×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

naskah kuno

Elemen Budaya

Naskah Kuno dan Prasasti

Provinsi

Jawa Barat

Asal Daerah

Jawa Barat

Wanita Sunda

Tanggal 13 Nov 2018 oleh Deni Andrian.

Diraksukan kabaya
Nambihan cahayana
Dangdosan sederhana
Mojang priangan
 
Wanita Sunda dilukis dengan pastel (1907)
Koleksi Tropenmuseum, Belanda
Koninklijk Instituut voor de Taal-, Land-, en Volkenkunde (KITLV), lembaga pengkaji bahasa dan budaya dari Belanda, memiliki sejumlah dokumentasi berupa foto yang menggambarkan wanita Sunda. Dari foto tersebut tampak wanita Sunda berkulit agak kekuningan, hidungnya agak mancung, dan perawakannya cukup lenjang. Yang cukup membuat kita terkejut, adalah pakaian yang dikenakannya. Wanita tersebut dibalut kain samping batik, tetapi, balutan kain itu tidak menutup bagian dadanya (no bra).
 
Patut dicatat bahwa potret itu merupakan hasil jepretan juru potret kolonial, dan terjadi pada awal abad ke-20 atau masa kolonial juga. Bagaimana dengan potret wanita Sunda lalu berdasarkan kesaksian pribumi? Menyangkut pertanyaan tersebut, tulisan ini mencoba menampilkan potret wanita Sunda pada masa lalu berdasarkan kesaksian pribumi sebagaimana tampak dalam teks-teks Sunda Kuna.
 
 
Fisik dan Penampilan
Secara fisik, wanita Sunda dianggap cantik jika hidungnya menyerupai pala kurung (seperti labu), matanya bening seperti kaca dari Cina, bulu matanya lentik, ketiaknya berwarna kehijauan karena bersih tanpa bulu, dan badannya berbulu halus. Tengkuknya keras (bungkul) dan tegak sehingga kalau berjalan... tok-tok-tok, terlihat anggun. Bahunya rata dan seimbang ibarat timbangan jawa (taraju jawaeun), perutnya agak sintal berisi (kambuy beuteung), jemarinya lentik ‘taréros’, kulitnya kuning langsat, dan rambutnya tumbuh subur hitam seperti kain celupan (Carita Ratu Pakuan).
 
Untuk menutupi bagian tubuhnya, wanita Sunda pada masa lalu memakai kain yang ditenun sendiri oleh kaum wanita. Dalam téks Carita Radén Jayakeling (Kropak 407), Sakéan Adi Larangan dinaséhati agar ia senantiasa menutupi payudaranya dengan aben yang kiranya memiliki fungsi yang sama dengan bra “pinareup mangka abenan, mulah dimangka cugenang” (buah dada tutuplah dengan aben, jangan dibiarkan menyembul). Dalam cerita Sri Ajnyana kain aben tersebut bermotif gula manikem (yang berarti ‘gula permata’) yang menambah sari kecantikannya.
 
Kain bawahannya ada dua jenis, kain dalam dan kain luar. Bawahan bagian dalam diikat dengan bentén, yaitu ikat pinggang dari logam mulia (emas atau perak) yang disambung- sambung. Jika tidak menggunakan bentén, alternatif yang bisa dipilih adalah kain putih (lungsir putih). Adapun kain luarnya bercorak giringsing wayang yang jika tertiup angin kelembutan bahannya menyibakkan betis kuning yang tersembunyi di baliknya. Saat ini dapat kita ketahui, bahwa membuat kain bermotif giringsing wayang (bali: gringsing wayang) cukup sulit, dapat menghabiskan waktu 2-5 tahun. Sebagai pelengkap, bagian bahu terjuntai selendang sutra Cina sebagai jaminan mutu.
 
Sejak jaman baheula, rambut adalah mahkota wanita. Tidak boleh sehelaipun dibiarkan tergerai ‘mulah dimangka ngarunday’ (Carita Radén Jayakeling). Rambutnya yang hitam terawat karena sering keramas senantiasa memakai sanggul model sri téja purana windu, model sanggul leluhurnya (Séwaka Darma). Diatas mahkota alami itu dihiasi lagi oleh mahkota buatan, yaitu siger yang melingkar di kepala dan tapok gelung sebagai penutup sanggul yang menambah aura raut wajah yang bercahaya (Ratu Pakuan).
 
Pameunteung beuheung melingkar di lehernya. Lengan kanan bagian atas dihiasi oleh kilatbahu yang berkilauan, sementara pada pergelangan tangan kiri melingkar gelang kancana (Ratu Pakuan). Subang kecil yang menempel di telinga berkilauan seperti bintang yang mengambang di angkasa (Séwaka Darma).
 
Prilaku
Pesona kecantikan wanita Sunda pada masa lalu juga nampak dari prilakunya. Ketika menunduk tampak bagai dewata yang sedang berkaca di air telaga, sedangkan ketika menengadah tampak seperti orang yang sedang membentangkan panah atau bahkan seperti orang yang memohon belas kasihan déwata karena perbuatan dosanya (Ratu Pakuan).
 
Agar dicintai dan disayangi oleh suami ‘kacigeuy tuang caroge’, dua keterampilan wajib dimiliki wanita, yaitu menenun dan memasak. Di depan rumah para wanita menenun kain untuk dipakai keluarganya. Bahkan wanita dianggap motékar apabila mampu menenun dan menganji pada waktu gelap malam. Motif yang biasa ditenun adalah kembang kapuk dan kembang gadung. Keterampilan memasak juga diutamakan. Memasak sayur, merebus lalapan, mengolah ikan dan ayam. Tidak semudah yang dikira, karena setiap ikan atau ayam diolah berdasarkan jenisnya. Ikan paray dikembang lopang sedang udang lezatnya dikembang dadap. Ikan lendi dipepes sedikit asam, sedang lele dicobek. Demikian juga memasak ayam. Ayam danten baiknya dibikin pecel ‘dipepecel’, sedang ayam bikang (betina) enak dipanggang (Sanghyang Swawarcinta). Itulah keutamaan kaum wanita.
 
Lain dengan sekarang, pada jaman dahulu wanita lah yang melamar pria. Taan Ajung Larang melamar Bujangga Manik dengan cara mengirim benda-benda bersiloka berkaitan dengan perasaan cinta yang hendak diutarakannya. Sirih diikat dengan benang, kemudian ditambah kapur karang dan susuh dari Kawarang dan Melayu, serta pinang tiwi yang berair. Semua ditata dalam baki dan ditutupi dengan saputangan. Tak cukup dengan semua itu, demi mendapatkan hati sang pujaan, berbagai wewangian, kain dan sabuk pilihan, serta senjata keris maléla dipersembahkan. Sirih-pinang adalah seupaheun pananya tineung, simbol pernyataan sekaligus pertanyaan cinta (Bujangga Manik).
 
Dalam teks-teks Sunda Kuna, peran laki-laki lebih menonjol dibanding wanita. Tokoh utama yang sering muncul dalam teks adalah lelaki. Sri Ajnyana, Bujangga Manik, Manabaya, Purnawijaya, Jayakeling, Manarah, semuanya laki-laki. Mungkin pengarang teks-teks Sunda Kuna didominasi kaum adam. Meski demikian, banyak pula figur-figur wanita dalam NSK, yang memiliki peran penting. Salah satunya Deuwi Sita. Walau menghadapi berbagai fitnah dan cobaan, ia tetap bertahan, bahkan mampu membesarkan kedua anaknya (Bujanggalawa dan Puspalawa). Single parent. Tanpa bantuan Ramadéwa, sang suami tercinta yang mengahanyutkannya ke sungai (Kisah Putera Rama dan Rawana).
 
Wanita yang telah menjadi ibu mendapat tempat istimewa pada masyarakat Sunda Kuna. Ambu adalah sosok yang selalu disebut diawal disusul ayah dan pangguruan. Seorang pertapa yang membakar dupa berharap asapnya yang membumbung ke angkasa dapat tercium oleh Sunan Ambu di Kahiangan (Swawarcinta). Manondari, ibu dari anak Rawana, pun mendapat tempat yang sangat layak di surga (Séwaka Darma).  
 
Seperti itulah potret wanita Sunda yang tercatat dalam teks-teks Sunda Kuna jauh sebelum kedatangan Belanda di Tatar Sunda dan Nusantara. Selamat membayangkan! Tetapi jangan sekali-kali membayangkan mereka tanpa bra seperti potret-potret jaman kolonial, ya!
 
Sumber: http://naskah-sunda.blogspot.com/2012/04/potret-wanita-dalam-naskah-sunda-kuna.html
#SBJ

 

DISKUSI


TERBARU


Ulos Jugia

Oleh Zendratoteam | 14 Dec 2024.
Ulos

ULOS JUGIA Ulos Jugia disebut juga sebagai " Ulos na so ra pipot " atau pinunsaan. Biasanya adalah ulos "Homitan" yang disimp...

Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...