Orang Jawa memiliki prinsip hidup yaitu prasaja yang berarti hidup yang sederhana, jujur, terus terang, dan apa adanya. Prinsipnya adalah kehidupan harus dijalani secara pas atau dapat berarti bahwa tidak berlebihan maupun berkekurangan. Hidup prasaja ini dilihat dari perilaku, sikap, dan cara bertutur kata. Kuliner juga termasuk dalam prinsip tersebut, salah satunya yaitu kuliner cabuk rambak yang dapat ditemui di Kota Solo. Cabuk rambak ini menggunakan bahan-bahan dan penyajian yang begitu sederhana sesuai dengan konsep hidup prasaja tersebut.
Cabuk rambak adalah salah satu makanan tradisional khas Solo. Cabuk rambak terdiri dari kata cabuk dan rambak. Cabuk adalah saus yang dibuat dari wijen putih dan parutan kelapa yang disangrai sampai kering sehingga menghasilkan cita rasa yang tidak terlalu pedas dan sedikit gurih. Bumbu kering ini dapat bertahan lama dan ketika akan dihidangkan hanya perlu ditambahkan air sampai kental. Rambak adalah kerupuk kulit kerbau atau sapi.
Dahulu makanan ini sebenarnya disajikan dengan rambak. Harga rambak yang sekarang semakin mahal akhirnya digantikan dengan karak. Cabuk rambak biasanya disajikan dengan ketupat yang diiris tipis dan disiram dengan saus wijen ditambah potongan karak. Karak merupakan kerupuk yang bahan utamanya adalah nasi. Uniknya cabuk rambak ini tidak disajikan menggunakan piring namun dengan daun pisang yang di pincuk. Cara memakannya pun juga unik tidak menggunakan sendok atau tangan akan tetapi dengan menggunakan potongan lidi yang ditusukkan ke irisan ketupat satu per satu.
Cita rasa dari cabuk rambak tergolong gurih karena komposisi dari saus wijen, kelapa parut yang disangrai, dan bumbu-bumbu lainnya. Porsi penyajiannya tidak begitu banyak sehingga tergolong sebagai jajanan atau selingan dan harganya pun tergolong murah. Walaupun terlihat sederhana, namun makanan ini membutuhkan keterampilan dan kesabaran dalam proses pembuatannya. Ketupat yang diiris dilakukan dengan hati-hati agar tidak rusak dan bentuknya hampir sama. Pincuk pisang juga harus dibuat dengan teknik yang benar agar daun pisang tidak pecah dan lidi yang ditusukkan tidak patah. Kesabaran juga diperlukan saat membuat ketupat karena proses memasaknya cukup lama yang dimaksudkan agar kualitas ketupat bisa pas.
Cabuk rambak ini cukup sulit ditemukan dan tergolong langka karena tidak banyak yang menjajakannya. Penjual cabuk rambak biasanya sekaligus merupakan penjual nasi liwet yaitu ibu-ibu paruh baya atau mereka yang sudah lanjut usia. Biasanya mereka berjualan berpindah-pindah dengan cara menggendong dagangannya. Bisa juga ditemukan di pasar tradisional Solo atau menetap di pinggir jalan. Ketika acara sekaten banyak pedagang cabuk rambak yang menjual dagangannya di Masjid Agung Keraton Solo. Cara menikmati cabuk rambak ini sangat sederhana, biasanya dengan lesehan di tikar yang digelar.
Bahan dan cara membuat cabuk rambak khas Solo (dikutip dari Kompas.com). Adapun bahan yang diperlukan yaitu : 1/2 kg wijen putih, 2-3 sdm minyak goreng, 5 lembar daun jeruk purut yang diiris tipis, 4 butir kelapa yang diparut lalu disangrai dan dihaluskan, serta 100 ml air. Bumbu yang digunakan yaitu : 7 buah kemiri, 7 siung bawang putih, 1 sdm gula pasir, 3 cm kencur, garam secukupnya, dan cabe rawit secukupnya (opsional). Pelengkapnya adalah ketupat yang sudah dipotong dan karak. Cara membuatnya yaitu : 1) Wijen digoreng dengan sedikit minyak sampai harum dan mengeluarkan minyak lalu dihaluskan. 2) Wijen diuleni sampai halus kemudian tambahkan daun jeruk dan bumbu, setelah itu masukkan air dan aduk sampai rata. 3) Iris ketupat dan tata di dalam wadah lalu tuangkan sambal wijen yang sudah dibuat serta tambahkan karak sebagai pelengkap.
Pembeli cabuk rambak mayoritas adalah generasi tua atau orang dewasa. Anak-anak atau remaja jarang yang membelinya bahkan ada pula yang tidak mengetahui keberadaan kuliner tersebut. Sebagai penerus bangsa, kita hendaknya tetap melestarikan kebudayaan yang ada termasuk salah satunya kuliner tradisional. Kita dapat mencoba, membuat, bahkan mengenalkan kuliner yang ada. Tentunya dengan cara ini merupakan upaya untuk melestarikan kuliner tradisional agar budaya yang ada tetap lestari dan tidak hilang lenyap karena perkembangan zaman serta masuknya kebudayaan asing.
Referensi :
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...