Tradisi Budaya Aduk Jenang merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat Kota Batu, khususnya di Dusun Songgoriti, Kelurahan Songgokerto, dalam merayakan Tahun Baru Hijriyah. Kegiatan ini merupakan puncak dari tradisi Manghanyubagyo Sasi Suro Jenang Suro Bareng yang dilaksanakan di Candi Songgoriti. Pelataran Candi Songgoriti akan dihiasi dengan umbul-umbul berbagai warna, obor, dan hiasan dari janur. Segala keperluan kegiatan ini disiapkan oleh para pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna, masyarakat setempat, dan sesepuh desa.
Tradisi Aduk Jenang telah berlangsung sejak lama. Tradisi ini rutin dilaksanakan setiap tahun untuk memperingati malam Suro di Tahun Baru Hijriyah. Kini, tradisi ini dianggap sebagai uri-uri budaya leluhur yang berarti melestarikan budaya leluhur.
Jenang merupakan makanan tradisional olahan berbahan dasar beras, ketan, kelapa, dan kacang tanah. Jenang telah mengakar dalam kebudayaan Jawa bahkan sejak Zaman Hindu-Buddha. Makanan ini telah tercatat dalam Serat Lubdaka karya Mpu Tanakung yang hidup di era Kerajaan Kediri (sekitar abad ke-12). Makanan tersebut menjadi simbol doa, harapan, dan persatuan masyarakat Jawa.
Dalam perayaan tradisi ini, dihadiri masyarakat dari berbagai elemen. Pada dasarnya, kegiatan ini terbuka untuk siapa pun, termasuk turis. Para tamu yang hadir diwajibkan untuk mengenakan busana yang sopan serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Ritual dalam tradisi ini akan dipimpin oleh sesepuh masyarakat Songgoriti karena masih memegang teguh adat Jawa.
Pembuatan jenang memerlukan beras jawa seberat 17 kilogram, kelapa seberat 34 buah, dan kacang seberat 2 kilogram. Proses memasak jenang membutuhkan waktu sekitar empat jam dan harus selalu diaduk. Masyarakat diajak bergantian mengaduk jenang yang dimasak dalam wajan berdiameter 90 sentimeter menggunakan pengaduk yang terbuat dari bambu. Kesempatan mengaduk pertama kali diberikan kepada pemimpin ritual, kemudian para petinggi pemerintahan setempat, tokoh masyarakat, hingga yang terakhir adalah masyarakat.
Jenang yang telah matang akan dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai wujud rasa syukur. Para leluhur dahulunya melakukan tradisi ini untuk mensyukuri hasil bumi yang melimpah. Selain sebagai bentuk rasa syukur, kegiatan ini juga bertujuan untuk memperat tali persaudaraan warga setempat. Mengaduk jenang bergantian menyiratkan makna gotong royong. Setelah itu, jenang akan disuguhkan kepada warga yang hadir. Selain jenang, disuguhkan pula lauk pauk seperti abon, perkedel, tempe, dan telur dadar.
Prosesi Tradisi Budaya Aduk Jenang dimulai dengan ritual cetik geni atau menyalakan api di tungku yang terbuat dari tanah liat. Dalam proses pemasakan jenang, diiringi pula dengan pelantunan tembang macapat yang merupakan nyanyian khas masyarakat Jawa oleh siswa SD negeri setempat dan para budayawan. Pelantunan tersebut bertujuan untuk menolak bala. Selain itu, dalam perayaan malam Suro terdapat pula pertunjukan seni wayang, gebyar seni malam minggu, pertunjukan kuda lumping, dan pengajian.
Kegiatan ini tidak hanya melestarikan Tradisi Aduk Jenang, tetapi juga makanan tradisional jenang itu sendiri. Terlebih, eksistensi jenang semakin tergerus dengan hadirnya berbagai makanan bergaya modern.
#OSKMITB2018
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang