|
|
|
|
Tari Kipas Pakarena #SBM Tanggal 13 Nov 2018 oleh Sri sumarni. |
Pakarena berasal dari bahasa Makassar karena yang artinya main. Dengan mendapatkan prefiks pa yang menandakan pelaku, jadi pakarena berarti si pemain. Kata karena dalam konteks ini diartikan sebagai tari sehingga pakarena bisa diartikan penari. Tidak diketahui dengan jelas kapan Pakarena ini mulai ditarikan untuk dan siapa yang menciptakannya, namun yang pasti kesenian ini sempat menjadi tarian resmi istana pada masa Raja Gowa ke-16.
Kehadiran tari pakarena seringkali dikaitkan dengan mitologi To Manurung (orang yang turun dari langit) yang berkembang pada masyarakat suku Makassar. Ada dua versi menyangkut hal ini, yang pertama adalah pada saat kerajaan Gowa Purba mengalami chaos dari 9 kelompok pendukungnya. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan seorang sosok pemimpin yang dapat menyatukan mereka. Hingga akhirnya terdengarlah kabar kedatangan seorang puteri yang turun dari langit dan menyatakan kemampuan dalam menyelesaikan persoalan Gowa. Dia berjanji akan menyatukan negeri dan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat. Sontak dia diangkat sebagai raja oleh mereka yang sebelumnya selalu berseteru. Sang putri kemudian mengajarkan aturan-aturan adat termasuk gerakan-gerakan tarian yang dijadikan tarian pada masa itu dan kemudian dikenal dengan tari pakarena. Versi kedua menceritakan bahwa tari pakarena bermula pada mitos perpisahan antara To Manurung. To Manurung yang telah mengajarkan banyak hal mengenai kehidupan di bumi, antara lain bercocok tanam, beternak, menangkap ikan, mengurus rumah tangga, bermasyarakat, dan yang lainnya. Setelah To Manurung meninggalkan mereka, maka dibuatlah tarian untuk mengenangnya dan mengucapkan rasa syukurnya dengan menirukan gaya dan perilakunya saat bersama-sama di kerajaan Gowa.
Halilintar Latif dalam Shaifuddin Bahrum (2011) mengemukakan bahwa asal tari Pakarena bermula dari tarian istana yang bernama sere jaga yang berfungsi sebagai bagian upacara ritual khususnya pada ritual sebelum menanam padi dan usai menanam padi. Dalam melakukan gerakan tarinya, penari memegang seikat padi benih yang telah dipilih melalui upacara ritual. Pada perkembangan selanjutnya tari sere jaga menjadi bagian upacara ritual yang dilakukan semalam suntuk. Upacara tersebut antara lain: Ammatamata Jene, Ammata-mata Benteng, dan lain-lain. Taripun mengalami perkembangan dalam bentuk penyajian dan piranti. Padi yang dipegang sekarang diganti dengan kipas.
Tarian ini dulunya hanya ditarikan di dalam istana kerajaan Gowa oleh putri-putri bangsawan, menjadi pelengkap dan wajib dipertunjukkan pada saat upacara adat atau pesta-pesta kerajaan. Menggelar tarian pakarena dengan diiringi tabuhan ganrang (gendang) oleh masyarakat Gowa merupakan simbolisasi penghargaan kepada nenek moyang atau leluhur, sehingga tarian ini tidak boleh lalai dilakukan karena ditakutkan ada gangguan dari arwah leluhur yang merasa tidak mendapatkan penghormatan yang sepantasnya.
