Tepas adalah alat bantu masak yang berfungsi untuk menghidupkan nyala api pada tungku, baik yang berbahan bakar arang, kayu atau sejenisnya. Fungsi alat dapur ini sangat penting yaitu untuk membuat masakan bisa cepat matang. Untuk itulah tepas, termasuk alat dapur yang selalu hadir menemani tungku. Tidak hanya itu, kadangkala tepas juga dipakai oleh masyarakat Jawa untuk mempercepat pendinginan masakan yang masih panas agar cepat disajikan atau disantap, misalkan nasi yang masih panas, lauk-pauk godokan yang masih panas, dan lain sebagainya.
Biasanya tepas yang dikenal masyarakat Jawa adalah tepas berbentuk persegi empat, dengan salah satu sisinya seperti segitiga tempat menaruh pegangan yang terbuat dari bambu atau rotan. Pegangan itu umumnya diletakkan di tengah-tengah di salah satu sisi menjorok ke dalam. Tepas sendiri terbuat dari anyaman bambu dengan ukuran bervariasi; kecil, sedang, dan besar. Ukuran kecil sekitar 15 cm x 20 cm, ukuran besar hingga 30 cm x 45 cm.
Tepas ukuran kecil sering dipakai untuk menyalakan api berbahan bakar arang di tungku anglo berukuran kecil. Sementara tepas ukuran besar dipakai untuk anglo berukuran besar berbahan bakar sama. Kadang-kadang tepas dipakai pula untuk menyalakan api yang padam pada tungku tradisional lain, seperti dhingkel dan keren berbahan bakar kayu atau bambu.
Orang Madura juga mengenal tepas berbahan baku sama, salah satunya untuk membakar sate. Bentuk tepas sate pada umumnya juga persegi panjang. Namun siratan bambunya lebih tebal sehingga lebih awet. Untuk pegangan tepas sate biasanya diletakkan di pinggir di salah satu sisi bidangnya. Jadi bentuknya seperti bendera yang ditempatkan pada tiang.
Masyarakat Jawa sudah mengenal tepas sejak ratusan tahun lalu. Setidaknya ada 3 kamus Jawa yang merekam jejak istilah tepas. Pertama, Kamus Jawa Kuno-Indonesia karangan PJ Zoetmulder (1995, halaman 1260). Orang Jawa kuno dulu menyebut tepas dengan tipas. Hal itu bisa dirunut dari sebuah teks Arjunawiwaha berbahasa Jawa Kuno, cuplikannya sebagai berikut: “ikang kadi rare pinehan anulak jaja kangelihan anggetel tangan karesnya sedhengan hanyar tinipasan padha ni sirit ikang samangkana”. Istilah tipas dalam bahasa Jawa baru berarti tepas ‘kipas’.
Kedua, Kamus Jawa bernama Baoesastra Djawa karangan WJS Poerwadarminta (1939, halaman 597). Pada kamus tersebut dijelaskan bahwa tepas artinya (dalam bahasa Indonesia) adalah alat pengipas (ilir) ada yang pegangannya berfungsi untuk menyalakan (ngebuti) api. Ketiga adalah Kamus Bausastra Jawa-Indonesia karangan S Prawiroatmojo (1995 edisi 2, halaman 245). Dalam kamus itu, tepas (bahasa Jawa) berarti kipas (dalam bahasa Indonesia).
Berdasarkan ketiga kamus tersebut, jelas bahwa tepas merupakan salah satu alat dapur yang berfungsi untuk menyalakan api, yang sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu. Walaupun keberadaannya sudah mulai berkurang saat ini, tetapi tepas masih dijual di sentra kerajinan bambu, di pasar maupun di warung tradisional.
Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2014/10/tepas-penyala-api-tungku/
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...