Masjid Al-Jihad terletak di persimpangan Jalan Gusti Johan Idrus (Jalan Sumatera) dan Jalan Sultan Syarif Abdurrachman. Secara administratif masuk ke dalam kelurahan Parit Tokaya kecamatan Pontianak Selatan, Kalimantan Barat. Nama “Al-Jihad” sebagai nama masjid ini diidentikkan dengan perjuangan di jalan Allah. Manifestasi semua aktivitas dari berawalnya keberadaan masjid ini salah satuya. Sebagai bagian dari perjuangan, untuk mendapat ridha-Nya. Dan tentuya juga segala perjuangan atau kegiatan berkelanjutan yang ada di lingkungan masjid, Seiring dengan perjalanan waktu. Perkembangan pembangunan kota, pemukiman di sekitarnya dan sebagai upaya untuk menampung jumlah jemaah yang terus bertambah. Masjid ini telah mengalami beberapa kali renovasi. 23 tahun kemudian, bangunan masjid direnovasi secara menyeluruh. Tepatnya pada tanggal 9-21 November 1987 bangunan lama dibongkar. Dan mulai dibangun dengan pemancangan tiang pertama. Pelaksanaan pe...
Taipekong ini merupakan penggabungan dari tiga taipekong, yaitu taipekong di Teng Seng Hie, di Parit Pekong (Parit Besar) dan Kapuas Indah di posisi sekarang, penggabungan ini terjadi tahun 1906. Dari ketiga taipekong ini yang tertua adalah taipekong di Teng Seng Hie tahun 1689 M, semasa dengan Dinasti Manchun (Ching). Taipekong ini dahulunya menghadap ke arah Sungai Kapuas, bersebrangan dengan Masjid Jami Sultan Abdurrachman. Sisa dari taipekong ini adalah tempat gaharu atau pembakaran dupa (1673 M) yang melambangkan Dewa Langit. Pembakaran dupa tersebut saat ini terdapat di bagian depan taipekong. Sesuatu yang unik dari taipekong ini adalah adanya penggabungan dua agama atau keyakinan, yaitu Konghucu dan Budha. Awalnya bangunan taipekong ini terbuat dari kayu, namun akibat pelapukan maka hanya tiang-tiang bangunan saja yang masih dipertahankan hingga sekarang. Lantai bangunan diganti dengan keramik dan atap diganti dengan menggunakan genteng metal. Tiang-tiang bangunan ya...
Terletak di kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatra Selatan, Indonesia. Situs ini merupakan sebuah tinggalan budaya dari masa Hindhu-Budha di Indonesia. Candi tersebut terletak di perkebunan karet milik masyarakat yang saat ini masih produktif di Sumatera Selatan. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Puslitarkenas, Balai Arkeologi Palembangserta Suaka Peninggalan Purbakala Jambi mengindikasikan bahwa candi dimaksud mempunyai latar belakang agama Hindhu. Kondisi Candi Lesung Batu saat ini masih berupa gundukan tanah yang dibagian permukaannya terdapat sebaran bata kuno. Artefak yang pernah ditemukan di candi ini antara lain berupa Yoni, pecahan keramik asing, struktur bata yang saat ini kondisinya sudah sangat rapuh. Perelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa di sekitar candi tersebut juga ditemukan struktur bata yang kemungkinan merupakan pagar pembatas. Guna pelestariannya, saat sekarang candi dimaksud telah diberi seorang juru...
Candi Selagriya merupakan sebuah bangunan peninggalan kerajaan bercorak agama Hindu. Candi tersebut diperkirakan dibangun pada masa kerajaan Mataram Kuno pada abad ke-9 masehi. Candi ini berlokasi di kaki Gunung Sumbing, menghadap ke Timur, dan lokasinya cukup terisolir dan jauh dari pemukiman warga. Berdasarkan fakta tersebut, ada dugaan bahwa candi ini dibangun sebagai tempat pemujaan para pendeta Hindu yang pada saat itu memilih untuk tinggal di tempat terpencil. Dilihat dari letaknya yang berada di kaki bukit dan dekat dengan sumber mata air dan sungai, Candi Selagriya dianggap sebagai representasi nilai-nilai yang berkembang dalam agama Hindu. Dalam ajaran Hindu, berkembang keyakinan bahwa para dewa bersemayam di tempat-tempat yang tinggi. Sementara air adalah lambang kesuburan dan kesucian. Berdasarkan alasan tersebut, setiap pemugaran yang dilakukan untuk membenahi bangunan candi selalu berusaha untuk tidak merubah letak candi. Sebab, jika candi dipindahkan ke lokasi lain, m...
Rumah Bubungan Tinggi atau Rumah Ba-Bubungan Tinggi adalah salah satu jenis rumah Baanjung yaitu rumah tradisional suku Banjar di Kalimantan Selatan dan bisa dibilang merupakan ikonnya Rumah Banjar karena jenis rumah inilah yang paling terkenal karena menjadi maskot rumah adat khas provinsi Kalimantan Selatan . Di dalam kompleks keraton Banjar dahulu kala bangunan rumah Bubungan Tinggi merupakan pusat atau sentral dari keraton yang menjadi istana kediaman raja (bahasa Jawa: kedhaton) yang disebut Dalam Sirap (bahasa Jawa: ndalem) yang dahulu tepat di depan rumah tersebut dibangun sebuah Balai Seba pada tahaun 1780 pada masa pemerintahan Panembahan Batuah . sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Bubungan_Tinggi
Dengo-dengo merupakan sebuah bangunan yang menjulang setinggi hampir 15 meter, terbuat dari batang bambu sebagai tiang penyangga, menggunakan lantai papan ukuran 3 x 3 meter persegi, dan beratap daun sagu. Bangunan ini didirikan dengan cara gotong royong oleh warga menjelang 1 Ramadan. Hampir setiap rukun tetangga (RT) memiliki sebuah dengo-dengo ini. Pada saat menjelang waktu Sahur, para penjaga dengo-dengo itu menabuh gong dan gendang serta rebana sehingga warga akan terbangun dari tidurnya untuk melaksanakan Sahur. Pada petang hari, dengo-dengo berfungsi sebagai tempat beristirahat menanti waktu berbuka puasa. Itu sebabnya, dengo-dengo ini selalu ramai dengan kunjungan warga. Namun, bangunan ini akan dibongkar seusai ramadhan. Dengo-dengo sudah hadir di Bungku sejak awal masuknya Islam sekitar abad ke-17 untuk menyerukan kepada warga agar bangun saat sahur dini hari. Pembangunan dengo-dengo yang dalam bahasa Indonesia berarti tempat beristirahat ini diperkirakan menelan biaya...
Geria adalah rumah tempat tinggal untuk kasta Brahmana yang biasanya menempati zoning utama dari tata zoning suatu pola lingkungan. Sesuai dengan peranan brahmana selaku pengembangan bidang spiritual, maka bentuk dan ruang geria sebagai rumah tempat tinggal disesuaikan dengan keperluan-keperluan aktifitasnya. Sumber: Buku Bangunan Tradisional Bali dan Fungsinya
Rumah tempat tinggal untuk kasta ksatria yang memegang Pemerintahan disebut Puri yang umumnya menempati zoning ”kaja kangin” di sudut perempatan agung di pusat desa. Penghuni Puri berperanan sebagai pelaksana pemerintahan serta Puri itu sendiri sebagai pusat pemerintahan. Untuk itu Puri dibangun sesuai dengan keperluan ruang, pola serta suasana ruang yang dapat menunjang kewibawaan pemerintah. Pada umumnya Puri dibangun dengan tata zoning yang berpola ”Sanga Mandala” semacam papan catur berpetak sembilan. Bangunan-bangunan puri sebagian besar mengambil type utama. Antara zone satu dengan lainnya dari petak ke petak dihubungkan dengan pintu ”Kori”. Fungsi masing-masing zoning antara lain: Ancak saji, halaman pertama untuk mempersiapkan diri masuk ke Puri, di bagian kelod kauh (barat daya) Semanggen bangunan di zoning kelod (selatan) untuk areal upacara ”Pitra Yadnya”/kematian. Rangki bangunan di zoning kauh (barat) u...
Rumah tempat tinggal untuk kasta ksatria yang tidak memegang Pemerintahan secara langsung. Pola ruang dan tata zoning, juga bangunan-bangunannya lebih sederhana dari puri. Sesuai fungsi nya pola ruang jero dirancang dengan triangga. Pemerajan sebagai peryangan, jeroan sebagai area rumah tempat tinggal dan jabaan sebagai arena pelayanan umum. Dilihat dari status sosial penghuni, sebagai akibat dari kasta serta peranannya di masyarakat Geria, Puri dan Jero umumnya merupakan rumah tempat tinggal utama. Identitas kasta dan peranannya cendrung diperlihatkan lewat bangunan tempat tinggalnya. Sumber: Bangunan Tradisional Bali Serta Fungsinya – Ida Bagus Oka Windhu