Tarian Pakarena dibawakan oleh 3, 4, 6 atau lebih penari perempuan yang memperlihatkan kelembutan perempuan suku Makassar. Tarian ini lebih banyak menampilkan gerakan tangan yang terayun ke samping (kiri-kanan) dan ke depan secara beraturan dan lamban. Namun gerakan tangan tersebut terangkat paling tinggi hanya sebatas bahu tidak pernah terangkat hingga setinggi kepala. Tangan kanannya memegang kipas.pandangan penari selalu tertuju ke lantai paling jauh dua atau tiga meter dari ujung kakinya. Gerakan kaki hanya bergeser (ke kanan, kiri, depan belakang) dan tidak terangkat dari permukaan lantai.Gerakan lembut si penari sepanjang tarian dimainkan, tak urung menyulitkan buat masyarakat awam untuk membedakan babak demi babak. Tari pakarena pada awalnya disajikan sebagai pementasan tari semalam suntuk, dimulai pada pukul delapan malam, dilanjutkan dengan babak kedua yang disajikan pada pukul 24.00 malam, hingga akhirnya sampai pada bagian penutup yang dilakukan pada waktu subuh. Panjangnya pementasan tarian ini menyebabkan dibutuhkan beberapa penari dan pemusik cadangan yang siap menggantikan penari pertama yang pentas. Selain itu, tarian ini terbagi-bagi ke dalam beberapa bagian, yaitu:
Samboritta disebut juga paulu jaga yaitu kegiatan begadang semalam suntuk. Ada juga yang mengartikan samboritta sebagaiawal tarian yaitu memberi hormat kepada pengunjung. Bagian ini merupakan bagian pertama dalam pertunjukan.
Tari pakarena dulunya dipentaskan semalam suntuk sehingga bagian penutupnya biasanya berlangsung sekitar jam 04.00 subuh, sehingga disebut jangang leak-leak yaitu saat ayam mulai berkokok.Tarian ini merupakan bagian ketiga dalam tari pakarena yang bermakna mencari jalan kembali ke asal mula.
Selain kedua jenis pakarena di atas, terdapat sebelas jenis pakarena yang lain, yaitu sebagai berikut:
Menarikan bagian-bagian dari taripakarena biasanya disesuaikan dengan kebutuhan upacara yang dijalani. Mengingat panjangnya setiap bagian dalam tarian ini membuat sipinangka (kelompok penari pakarena) tidaklah menguasai keseluruhan jenis dari tarian ini. Setiap kelompok memiliki keterampilan menari yang berbeda-beda dan sangat tergantung dari jenis pakarena yang dikuasai. Bahkan kelompok pakarena yang berada dalam satu kabupaten yang sama bisa saja memliki variasi gerakan yang berbeda. Namun pada umumnya mereka menguasai kedua jenis tari pakarena yaitu Paulu Jaga atau Samboritta dan tari pakarena Jangang Leak-leak sebagai penutup dari tarian ini.
Kelompok penari pakarena terdiri dari para gadis-gadis yang berjumlah 4 sampai 12 orang. Dulunya pakarena ini ditarikan oleh gadis-gadis dengan rentang usia antara 13 -17 tahun. Penari-penari yang sangat muda ini dianggap memiliki daya tarik tersendiri. Kaum laki-laki pada umumnya hanya bertugas sebagai pengiring musik dengan rentang usia yang berbeda dengan penari. Rata-rata usia pemusik berkisar pada 30 – 60 tahun atau lebih tua lagi, tergantung dari kemampuan memainkan alat musik, yaitugendang, pui’-pui’, gong, dan terkadang dilengkapi dengan peralatan musik tradisional lainnya seperti kattoq-kattoq, kannong-kannong, parappasa, dan yang lainnya. posisi penari adalah membelakangi pemusik, dan posisi pemusik selalu menghadap ke arah timur. Bagi pemilik hajatan yang hendak memberikan hiburan tari pakarena, sedangkan posisi rumahnya adalah menghadap ke arah timur, maka terlebih dahulu pemusik akan menghadap ke rumah pemilik hajat sebagai tanda penghormatan. Baru pada saat akan dimulainya alunan musik pengiring tari pakarena, mereka kemudian berbalik menghadap ke arah timur.
Sumber: Inventarisasi WBTB, Nur Ilmiyah
Daftar Pustaka:
Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbsulsel/tari-kipas-pakarena/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |