaba, Malayu Cim, Toboleu, Tafamutu, Tafaga dan Takofi. - Heku, terdiri dari 12 desa, Labuha, Takome, Sula, Gam Cim, Tabanga, Siko, Toma afu, Dorari Isa, Mado, Togolobe, Faudu dan Tomajiko. - Cim, terdiri dari 12 desa, Tobona, Talangame, Mayau, Tafure, Maitara, Koloncucu, Wucu, Tamao, Doi, Ta’ake dan Tomahutu. Di kemudian hari, kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16 dan memperluas wilayahnya melingkupi Maluku, Sulawesi Selatan, Sumawesi Timur, Nusa Tenggara, Mindanao, dan pulau Marshal di Pasifik. II. Struktur Pemerintahan • Pemerintahan pusat: o Sultan: pemimpin k...
Kesultanan Ternate populer juga disebut kerajaan Gapi, berkembang sejak abad ke-13 hingga abad ke-17 I. Wilayah Pada periode awal, wilayah kesultanan Ternate hanya terdiri dari empat wilayah, - Soa-sio, terdiri dari 9 soa atau desa, yaitu Marsaoly, Tomaito, Tomagola, Tomaidi, Payahe, Jiko, Jawa, Tolongara dan Tabala. - Sangadji, terdiri dari 9 desa, yaitu Tomajiko, Malayu Konora, Limatahu, Kulaba, Malayu Cim, Toboleu, Tafamutu, Tafaga dan Takofi. - Heku, terdiri dari 12 desa, Labuha, Takome, Sula, Gam Cim, Tabanga, Siko, Toma afu, Dorari Isa, Mado, Togolobe, Faudu dan Tomajiko. - Cim, terdiri dari 12 desa, Tobona, Talangame, Mayau, Tafure, Maitara, Koloncucu, Wucu, Tamao, Doi, Ta’ake dan Tomahutu. Di kemudian hari, kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16 dan memperluas wilayahnya melingkupi Maluku, Sulawesi Selatan, Sumawesi Timur, Nusa Tenggara, Mindanao, dan pulau Marshal di Pasifik. II. Struktur Pemerintahan • Pemerintahan pusat: o Sultan: pemimpin k...
Setiap tahun sejak ratusan tahun silam, Festival Jailolo digelar di Halmahera Barat. Sebuah pesta rakyat, ritual adat, sekaligus apresiasi seni membahana dalam denyut nadi ekonomi masyarakatnya yang terus menggeliat. Diantara kemeriahan pesta yang menyeruak, masyarakat Jailolo senantiasa ingin berdampingan bersama alam dan bersyukur kepada Tuhan atas hasil bumi yang melimpah dari bawah laut dan apa yang ditumbuhkan dari tanah dipijak. Bukti kebersahabatan masyarakat Jailolo dengan alam adalah mereka memiliki adat sigofi ngolo, yaitu ritual membersihkan laut dari kotoran tetapi bukan hanya dari sampah duniawi melainkan juga kekotornya batiniah dan niat manusia. Lewat prosesi adat ini, masyarakat adat Teluk Jailolo ingin menunjukan bahwa alam memiliki hak untuk dijaga dan niat hati manusia perlu dibersihkan apabila ingin berpenghidupan di atasnya. Ketika tanggal telah ditentukan dan pagi hari membumbungkan Matahari di birunya langit yang cerah maka ritual...
Pendahuluan Mata pencaharian utama mayoritas penduduk Aceh adalah di sektor pertanian. Pada akhir Pelita keempat, penduduk Aceh yang bekerja di sektor pertanian yang meliputi pertanian tanaman, perikanan, perkebunan, peternakan dan kehutanan tercatat telah mencapai 993.318 orang atau 71,68 prosen dari jumlah angkatan kerja sebanyak 1.385.668 orang. Tingginya prosentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian menunjukkan bahwa peluang kerja di sektor lain belum cukup berkembang. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki lahan sawah seluas 258.266 hektar dan lahan kering yang dapat digunakan untuk kegiatan pertanian 386.742 hektar. Lahan tersebut tersebar di semua Daerah Tingkat II (Dati II). Sementara yang berusaha di perkebunan, ada pada perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Sebagian besar areal perkebunan yang ada merupakan perkebunan rakyat yang mencapai 72 persen (akhir Pelita keempat). Usaha perkebunan rakyat yang dikelola oleh petani perorangan dan badan hukum at...
Basunat merupakan tradisi masyarakat Kesultanan Ternate dalam melakukan sunat kepada anak lelaki. Tradisi Basunat semakin langka dan terancam punah. Tradisi basunat yang menggunakan peralatan tradisional kini semakin tergeser dengan tata cara sunat yang modern.
