Bentuk alat musik ini sama dengan busur panah. Cara memainkannya ialah, salah satu bagian ujung busur ditempelkan di antara bibir atas dan bibir bawah, dan kemudian udara dikeluarkan dari kerongkongan, sementara tali busur dipetik dengan jari. Merupakan kebiasaaan masyarakat dawan di pedesaan apabila pergi berook tanam atau mengembala hewan mereka selalu membawa alat-alat musik seperti Leku, Heo, Knobe Kbetas, Knobe Oh, dan Feku. Sambil mengawasi kebun atau mengawasi hewan-hewan, maka musik digunakan untuk melepas kesepian. Selain digunakan untuk hiburan pribadi, alat musik ini digunakan juga untuk upacara adat seperti, Napoitan Li'ana (anak umur 40), yaitu bayi yang baru dilahirkan tidak diperkenankan untuk keluar rumah sebelum 40 hari. Untuk menyonsong bayi tersebut keluar rumah setelah berumur 40 hari, maka diadakan pesta adat (Napoitan Li'ana)
Nama alat musik yang terbuat dari kulit bambu dengan ukuran panjang lebih kurang 12,5 cm. ditengah-tengahnya sebagian dikerat menjadi belahan bambu yang memanjang (semacam lidah) sedemikian halusnya, sehingga dapat berfungsi sebagai vibrator (penggetar). Apabila pangkal ujungnya ditarik dengan untaian tali yang terkait erat pada pangkal ujung tersebut maka timbul bunyi melalui proses rongga mulut yang berfungsi sebagai resonator.
Alat bunyi-bunyian ini terbuat dari seruas bambu kecil sekecil pensil yang panjangnya kira-kira 15 cm. Buku ruas bagian bawah dibiarkan tertutup, tetapi bagian atasnya dipotong untuk tempat meniup. Buku ruas bagian bawah dibelah untuk menyaluirkan udara tiupan mulut dari tabung bambu bagian atas, sekaligus bagian belahan bambu itu untuk melilit daun pandan sehingga menyerupai orong terompet yang berfungsi memperbesar suaranya.
Perkembangan Musik Foy Doa, Awal mulanya musik Foy Doa dimainkan seara sendiri, dan baru sekitar 1958 musisi di daerah setempat mulai memadukan dengan alat-alat musik lainya seperti : Sowito, Thobo, Foy Pai, Laba Dera, dan Laba Toka. Fungsi dari alat-alat musik tersebut di atas adalah sebagai pengiring musik Foy Doa. Alat musik petik ini terbuat dari labu hutan (wadah resonansi), kayu (bagian untuk merentangkn dawai), dan usus kuskus sebagai dawainya. Jumlah dawai sama dengan Heo yaitu 4, serta nama dawainya pun seperti yang ada pada Heo. Fungsi Leko dalam masyarakat Dawan untuk hiburan pribadi dan juga untuk pesta adat. Alat musik ini selalu berpasangan dengan heo dalam suatu pertunjukan, sehingga dimana ada heo, disitu ada Leko. Dalam penggabungan ini Lelo berperan sebagai pembei harmoni, sedangkan Heo berperan sebagi pembawa melodi atau kadang-kadang sebagai pengisi (Filter) Nyanyian-nyayian pada masyarakat Dawan umumnya berupa improvisasi dengan menuturkan tentang...
Merupakan seruas bambu yang dicungkil kulitnya berukuran 2 cm yang kemudian diganjal dengan batangan kayu kecil. Cungkilan kulit bambu ini berfungsi sebagai dawai. Cara memainkan dipukul dengan sebatang kayu sebesar jari tangan yang panjangnya kurang dari 30 cm. Sertiap ruas bambu menghasilkn satu nada. Untuk keperluan penggiringan, alat musik ini dibuat beberapa buah sesuai kebutuhan.
Alat musik petik/pukul dari bambu ini berasal dari Manggarai. Seruas bambu betung yang 1,5 tahun yang panjangnya kira-kira 40 m. Kedua ujung bambu dibiarkan, namun salah satunya dilubangi Cara pembuatannya, di tengah bambu dilubangi persegi empat dengan ukuran 5 x 4 m. Disamping kiri kanan lubang masing-masing dicungkil satu kulit bambu yang kemudian diganjal dengan batangan kayu hingga berfungsi sebagai dawai. Cara memainkan alat musik ini adalah dengan dipetik atau dipukul-pukul dengan kayu kecil. Adapun Cara Memainkan Alat Musik Petik Tradisional MENDUT Ini Adalah Dengan Cara Dipetik Atau Dapat Juga Dengan Dipukul-Pukul Menggunakan Sepotong Kayu Yang Berukuran Kecil..
1. Asal Usul Musik Ketadu Mara Menurut pengakuan masyarakat pemilik alat musik yang bernama Ketadu Mara bahwa, dahulu kala instrument ini cukup populer dikalangan generasi muda ketika itu, kususnya di Seba dan Mesara. Namun dalam perjalan waktu alat musik ini sudah jarang terlihat. Menurut ceritera yang diwarisi secara turun temurun pada masyarakat Sabu, menyebutkan bahwa musik Ketadu Mara merupakan suatu alat musik yang dibawa oleh orang pertama yang mendatangi pulau tersebut, yakni orang India yang pada waktu itu mereka datang menggunakan perahu. Ceritera kedatangan orang India untuk membuat hubungan persaudaraan, dan kisah selanjutnya terjadilah hubungan jalinan cinta kasih dengan wanita setempat. Untuk membuat bukti bahwa mereka telah sampai pada tempatyang namanya Sabu, maka dibuatlah alat musik dengan menyerupai perahu sebagai mana alat transportasi yang mereka gunakan. Sehubungan dengan alat musik Ketadu...
Alat musik ini terbuat dari kenarai. Biasanya digunakan pada pesta tari-tarian adat.
Arumba adalah ensemble musik dari berbagai alat musik yang terbuat dari bambu. Arumba lahir sekitar tahun 1960-an di Jawa Barat Indonesia, saat ini menjadi alat musik khas Jawa Barat. Sejarah: Konon pada tahun 1964, Yoes Roesadi dan kawan-kawan membentuk grup musik yang secara khusus menambahkan angklung pada jajaran ensemble-nya. Ketika sedang naik truk untuk pentas ke Jakarta, mereka mendapat ide untuk menamai diri sebagai grup Arumba (Alunan Rumpun Bambu). Kemudian sekitar tahun 1968, Muhamad Burhan di Cirebon membentuk grup musik yang bertekad untuk sepenuhnya memainkan alat musik bambu. Mereka memakai alat musik lama (angklung, calung), dan juga berinovasi membuat alat musik baru (gambang, bass lodong). Ensemble ini kemudian mereka beri nama Arumba (Alunan Rumpun Bambu). Sekitar tahun 1969, Grup Musik Arumba juga mengubah nama menjadi Arumba, sehingga timbul sedikit perselisihan istilah arumba tersebut. Dengan berjalannya waktu, istilah arumba akhirnya melek...