Menurut sejarah, debus sebenarnya berhubungan dengan tarekat Rifa’iyah yang dibawa Nurrudin Ar-Raniry ke Aceh abad 16. Tarekat ini punya konvensi, ketika dalam kondisi epiphany, gembira karena ‘bertatap muka’ dengan Tuhan, mereka menghantamkam benda tajam ke tubuh mereka. Filosofinya, tiada daya upaya melainkan karena Allah semata. Jadi kalau Allah tidak mengizinkan pisau, golok, parang atau peluru sekalipun melukai mereka, maka mereka tak akan terluka.
Tarekat ini sampai ke Minang yang dikenal dengan istilah Dabuih. Entah bagaimana rinciannya, debus masuk Banten pada abad 18. Setelah menyebar, setiap daerah berhak punya debus. Maka, H Sultan Nur Alamsyah, guru besar debus lebih suka tampil sebagai Ki Ribut Santoso dengan debus Jawa Timur atau Muhammad Mudzakir yang mengembangkan Debus Mataram
Berbicara masalah debus, kita akan teringat dengan kata “kebal”. Di Aceh Selatan, jika berbicara debus, kita akan diingatkan dengan nama Muhasibi dan Keumala Sakti. Berbicara masalah kebal, maka nama Muhasibi tak dapat dielakkan di Kota Naga itu. Menurut pengakuan Muhasibi—ceh sekaligus pemain debus asal Kota Naga Aceh Selatan, anak Aceh Selatan pada zaman dahulu memang selalu dibekali ilmu bela diri oleh orang tuanya sebelum pergi merantau. Ilmu bela diri dimaksud bisa berbentuk silat (silek dalam bahasa Aceh Selatan) atau ilmu kebal.
“Pada zaman dahulu, Anak Aceh Selatan kalau belum punya ilmu bela diri, dia tidak akan diizinkan orang tuanya merantau. Kalau sudah cukup umur, dia akan dibekali ilmu bela diri, meskipun sedikit, sekadar pageue tubôhuntuk melindungi diri selama di perantauan,” ungkap putra Aceh Selatan itu kepada tuhoe. Setiap anak Aceh Selatan yang hendak pergi merantau, lanjut Muhasibi, akan diseleksi terlebihdahulu oleh grup rapa’i daboh. Di sana mereka dilatih, dibina, dan dibimbing. Setelah diyakini bisa melindungi diri, barulah dia diperkenankan
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kasultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. lalu baju & celana pangsi sunda berwarna hitam. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam berupa golok dan pisau. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis namun ada juga yang memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce. QUIVER ( TEMPAT ANAK PANAH ): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock ana...
Pasukan pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI chapter dki jaya) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belakang.
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang