Tarian
Tarian
Tarian Jambi Jambi
Tari Rangguk - Jambi
- 16 April 2016
Jambi adalah salah satu provinsi yang tergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di sana ada sukubangsa yang disebut sebagai Kerinci. Mereka mendiami salah satu kabupaten yang tergabung dalam provinsi Jambi yang namanya sama dengan sukubangsa tersebut, yaitu Kabupaten Kerinci. Melalatoa (1995:402) menyebutkan bahwa mereka adalah keturunan bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) karena banyak persamaannya dengan ciri-ciri manusia tipe mongoloid, yaitu tubuh relatif pendek dari rata-rata ukuran tubuh sukubangsa lainnya di Jambi. Kemudian, rambut lurus, kulit putih, dan mata agak sipit.
 
Di kalangan orang Kerinci ada satu tarian yang disebut sebagai rangguk. Rangguk adalah dialek orang Kerinci Hulu. Orang Sungai Penuh menyebutnya “ranggok”, sedangkan orang Pulau Tengah menyebutnya “rangguek”. Adanya berbagai dialek itu akhirnya memunculkan beberapa pendapat mengenai kata “rangguk”.
Pendapat pertama mengatakan bahwa kata rangguk berarti “tari” karena dalam bahasa Kerinci Hulu kata “merangguk” berarti “menari”. Misalnya, “rangguk dua belas” berarti “tari dua belas”, “rangguk rabbieih” berarti “tari rabbieih”, dan “rangguk ayak” berarti “tari ayak”.
Sedangkan, pendapat lainnya mengatakan bahwa kata rangguk adalah gabungan dari kata “uhang” yang berarti “orang” dan “nganggok” yang berarti “mengangguk”.
Dalam perkembangan selanjutnya kata uhang nganggok berubah menjadi ranggok. Pendapat ini didasarkan pada kebiasaan penduduk di Kerinci, terutama di Sungai Penuh yang sering memperpendek dua atau tiga kata menjadi satu kata.
 
Lepas dari berbagai dialek itu, yang jelas asal-usul tarian yang disebut sebagai rangguk ini ada kaitannya dengan seorang ulama yang berasal dari Dusun Cupak Kerinci. Konon, di sekitar awal abad ke-19 ulama tersebut pergi ke tanah suci (Mekah). Kepergiannya itu tidak hanya semata-mata untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima (ibadah haji), tetapi sekaligus memperdalam pengetahuan tentang agamanya (Islam).
 
 
Al kisah, di tanah suci Sang ulama tertarik pada salah satu kesenian yang ada di sana, yaitu rebana yang ketika itu sangat disukai oleh para remaja Arab, khususnya para laki-lakinya (pemudanya). Untuk itu, Beliau berusaha untuk mempelajarinya. Jadi, bukan hanya menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama saja, tetapi juga mempelajari salah satu kesenian yang ada di sana. .
 
Sepulangnya dari Mekkah, Beliau melakukan dakwah (menyebarkan agama Islam) ke berbagai tempat di daerah Kerinci. Namun, yang dilakukan tidak membuahkan hasil. Masyarakat, terutama para pemudanya, tidak tertarik akan dakwahnya. Malahan, mereka semakin tenggelam dalam perbuatan-perbuatan yang justeru dilarang oleh agama, seperti judi, minum-minuman keras (tuak) dan sabung ayam.
 
Melihat kenyataan bahwa apa yang dilakukan tidak membuahkan hasil, maka Sang ulama merubah taktik penyampaian dakwahnya. Beliau menggabungkan silat Melayu yang disukai oleh para pemuda dengan rebana yang berasal dari Arab. Dengan cara demikian, sedikit-demi sedikit para pemuda menjadi tertarik, dan sedikit demi sedikit pula Beliau, melalui rebana, menyelipkan ajaran-ajaran agama Islam, khususnya kepada para pemuda dan warga Dusun Cupak. Jadi, sambil menunggu para pemuda berkumpul untuk belajar silat Melayu, Beliau melantunkan pantun yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT dan para Rasul-Nya sambil menabuh rebana dan mengangguk-anggukan kepalanya. Dari sinilah kemudian melahirkan satu kesenian yang disebut sebagai “rangguk”.
 
Setelah Sang Ulama wafat, kebiasaan bersenandung sambil berpantun dengan diiringi rebana tetap dilakukan oleh masyarakat Cupak. Namun, antara rebana dan silat Melayu sudah menjadi dua jenis kesenian yang berbeda. Dalam hal ini silat Melayu tetap sebagai silat Melayu, sedangkan rebana menjadi satu jenis kesenian baru yang disebut sebagai “tari rangguk”, karena dengan duduk secara melingkar, para pemainnya akan menabuh rebana sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
 
Peralatan, Pemain, dan Perkembangannya
Peralatan yang digunakan untuk mengiringi rangguk hanya satu jenis, yaitu rebana1) dengan berbagai ukuran. Jumlahnya bergantung jumlah pemain (biasanya 5—10 orang). Dalam suatu pertunjukkan mereka duduk melingkar, menabuh rebana, berpantun dan mengangguk-anggukan kepala.
 
Pada mulanya rangguk hanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Biasanya di sore hari dan bertempat di beranda rumah (setelah seharian bekerja di sawah atau kebun). Tujuannya adalah sebagai pelepas lelah dan sekaligus hiburan. Kaum perempuan tidak diperkenankan untuk melakukan tarian ini (tabu). Akan tetapi, sejak pertengahan abad ke-20 mereka juga melakukannya meskipun baru terbatas pada anak-anak. Baru sekitar tahun 50-an para perempuan dewasa ikut mementaskannya. Dan, ternyata dalam waktu yang relatif singkat kaum perempuan dapat menggeser kaum laki-laki dalam memainkan rangguk. Meskipun demikian, bukan berarti rangguk bebas dari kaum laki-laki. Dewasa ini rangguk tidak hanya milik jenis kelamin tertentu dan atau umur tertentu, tetapi semua jenis kelamin dan semua golongan umur. Dengan perkataan lain, rangguk bisa dimainkan oleh kaum laki-laki dan perempuan, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Rangguk juga tidak hanya menjadi milik orang Kerinci-Cupak saja, tetapi sudah menjadi milik orang Kerinci secara keseluruhan (sukubangsa Kerinci yang tinggal di Kabupaten Kerinci).
 
Selaras dengan perkembangan zaman, fungsi rangguk juga mengalami perubahan. Jika pada mulanya hanya sekedar sebagai hiburan, maka kini menjadi sebuah tarian khusus untuk upacara penyambutan tamu. Para pemainnya pun juga tidak lagi duduk secara melingkar, tetapi berdiri (berbaris) sambil mengangguk-anggukkan kepala kepada setiap tamu yang datang, melantunkan berbagai macam pantun selamat datang, dan mengiring tamu sampai ke tempat yang telah ditentukan (depan pintu balai desa). Perkembangan lebih lanjut adalah tidak hanya mengangguk-anggukan kepala, tetapi menggerakkan tubuh selaras dengan pantun atau meniru gerakan tumbuh-tumbuhan, binatang dan atau manusia.
 
Nilai Budaya
Rangguk sebagai tarian khas orang Kerinci, jika dicermati, tidak hanya mengandung nilai estetika (keindahan), sebagaimana yang tercermin dalam pelantunan pantun dan gerakan-gerakan kepala (mengangguk-angguk) serta anggota tubuh lainnya yang meniru gerakan tumbuhan, hewan, dan manusia. Akan tetapi, yang tidak kalah pentingnya (malahan yang utama) adalah nilai kesyukuran dan atau ketaqwaan kepada Sang Penciptanya (Allah SWT). Hal itu tercermin dari asal-usulnya dan pantun-pantunnya yang berisi puji-pujian kepada Allah SWT dan para Rasul-Nya.
 
 
 
 
 
 
Sumber:
Melalatoa, M. Junus. 1995. Ensiklopedi Sukubangsa di Indonesia. Jilid A--K. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
 
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1996. Khasanah Budaya Nusantara VII. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
___________________
 
1) Sebagaimana telah disebutkan pada bagian atas, dii kalangan orang Arab (Saudi Arabia) rebana merupakan salah satu jenis kesenian yang ada di sana. Akan tetapi, di kalangan orang Melayu, termasuk Kerinci rebana merupakan alat kesenian yang terbuat dari kayu dan kulit. Bentuknya bundar menyerupai gendang tetapi hanya satu muka. Garis tengahnya antara 30--60 cm. Rebana yang berukuran besar (60 cm) berfungsi sebagai gong (bas).

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline