|
|
|
|
Cabuk Rambak : Kuliner Khas Solo yang Tak Boleh Dilewatkan Tanggal 01 May 2023 oleh Haha_angel_21 . Revisi 6 oleh Haha_angel_21 pada 04 May 2023. |
Orang Jawa memiliki prinsip hidup yaitu prasaja yang berarti hidup yang sederhana, jujur, terus terang, dan apa adanya. Prinsipnya adalah kehidupan harus dijalani secara pas atau dapat berarti bahwa tidak berlebihan maupun berkekurangan. Hidup prasaja ini dilihat dari perilaku, sikap, dan cara bertutur kata. Kuliner juga termasuk dalam prinsip tersebut, salah satunya yaitu kuliner cabuk rambak yang dapat ditemui di Kota Solo. Cabuk rambak ini menggunakan bahan-bahan dan penyajian yang begitu sederhana sesuai dengan konsep hidup prasaja tersebut.
Cabuk rambak adalah salah satu makanan tradisional khas Solo. Cabuk rambak terdiri dari kata cabuk dan rambak. Cabuk adalah saus yang dibuat dari wijen putih dan parutan kelapa yang disangrai sampai kering sehingga menghasilkan cita rasa yang tidak terlalu pedas dan sedikit gurih. Bumbu kering ini dapat bertahan lama dan ketika akan dihidangkan hanya perlu ditambahkan air sampai kental. Rambak adalah kerupuk kulit kerbau atau sapi.
Dahulu makanan ini sebenarnya disajikan dengan rambak. Harga rambak yang sekarang semakin mahal akhirnya digantikan dengan karak. Cabuk rambak biasanya disajikan dengan ketupat yang diiris tipis dan disiram dengan saus wijen ditambah potongan karak. Karak merupakan kerupuk yang bahan utamanya adalah nasi. Uniknya cabuk rambak ini tidak disajikan menggunakan piring namun dengan daun pisang yang di pincuk. Cara memakannya pun juga unik tidak menggunakan sendok atau tangan akan tetapi dengan menggunakan potongan lidi yang ditusukkan ke irisan ketupat satu per satu.
Cita rasa dari cabuk rambak tergolong gurih karena komposisi dari saus wijen, kelapa parut yang disangrai, dan bumbu-bumbu lainnya. Porsi penyajiannya tidak begitu banyak sehingga tergolong sebagai jajanan atau selingan dan harganya pun tergolong murah. Walaupun terlihat sederhana, namun makanan ini membutuhkan keterampilan dan kesabaran dalam proses pembuatannya. Ketupat yang diiris dilakukan dengan hati-hati agar tidak rusak dan bentuknya hampir sama. Pincuk pisang juga harus dibuat dengan teknik yang benar agar daun pisang tidak pecah dan lidi yang ditusukkan tidak patah. Kesabaran juga diperlukan saat membuat ketupat karena proses memasaknya cukup lama yang dimaksudkan agar kualitas ketupat bisa pas.
Cabuk rambak ini cukup sulit ditemukan dan tergolong langka karena tidak banyak yang menjajakannya. Penjual cabuk rambak biasanya sekaligus merupakan penjual nasi liwet yaitu ibu-ibu paruh baya atau mereka yang sudah lanjut usia. Biasanya mereka berjualan berpindah-pindah dengan cara menggendong dagangannya. Bisa juga ditemukan di pasar tradisional Solo atau menetap di pinggir jalan. Ketika acara sekaten banyak pedagang cabuk rambak yang menjual dagangannya di Masjid Agung Keraton Solo. Cara menikmati cabuk rambak ini sangat sederhana, biasanya dengan lesehan di tikar yang digelar.
Bahan dan cara membuat cabuk rambak khas Solo (dikutip dari Kompas.com). Adapun bahan yang diperlukan yaitu : 1/2 kg wijen putih, 2-3 sdm minyak goreng, 5 lembar daun jeruk purut yang diiris tipis, 4 butir kelapa yang diparut lalu disangrai dan dihaluskan, serta 100 ml air. Bumbu yang digunakan yaitu : 7 buah kemiri, 7 siung bawang putih, 1 sdm gula pasir, 3 cm kencur, garam secukupnya, dan cabe rawit secukupnya (opsional). Pelengkapnya adalah ketupat yang sudah dipotong dan karak. Cara membuatnya yaitu : 1) Wijen digoreng dengan sedikit minyak sampai harum dan mengeluarkan minyak lalu dihaluskan. 2) Wijen diuleni sampai halus kemudian tambahkan daun jeruk dan bumbu, setelah itu masukkan air dan aduk sampai rata. 3) Iris ketupat dan tata di dalam wadah lalu tuangkan sambal wijen yang sudah dibuat serta tambahkan karak sebagai pelengkap.
Pembeli cabuk rambak mayoritas adalah generasi tua atau orang dewasa. Anak-anak atau remaja jarang yang membelinya bahkan ada pula yang tidak mengetahui keberadaan kuliner tersebut. Sebagai penerus bangsa, kita hendaknya tetap melestarikan kebudayaan yang ada termasuk salah satunya kuliner tradisional. Kita dapat mencoba, membuat, bahkan mengenalkan kuliner yang ada. Tentunya dengan cara ini merupakan upaya untuk melestarikan kuliner tradisional agar budaya yang ada tetap lestari dan tidak hilang lenyap karena perkembangan zaman serta masuknya kebudayaan asing.
Referensi :
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |