Tarsulan Seni Budaya Suku Kutai
Tarsulan adalah salah satu seni budya suku Kutai yang sampai sekarang masih ada di dalam masyarakatnya. Kalau dilihat dari tujuan digelarnya; tarsulan ini ada dua macam, yaitu: Tarsulan Berkhatam Al Quran dan Tarsulan Perkawinan. Tarsulan Berkhatam/Betamat Al Quranberkaitan dengan tardisi agama, khususnya agama Islam. Sedangkan Tarsulan Perkawinanberkaitan dengan tradisi adat perkawinan suku Kutai.
Tradisi tarsulan diawali masuknya agama Islam di daerah Kerajaan Kutai Ing Kertanegara. Seperti kita ketahui agama Islam berasal dari Arab yang masuk ke Nusantara ini melalui para pedagang Gujarat. Maka tidaklah mengherankan bersama masuknya agama Islam, masuk pula seni sastranya yang di antaranya bentuk ’syair’. Dari bentuk syair inilah yang menimbulkan keinginan dari salah seorang bangsawan Kutai untuk menciptakan seni sastra yang dapat dikaitkan dengan adat budaya suku Kutai tersebut. Maka sesuai ’nafas’ Islamnya lahirlah Tarsulan Berkhatam/Betamat Al Quran dan dilanjutkan dengan Tarsulan Perkawinan.
Oleh sebab itu tidak heran kalau ada anggapan bahwa seni budaya tarsulan adalah seni budaya milik kaum bangsawan kerajaan Kutai bukan milik masyarakat umum. Namun ternyata tarsulan ini juga memasyarakat dalam suku Kutai, khususnya Tarsulan Berkhatam/Betamat Al Quran.
Menurut hasil penelitian; dahulunya tuturan Tarsulan tersebut disampaikan oleh Penerasul dengan cara menghafal. Tetapi dalam perkembangannya karena Penerasul merasa sulit untuk menghafal, maka mereka menggunakan bentuk tertulis (naskah). Dengan demikian pada masa sekarang ini orang yang beterasul diistilahkan dengan membaca terasul atau pembacaan terasul. Walaupun begitu di daerah pedalaman (di sekitar Danau Jempang) masih ada Penerasul yang menyampaikannya dengan menghafal. Penerasul tersebut mengatakan bahwa Beliau belajar ’Berterasul’ tersebut dengan cara dilisankan (pewarisannya secara lisan).
Cara pembacaan tarsulan sebenarnya dasarnya adalah seperti membaca syair karena di dalam masyarakat kita juga ada mengenal pembacaan syair. Sedangkan kata syair sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu; syurr yang artinya berdendang atau bertembang. Ada assumsi pembacaan tarsul ini seperti membaca syair karena memang bentuk penulisan tarsul adalah bentuk syair. Apalagi lahirnya tarsulan ini dilatari seperti saya jelaskan di atas. Hanya saja pengembangan pembacaan tarsulan ini sesuai dengan apresiasi masyarakat pembacanya. Sehingga masing-masing pembaca (pembaca di daerah lain) agak berbeda. Perbedaan ini di dalam sastra lisan merupakan variasi yang wajar. Kalau dikatakan yang mana yang benar, maka semua ‘lagu’ pembacaan itu benar karena itu merupakan hasil apresiasi seni. Tetapi sebagai ‘alat ukurnya’ dapat kita gunakan dasar ‘nafas membaca syair’.
Orang yang menyampaikan/penutur Tarsulan disebut Penerasul atau Tukang Terasul. Untuk Tarsulan Berkhatam/Betamat Al Quran biasanya hanya terdiri satu orang saja. Jenis kelamin Penerasul tergantung pada jenis kelamin yang berkhatam Al Quran. Berbeda dengan Tarsulan Berkhatam/Betamat Al Quran, Tarsulan Perkawinan; Penerasulnya harus berpasangan. Penerasul laki-laki mewakili mempelai laki-laki, dan Penerasul perempuan mewakili mempelai wanita.
1. Tarsulan Berkhatam/Betamat Al Quran
Tarsulan Berkhatam/Batamat Al Quran biasanya digelar oleh masyarakat Kutai apabila ada putra-putri mereka yang akan berkhatam Al Quran. Kelengkapan tradisi ini sebenarnya sama dengan kelengkapan berkhatam Al Quran pada suku Banjar ataupun suku Kutai sendiri yang berkhatam Al Quran tanpa menggelar
Tarsulan Berkhatam/Betamat Al Quran, yaitu:
Ajuran yang ditancapkan pada
tambaan pulut (nasi ketan yang dipadatkan dan dibentuk seperti gunung) serta
payung kembang (payung yang dibuat dari bungan melati dan mawar).
Tata cara tradisi berterasul ini, yaitu: sebelum para santri memulai membaca Al Quran, maka Penerasul memulainya dengan membacakan tarsul. Fungsi pembacaan tarsulan pada acara berkhatam Al Quran ini adalah sebagai pengantar awal untuk pembacaan Al Quran. Berikut salah satu versi TarsulanBerkhatam/Betamat Al Quran:
Assalamualaikum saya ucapkan
Kepada hadirin hadirat sekalian
Inilah tarsul saya bacakan
Siapa sudi tulung dengarkan
Ada suatu kayon namanya
Di atas nasi ditajukannya
Seekor burung dari puncaknya
Menanggung tarsul dengan pantunnya
Betamat Quran tamat bacaan
Dengan anugrah karunia Tuhan
Ajaran agama jangan ditinggalkan
Di akhirat nanti kita dapatkan
Membaca Quran besar pahalanya
Kepada pendengar rahmat baginya
Jika mengaku akan hambanya
Di sisi Tuhan akan tempatnya
Bentuk Tarsulan Berkhatam/Betamat Al Quran pada kutipan di atas terlihat sekali bentuknya adalah bentuk syair. Hal ini dibuktikan dari rima setiap bait, yaitu: a-a-a-a dan keempat lariknya semuanya isi. Kemudian dari segi isi merupakan nasihat agama. Kalau Syair bentuk puisi lama dalam sastra biasanya isinya adalah hikayat atau cerita. Misalnya; Syair Siti Jubaidah atau Syair Nabi Bercukur dan sebagainya. Tetapi pada tarsulan ini isinya murni berupa nasihat agama atau informasi kemasyarakatan.
2. Tarsulan Perkawinan
Tarsulan Perkawinan biasanya disampaikan oleh dua orang penerasul, yaitu penerasul laki-laki dan penerasul wanita. Penerasul laki-laki mewakili mempelai laki-laki dan penerasul wanita mewakili mempelai wanita. Kedua penerasul tersebut dalam beterasul saling berbalas pantun atau bersahut-sahutan.
Pembacaan tarsulan diawali dengan duduknya kedua mempelai di pelaminan. Setelah kedua mempelai duduk di pelaminan, maka kedua penerasul duduk/berdiri di tempat yang sudah disediakan di depan pelaminan. Kemudian mulailah pembacaan tarsulan perkawinan tersebut.
Kelengkapan dalam kegiatan pembacaan
Tarsulan Perkawinan ini adalah; dua buah
Astakhonaatau Astagona (perubahan ini dimungkinkan karena adanya pengaruh pelafalan penuturnya).Astakhona jumlahnya sepasang, yaitu:
Astakhona mempelai laki-laki dan
Astakhona mempelai wanita).
Astakhona terdiri dari;
tambaan pulut (nasi ketan yang dipadatkan) di atas talam kuningan yang dihiasi dengan
dadar telur dibuat berbagai bentuk (sekaligus sebagai hiasan). Di tengah-tengah
tambaan pulut tersebut dipancang
isi batang pisang yang dihiasi dengan bunga-bunga dari kertas (disebut
Kayon)dan di sekitarnya ditancapkan bendera-bendera kertas kecil (seperti ajuran). Kemudian di puncak
Kayon tersebut bertengger seekor burung merpati yang terbuat dari kayu atau kertas dan di ujung paruhnya tergantung ’naskah
Tarsulan Perkawinan’.Berikut contoh tuturan Tarsulan Perkawinan:
Pria : Dengan nama Allah kami ucapkan, Wanita : Ada suatu kayon namanya,
menghadap hadirin serta undangan. di atas nasi ditajukannya.
Terima kaseh kami hidangkan, Seekor burung dengan dari puncaknya,
di hadapan hadirin kami kumandangkan. menanggong terasul dengan pantunnya.
Pria : Assalamualaikum wahai adinda, Wanita: Alaikum salam jawab Adinda,
Sambutlah salam dari Kakanda. silahkan masuk wahai Kakanda.
Kakanda datang bukan bercanda, Menyilah duduk bersama Adinda,
besarlah hajat di dalam dada. apakah hajat di dalam dada?
Pria : Cabe semat di dalamnya padi, Wanita: Wahai Kakanda muda taruna
simpanlah gunting di dalam cawan. Adinda miskin lagi pun hina.
Besarlah hajat di dalam hati, Sungguh besar hati belum sempurna,
ingin menyunting bunga di awan. tiada orang tiada berguna.
Bentuk Tarsulan Perkawinan pada kutipan di atas terlihat sekali bentuknya adalah bentuk syair dan pantun. Hal ini dibuktikan dari rima setiap bait ada yang terdiri a-a-a-a dan ada pula yang berima a-b-a-b. Pada keempat lariknya ada yang semuanya terdiri isi namun ada pula yang terdiri dari sampiran dan isi (sesuai ciri-ciri pantun). Kemudian dari segi isi terasa sekali muatan karakter budaya masyarakat suku Kutai.
B. Perkembangan Seni Tarsulan
Sebagai bagian dari seni sudah tentu seni Tarsulan ini berkembang sesuai apresiasi dari kolektifnya yang didasari akan fungsi di dalam masyarakatnya. Kalau secara teradisional seni tarsulan ini dapat dibedakan seperti tersebut di atas tadi, yaitu: Tarsulan Berkhatam Al Quran dan Tarsulan Perkawinan. Tetapi dalam perkembangannya seni tarsulan ini diapresiasi dan berkembang dalam kolektifnya berdasarkan tujuan dan isinya.
Berdasarkan tujuan penyampaian dan isi tarsulan tersebut, maka dibedakanlah tarsulan dari aspek tujuan dan temanya. Ada tarsulan yang untuk pelaksanaan Erau, Sunatan, Lamaran ataupun acara ulang tahun anak-anak dan lain-lain. Namun ada pula yang bertema politik misalnya, menjadi sarana kompanye politik; tarsulan yang bertema sosial untuk sarana propaganda sosial maupun kritik sosial dan lain sebagainya.
Pada masa sekarang ini tarsulan berdasarkan tema inilah yang marak menjadi objek lomba-lomba yang dilaksanakan masyarakatnya. Sedangkan Tarsulan Berkhatam Al Quran dan Tarsulan Perkawinan jarang sekali digelar karena untuk pergelaran tarsulan teradisional ini memerlukan beberapa kelengkapan tertentu. Misalnya; Tarsulan Berkhatam Al Quran kelengkapannya adalah “Tambaan Nasi Ketan, Ajuran dan Payung Kembang”. Begitu pula dengan Tarsulan Perkawinan kelengkapan utamanya adalah sepasang “Astakhona”. Semua kelengkapan ini memerlukan pembiayaan yang cukup besar. Selain itu sulit sekali sekarang ini untuk mendapatkan penerasul, terutama penerasul yang berpasangan untuk Tarsulan Perkawinan. Kedua hal inilah paling tidak faktor penyebab “enggannya” masyarakat suku Kutai melaksanakan kegiatan seni tarsulan ini.
Sebagai seni teradisional diharapkan apresiasi masyarakatnya dan pemerintah berkembang ke arah yang positif. Upaya peningkatan apresiasi masyarakat seperti cara seminar yang dilaksanakan hari ini sangat besar pengaruhnya. Diharapkan pengaruh ini semakin berkembang di masa akan datang agar seni tarsulan dapat lestari sampai ke generasi berikutnya.
C. Teks Tarsulan Berkhatam Al Quran
Berikut salah satu teks tarsulan yang saya temukan pada saat saya melakukan penelitian karena sebenarnya ada beberapa teks tarsulan yang lain. Ada kecendrungan bagi penerasul yang memiliki kemampuan mengarang tarsul biasanya dia akan selalu mengarang tarsul yang akan dibacanya sesuai dengan tujuan pagelaran tarsulan tersebut.
TARSULAN BERKHATAM AL QURAN
Assalamualaikum saya ucapkan
Kepada hadirin hadirat sekalian
Inilah tarsul saya bacakan
Siapa sudi tulung dengarkan
Ada suatu kayon namanya
Di atas nasi ditajukannya
Seekor burung dari puncaknya
Menanggung tarsul dengan pantunnya
Betamat Quran tamat bacaan
Dengan anugrah karunia Tuhan
Ajaran agama jangan ditinggalkan
Di akhirat nanti kita dapatkan
Membaca Quran besar pahalanya
Kepada pendengar rahmat baginya
Jika mengaku akan hambanya
Di sisi Tuhan akan tempatnya
Pengikut rasul junjungan kita
Agama Islam sudahlah nyata
Kita menyembah Tuhan semesta
Tuhan pencipta alam semesta
Ajaklah kawan serta kerabat
Jangan membawa hati yang murtad
Tuntutlah ilmu jangan terlambat
Pintunya terbuka untuk bertobat
Dengan karunia Yang Maha Esa
Mengerjakan larangan tentu berdosa
Janganlah suka berputus asa
Di akhirat nanti mendapat siksa
Larangan itu bukanlah satu
Barang yang jahat sudahlah tentu
Janganlah lupa setiap waktu
Mohon kepada Tuhan yang satu
Wahailah kawan sanak saudara
Kepada Tuhan kita mengabdi
Dunia ini hanya sementara
Akhirat nanti kekal abadi
Janganlah malu kita belajar
Janganlah angkuh ataupun sombong
Jikalau sudah di Yaumil Maksyar
Kepada siapa meminta tulung
Ya Allah Khaliqul mabat
Di dal am hadis sudah tersurat
Mulut terkunci dapat tersumbat
Seluruh badan menjadi berat
Jika ajal sudahlah datang
Siapa bisa akan melarang
Sakit seluruh sendi dan tulang
Seperti tertusuk sebilah pedang
Dari dulu hingga sekarang
Amal ibadah janganlah kurang
Harus jauhi barang terlarang
Hilanglah gelap terbitlah terang
Amal ibadah kita kerjakan
Barang larangan kita tinggalkan
Ajaran agama kita tingkatkan
Kepada Tuhan kita memohon ampunan
Tamatlah surat tamatlah larangan
Di atas kertas saya goreskan
Pada hadirin serta undangan
Jika bersalah mohon maafkan
Sumber bahan:
Arifin, Syaiful. 1995. Terasul Betamat Suku Kutai Ditinjau dari Bentuk Puisi Lama (Penelitian). Samarinda: Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP unmul
Arifin, Syaiful. 1997. Tarsulan Perkawinan Suku Kutai Ditinjau dari Bentuk Puisi Lama (Penelitian). Samarinda: Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman
(http://senibudayakutai.blogspot.co.id)