Perahu Lesung masyarakat Asmat memiliki panjang sekitar 2,5–5 meter. Perahu ini dapat memuat penumpang berjumlah 5-6 orang. Perahu Lesung dibuat 5 tahun sekali dan saat peresmian perahu harus ada ritual yang dilakukan.
Masyarakat Asmat bermukin di daerah dataran rendah yang berawa dan berlumpur. Di daerah sepanjang pantai tertutup hutan rimba tropis yang di dominasi pohon mangrove dan hutan sagu. Kondisi daerah masyarakat Asmat yang berawa menuntut masyarakat Asmat mempunyai perahu sebagai alat transportasi.
Salah satu alat tersebut adalah perahu yang bagi masyarakat asmat disebut perahu Lesung. Fungsi lain dari keberadaan perahu Lesung adalah dalam ritual masyarakat Asmat pembuatan perahu lesung adalah salah satu cara untuk menyembah dan menyenangkan leluhur nenek moyang.
Ritual itu adalah Upacara perahu Lesung yang ada pada masyarakat Asmat. Hal lainnya upacara perahu Lesung adalah bagian dari menyambut pemimpin masyarakat Asmat yang pulang perang.
Dalam upacara perahu Lesung yaitu penyambutan panglima besar suku Asmat yaitu Bupati Kabupaten Asmat. Upacara penyambutan biasa dilakukan di tengah sungai.
Saat itu mereka mendapat kabar sang panglima sudah sampai di Kampung Ewer, tetangga kampung terdekat dengan Kampung Syuru. Mereka pun segera menaiki sampan untuk menyambutnya di tengah Sungai Aswet yang melintasi Kampung Ewer.
Suku Asmat memang terpisah menjadi tujuh distrik dengan jumlah populasi sekitar 80 ribu jiwa. Setiap distrik dipisahkan oleh rawa dan sungai.
Para masyarakat Asmat yang berada di Perahu Lesung yang menyusuri Sungai Aswet sambil berteriak ke semua penjuru desa dan membentuk formasi perahu Lesung yang masing-masing berbobot empat kuintal dengan panjang hingga dua meter.
Formasi perahu Lesung tersebut adalah bentuk tarian perang yang kini menjadi ritual penting dalam menyambut tamu. Masyarakat Asmat berdandan seperti prajurit yang siap melindungi keselamatan suku mereka.
Pada perahu Lesung tersebut terdapat ukiran-ukiran yang memiliki simbol manusia dan burung. Ukiran yang memiliki bentuk manusia melambangkan keluarga yang sudah meninggal.
Mereka percaya bahwa seseorang yang telah meninggal akan senang karena diperhatikan, dan kemanapun perahu dan penumpangnya pergi akan selalu dilindunginya.
Ukiran burung dan binatang terbang lainnya dianggap melambangkan orang yang gagah berani dalam pertempuran dan lambang burung juga digunakan sebagai lambang pengayauan, terutama burung atau binatang terbang yang berwarna gelap atau hitam.
Selain itu, ukiran kayu di perahu merupakan lambang kematian yang datang pada usia yang terlalu tua atau terlalu muda yang disebabkan oleh tindakan jahat, baik dari kekuatan magis atau tindakan kekerasan. Kepercayaan mereka mengharuskan pembalasan dendam untuk korban yang sudah meninggal.
Sumber :http://www.wacana.co/2010/06/fungsi-perahu-lesung-dalam-upacara-adat/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.