Upacara ini dilakukan ketika akan membuat rumah bagi mereka yang telah berkeluarga. Dalam membuat rumah mereka melakukan dengan cara bergotong-royong dan bentuk rumah yang mereka buattampak persegi empat dilihat dari depan sampai kebelakang. Rumah umumnya bertiang antara 16 sampai 20 buah ini tergantung dari besar tidaknya bangunan yang dibuat. Dari sekian banyaknya tiang yang ada di dalam kerangka rumah maka ada satu tiang yang dijadikan sebagai dasar atau tiang utama. Istilah local menyebut tiang guru. Tiang guru ini akan dapat diidentifikasi dengan melihat posisi kayu bakau dalam kerangka bangunan rumah tersebut. Tiang guru ini biasanya diletakan pada posisi nomer dua dilihat dari kiri pada jajaran tiang kedua dari depan. Dalam hal ini tiang guru merupakan kayu yang memiliki kualitas baik dan merupakan kayu pilihan sebagai penyangga utama dari bangunan rumah tersebut.
Dalam pemasangan tiang guru ini dilakukan oleh orang tertentu saja, yakni orang yang memiliki pendalaman spiritual dan juga mengetahui hal-hal gaib. Tentu saja orang yang memasang tiang guru senantiasa dipercaya untuk diminta bantuannya. Dalam peletakan tiang guru selalu diadakan suatu ritual adat yang khusus dan telah menjadi sebuah tradisi yang secara turun-temurun. Orang tertentu yang memasang tiang guru dalam kerangka rumah pada umumnya adalah para dukun atau sering pula disebut sandro. Para sandro memiliki peran-peran tersendiri dalam berbagai ritual-ritual adat yang terdapat di pulau Bungin. Pemasangan tiang guru merupakan salah satu dari peran sandro dalam kehidupan masyarakatnya. Fungsi tiang guru adalah sebagai penyangga rumah dan secara magis juga merupakan alat untuk menjaga rumah tersebut dari hal-hal negative. Masyarakat percaya dengan pemasangan tiang guru oleh sander dapat menentukan apakah umah tersebut memiliki keberuntungan atau malah kesialah, ini tergantung dari bahan baku tiang guru yang dipergunakan. Bila sembarangan mengunakan kayu bakau tanpa prosespilihan yang baik maka kayu tersebut mudah rapuh, maka masyarakat percaya bahwa membawa petaka terhadap penghuni rumah tersebut. Disamping itu para penghuni rumah juga akan sangat menderita atas gangguan penyakit yang tanpa diketahui asalnya, dalam kaitan yang lainnya juga bisa terjadi kecelakaan yang beruntun. Untuk menghindari keadaan yang tidak diinginkan seperti tersebut di atas maka pihak keluarga dan Sandro secara bersama-sama memilih dan menyeleksi bahan baku kayu bakau untuk dijadikan tiang guru.Keahlian para sandro diuji dalam hal ini yaitu diberi kepercayaan dalam memilih kayu mana yang akan digunakan sebagai tiang utama atau tiang guru.
Kemampuan sandro dalam memilih kayu bakau yang berkualitas baik itu didasarkan pada kemampuan spiritualnya. Dukun atau sandro mengetahu bahwa bila kayu yang tampak baik dipermukaan belum tentu baik di dalamnya bisa saja rapuh karena ada rayap kayu yang terdapat didalamnya. Sandro dapat mengetahui itu tanpa perlu membelah kayu tersebut sudah mengetahuibahwa kayu tersebut tidak bagus digunakan. Dengan begitu peran para sandro dibutuhkan oleh masyarakat dalam upacara adat maupun keagamaan. Tiang guru juga memiliki fungsi sentral dalam setiap upacara adat ataupun agama. Telah diketahui bahwa setiap upacara adat atau agama selalu dipusatkan di dalam rumah. fungsi rumah tidak hanya sebagai tempat istirahat atau ekonomi semata namun juga digunakan sebagai tempat untuk melangsungkan upacara adat atau agama. Seperti upacara atau ritual tiba pisah(buang pisang) dilaksanakan di dalam rumah. Seluruh anggota keluarga berkumpul di rumah mereka diupacarai dan beberapa ritual seperti saat mengenakan ingkak semangat / tali semangat yang berupa tali putih yang diikatkan pada pegelangan tangan kanan pada seluruh anggota keluarga yang hadir di rumah tersebut. Begitu juga pada saat pemberian dampi yang terbuat dari kapur dan sirih berwarna coklat dioleskan pada dahi, leher, pelipis kanan dan kiri. Selain itu upacara pemberian bantan bagi seluruh anggota keluarga. Keseluruhan prosesi ritual yang ada di rumah tersebut merupakan suatu symbol bahwa para leluhur orang Bajo telah turun dan hadir dalam upacara tersebut. Dalam setiap upacara di sebuah rumah pada masyarakat Bajo tidak akan lepas dari ritual memohon iji kepada tiang guru. Tiang guru ini sebagai symbol perantara dari roh leluhur orang Bajo. Seperti dijelaskan di atas bahwa upacara seperti tiba pisah juga dalam ritualnya juga memohon ijin kepada tiang guru sebagai perantara roh nenek moyang atau leluhur. Hal ini dipimpin oleh dukun atau sandro dalam menyelesaikan upacara tersebut. Melalui perantara tiang guru ini, sandro atau pun
sumber : https://culturalstudiesbali.files.wordpress.com/2017/07/ign-jayanti-i-made-sumerta-pulau-bungin.pdf
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja