Pakarena berasal dari bahasa Makassar karena yang artinya main. Dengan mendapatkan prefiks pa yang menandakan pelaku, jadi pakarena berarti si pemain. Kata karena dalam konteks ini diartikan sebagai tari sehingga pakarena bisa diartikan penari. Tidak diketahui dengan jelas kapan Pakarena ini mulai ditarikan untuk dan siapa yang menciptakannya, namun yang pasti kesenian ini sempat menjadi tarian resmi istana pada masa Raja Gowa ke-16.
Kehadiran tari pakarena seringkali dikaitkan dengan mitologi To Manurung (orang yang turun dari langit) yang berkembang pada masyarakat suku Makassar. Ada dua versi menyangkut hal ini, yang pertama adalah pada saat kerajaan Gowa Purba mengalami chaos dari 9 kelompok pendukungnya. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan seorang sosok pemimpin yang dapat menyatukan mereka. Hingga akhirnya terdengarlah kabar kedatangan seorang puteri yang turun dari langit dan menyatakan kemampuan dalam menyelesaikan persoalan Gowa. Dia berjanji akan menyatukan negeri dan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat. Sontak dia diangkat sebagai raja oleh mereka yang sebelumnya selalu berseteru. Sang putri kemudian mengajarkan aturan-aturan adat termasuk gerakan-gerakan tarian yang dijadikan tarian pada masa itu dan kemudian dikenal dengan tari pakarena. Versi kedua menceritakan bahwa tari pakarena bermula pada mitos perpisahan antara To Manurung. To Manurung yang telah mengajarkan banyak hal mengenai kehidupan di bumi, antara lain bercocok tanam, beternak, menangkap ikan, mengurus rumah tangga, bermasyarakat, dan yang lainnya. Setelah To Manurung meninggalkan mereka, maka dibuatlah tarian untuk mengenangnya dan mengucapkan rasa syukurnya dengan menirukan gaya dan perilakunya saat bersama-sama di kerajaan Gowa.
Halilintar Latif dalam Shaifuddin Bahrum (2011) mengemukakan bahwa asal tari Pakarena bermula dari tarian istana yang bernama sere jaga yang berfungsi sebagai bagian upacara ritual khususnya pada ritual sebelum menanam padi dan usai menanam padi. Dalam melakukan gerakan tarinya, penari memegang seikat padi benih yang telah dipilih melalui upacara ritual. Pada perkembangan selanjutnya tari sere jaga menjadi bagian upacara ritual yang dilakukan semalam suntuk. Upacara tersebut antara lain: Ammatamata Jene, Ammata-mata Benteng, dan lain-lain. Taripun mengalami perkembangan dalam bentuk penyajian dan piranti. Padi yang dipegang sekarang diganti dengan kipas.
Tarian ini dulunya hanya ditarikan di dalam istana kerajaan Gowa oleh putri-putri bangsawan, menjadi pelengkap dan wajib dipertunjukkan pada saat upacara adat atau pesta-pesta kerajaan. Menggelar tarian pakarena dengan diiringi tabuhan ganrang (gendang) oleh masyarakat Gowa merupakan simbolisasi penghargaan kepada nenek moyang atau leluhur, sehingga tarian ini tidak boleh lalai dilakukan karena ditakutkan ada gangguan dari arwah leluhur yang merasa tidak mendapatkan penghormatan yang sepantasnya.
Tarian Pakarena dibawakan oleh 3, 4, 6 atau lebih penari perempuan yang memperlihatkan kelembutan perempuan suku Makassar. Tarian ini lebih banyak menampilkan gerakan tangan yang terayun ke samping (kiri-kanan) dan ke depan secara beraturan dan lamban. Namun gerakan tangan tersebut terangkat paling tinggi hanya sebatas bahu tidak pernah terangkat hingga setinggi kepala. Tangan kanannya memegang kipas.pandangan penari selalu tertuju ke lantai paling jauh dua atau tiga meter dari ujung kakinya. Gerakan kaki hanya bergeser (ke kanan, kiri, depan belakang) dan tidak terangkat dari permukaan lantai.Gerakan lembut si penari sepanjang tarian dimainkan, tak urung menyulitkan buat masyarakat awam untuk membedakan babak demi babak. Tari pakarena pada awalnya disajikan sebagai pementasan tari semalam suntuk, dimulai pada pukul delapan malam, dilanjutkan dengan babak kedua yang disajikan pada pukul 24.00 malam, hingga akhirnya sampai pada bagian penutup yang dilakukan pada waktu subuh. Panjangnya pementasan tarian ini menyebabkan dibutuhkan beberapa penari dan pemusik cadangan yang siap menggantikan penari pertama yang pentas. Selain itu, tarian ini terbagi-bagi ke dalam beberapa bagian, yaitu:
Samboritta disebut juga paulu jaga yaitu kegiatan begadang semalam suntuk. Ada juga yang mengartikan samboritta sebagaiawal tarian yaitu memberi hormat kepada pengunjung. Bagian ini merupakan bagian pertama dalam pertunjukan.
Tari pakarena dulunya dipentaskan semalam suntuk sehingga bagian penutupnya biasanya berlangsung sekitar jam 04.00 subuh, sehingga disebut jangang leak-leak yaitu saat ayam mulai berkokok.Tarian ini merupakan bagian ketiga dalam tari pakarena yang bermakna mencari jalan kembali ke asal mula.
Selain kedua jenis pakarena di atas, terdapat sebelas jenis pakarena yang lain, yaitu sebagai berikut:
Menarikan bagian-bagian dari taripakarena biasanya disesuaikan dengan kebutuhan upacara yang dijalani. Mengingat panjangnya setiap bagian dalam tarian ini membuat sipinangka (kelompok penari pakarena) tidaklah menguasai keseluruhan jenis dari tarian ini. Setiap kelompok memiliki keterampilan menari yang berbeda-beda dan sangat tergantung dari jenis pakarena yang dikuasai. Bahkan kelompok pakarena yang berada dalam satu kabupaten yang sama bisa saja memliki variasi gerakan yang berbeda. Namun pada umumnya mereka menguasai kedua jenis tari pakarena yaitu Paulu Jaga atau Samboritta dan tari pakarena Jangang Leak-leak sebagai penutup dari tarian ini.
Kelompok penari pakarena terdiri dari para gadis-gadis yang berjumlah 4 sampai 12 orang. Dulunya pakarena ini ditarikan oleh gadis-gadis dengan rentang usia antara 13 -17 tahun. Penari-penari yang sangat muda ini dianggap memiliki daya tarik tersendiri. Kaum laki-laki pada umumnya hanya bertugas sebagai pengiring musik dengan rentang usia yang berbeda dengan penari. Rata-rata usia pemusik berkisar pada 30 – 60 tahun atau lebih tua lagi, tergantung dari kemampuan memainkan alat musik, yaitugendang, pui’-pui’, gong, dan terkadang dilengkapi dengan peralatan musik tradisional lainnya seperti kattoq-kattoq, kannong-kannong, parappasa, dan yang lainnya. posisi penari adalah membelakangi pemusik, dan posisi pemusik selalu menghadap ke arah timur. Bagi pemilik hajatan yang hendak memberikan hiburan tari pakarena, sedangkan posisi rumahnya adalah menghadap ke arah timur, maka terlebih dahulu pemusik akan menghadap ke rumah pemilik hajat sebagai tanda penghormatan. Baru pada saat akan dimulainya alunan musik pengiring tari pakarena, mereka kemudian berbalik menghadap ke arah timur.
Sumber: Inventarisasi WBTB, Nur Ilmiyah
Daftar Pustaka:
Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsulsel/tari-kipas-pakarena/
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...