Orom Sasadu merupakan ritual mensyukuri hasil panen yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Jailolo. Orom Sasadu sendiri terdiri dari dua kata yaitu Orom dan Sasadu. Orom berarti makan dan Sasadu berarti rumah adat. Zaman dahulu ketika panen berlimpah, masyarakat Jailolo akan mengadakan pesta makan adat untuk merayakannya. Dulu Orom Sasadu dilakukan selama 9 hari 9 malam atau 7 hari 7 malam. Namun seiring berjalannya waktu, kini Orom Sasadu diadakan hanya 3 hari 3 malam atau bahkan kini hanya dilakukan selama satu malam. Keunikan dari ritual adat Orom Sasadu yaitu selama perayaan berlangsung peserta upacara tidak pernah tidur dan tidak pernah mengantuk, makan secara terus menerus sambil bernyanyi dan menari, namun anehnya tidak pernah merasa kenyang dan m Dalam setahun biasanya ritual ini digelar sebanyak dua kali. Sajian khas yang ada dalam ritual Orom Sasadu adalah nasi kembar. Nasi kembar memiliki tampilan yang mirip dengan lontong. Dimasak dengan cara...
Masyarakat Kampung Kalaodi, Kota Tidore, Maluku Utara, memiliki ritual ucap syukur nikmat alam dari Sang Kuasa usai panen. Tradisi ini disebut Paca Goya atau pesta pasca panen, mirip dengan Hari Raya Nyepi di Bali, semacam istirahat dari beragam aktivitas. Selama tiga hari masyarakat berhenti beraktivitas baik ke kebun atau pekerjaan lain. Mereka juga membersihkan tempat-tempat yang dianggap keramat seperti bukit dan gunung. Paca Goya jika ditarik ke pemahaman kekinian serupa upacara menjaga alam. Tradisi ini, diyakini memiliki kekuatan mistik berhubungan dengan alam, ritual masyarakat yang melalui para pemangku adat. Paca dalam bahasa Tidore bermakna ‘menyapu atau membersihkan’. Goya dari kata Goi berarti ‘sesekali berkunjunglah ke sana’. Atau bermakna tempat keramat dan sekali-kali harus dikunjungi. Upacara ini dipimpin sowohi atau pimpinan adat. Di Kalaodi, ada pemerintahan di bawah negara, ada pemangku adat yang dip...
Dalam menjaga alam, warga memiliki tradisi tak merusak dan tak mengambil berlebihan. Bagi mereka tabu merusak atau menebang pohon sembarangan. Bagi pelanggar, akan kena bobeto . Bobeto ini sumpah adat, sudah berjalan turun menurun. Sumpah diucapkan bobato adat atau pemimpin adat ( sowohi ). Bobeto semacam fatwa atau perjanjian oleh lembaga adat di Kalaodi. Warga menaati, sebagai hukum yang tak melanggar. Bunyi bobeto dalam bahasa Tidore, yakni nage dahe so jira alam, ge domaha alam yang golaha so jira se ngon . Artinya, siapa merusak alam, nanti dirusak alam. Bobeto dipegang kuat masyarakat Kalaodi. Dalam tradisi setempat, ada kepercayaan tak bisa menebang atau merusak pohon-pohon tertentu, karena diyakini bisa kena dampak buruk, seperti sakit. Ada juga lembah dan bukit tak bisa dirusak karena diyakini ada penjaga. “Para tokoh adat kami sebenarnya mempertahankan ini semata-mata menginginkan alam terawat dan terjaga,” ucap Samsudin. Di huta...
Sicoho atau Kawin Tangkap merupakan salah satu bentuk pernikahan adat Maluku. Bentuk perkawinan ini sebenarnya hampir sama dengan Wosa Suba hanya saja kawin tangkap bisa saja terjadi di luar rumah, misalnya di tempat gelap dan sepi, berduaan serta berbuat diluar batas norma susila. Dalam kasus seperti ini, keluarga pihak gadis menurut adat tidak dibenarkan melakukan tindak kekerasan atau penganiyaan terhadap si pemuda walaupun dalam keadaan tertangkap basah. Maka untuk menjaga nama baik anak gadis dan keluarganya terpaksalah mereka dikawinkan juga menurut hukum adat secara islam yang berlaku pada masyarakat Ternate. Perkawinan bentuk ini dianggap sah menurut adat apabila si pemuda atau pihak keluarga laki-laki terlebih dahulu meminta maaf atas perbuatan anaknya terhadap keluarga si gadis dan membayar denda (Bobango) kepada keluarga si gadis. Bentuk perkawinan ini masih sering ditemui di Ternate.