Ritual
Ritual
Ritual Nusa Tenggara Timur Manggarai
Tradisi Leles
- 16 November 2018

Hari masih pagi sekitar pukul 09.00 Wita. Dalam perjalanan menuju Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur, VoxNtt.com mendengar kebisingan suara.

 

Hari itu, Senin, 21 Mei 2018. Di pinggir jalan, lebih dari 50-an warga berkumpul dan sedang mengetam padi. Mereka adalah warga Kampung Heso, Desa Golo Wune, Kecamatan Poco Ranaka.

Para petani itu bercengkrama sambil mengetam padi. Sesekali mengeluarkan suara canda dan sebagian yang lain ikut tertawa dalam nuansa kekeluargaan.

Vox NTT sempat berbincang-bincang dengan mereka. Leles atau dodo itulah alasan mereka bekerja bersama.

Budaya leles atau dodo, adalah sebuah model pekerjaan di Manggarai yang dilakukan secara bergantian dalam semangat gotong royong.

Dalam satu kelompok kerja, secara bergantian setiap anggota bekerja di kebun atau lahan sejenis lainnya.

Jika hari ini bekerja di kebun petani satu. Esok tanpa harus diberi upah dengan uang bekerja di kebun petani yang lain. Begitu seterusnya.

Akhir-akhir ini budaya leles atau dodo seakan sudah mulai hilang di berbagai tempat di Manggarai.

Para petani lebih banyak beralih kerja dengan cara menerima upah harian berupa uang tunai. Sudah jarang terdengar fisik dibalas fisik dalam semangat budaya gotong royong.

Namun, budaya leles atau dodo ini ternyata masih kental bagi masyarakat Kampung Heso.

Fernandes Awal, salah satu petani yang berbincang-bincang dengan VoxNtt.com mengatakan, tradisi leles adalah warisan nenek moyang mereka.

Sampai sekarang tradisi itu masih dirawat dengan baik oleh masyarakat setempat.

“Kami pakai terus ini tradisi leles pak. Karena sangat memudahkan pekerjaan. Pekerjaan sulit dan banyak jadi mudah jika dikerjakan secara gotong royong. Semuanya serba mudah,” tandas Nandes.

Menurut dia, ada banyak keuntungan dari tradisi leles bagi para petani.

Pertama, secara ekonomi sangat menguntungkan.

Meskipun banyak orang yang ikut bekerja, tetapi tidak mengeluarkan uang seperti model kerja upah harian.

Namun, kita hanya leko leles (balas kerja) sampai semuanya tuntas. Kerja dijadwalkan dengan baik.

Kedua, secara sosial tradisi leles ini mempererat tali persaudaraan dan kekeluargaan di antara para petani.

Ketiga, segi waktu. Pekerjaan cepat selesai. Dengan tradisi leles, pekerjaan petani menjadi mudah. Pekerjaan yang membutuhkan waktu seharian penuh, bisa selesai setengah hari.

“Itulah makanya kami di sini tetap pakai tradisi leles ini. Sangat membantu para petani,” tutur Nandes.

Terpantau VoxNtt.com, proses kerja di kebun itu sangat rapi dan teratur.

Ada yang mengurus minuman dan masakan. Ada yang mengetam padi. Ada yang mengangkut padi. Ada yang bekerja di mesin rontok padi.

Semuanya terlihat sangat kompak. Situasinya pun penuh kekeluargaan.

Tanpa sekat mereka bercengkerama di bawah pohon sambil meminun kopi pahit tradisi khas orang Manggarai di waktu istirahat.

Saat panen selesai, para petani pun berbondong-bondong mengangkut padi yang sudah dibersihkan ke rumah pemiliknya.

Step Tepek, tokoh adat Heso yang diwawancara wartawan di kediamannya menjelaskan sejarah cikal bakal tradisi leles.

Dahulu kala kata Stef, setiap petani memiliki kebun yang sangat luas. Tetapi, jumlah manusia masih sedikit.

Untuk bisa membersihkan dan membuka lahan baru, tentu tidak bisa kerja sendiri. Butuh kerja sama dengan petani lain.

Maka munculah tradisi leles atau dodo (kerja gotong royong). Atau orang di Kecamatan Lamba Leda menyebutnya ‘wenggol’.

“Dulu kami itu kompak sekali. Kerjanya pakai jadwal dan selalu berpasangan. Suami dan istri lengkap kerja di setiap kebun yang ikut dalam kelompok. Itu pakai jadwal. Misalnya, Minggu ini di kebun saya, minggu depan lagi orang lain. Begitu terus sampai tuntas. Semuanya terlaksana dengan baik,” kata Stef.

Dia sangat berharap, tradisi leles itu tidak tergerus zaman.

“Syukur, kita di sini masih sangat kental dengan tradisi itu. Muda-mudahan tidak hilang ditelan waktu. Harus terus dirawat dan dilestarikan. Tradisi itu perlu dijaga, karena itu peninggalan para pendahulu kita,” ujarnya. (voxntt.com).

 

sumber: http://www.komodolinenews.com/Tradisi-Leles-Masih-Kental-Bagi-Masyarakat-Heso-Poco-Ranaka

#SBJ

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline