|
|
|
|
Taman Purbakala Cipari Tanggal 12 Feb 2015 oleh Muhammad Arif Nurrohman17. |
Kelurahan Cipari Kecamatan Cigugur adalah salah satu tempat ditemukannya peninggalan kebudayaan prasejarah di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Selain Cipari, ada paling sedikit delapan tempat di sekitar kaki gunung Ciremai yang terdapat peninggalan bercorak Megalitik, Klasik, Hindu-Buddha, dan kolonial Belanda.
Di Cipari sendiri ditemukan tiga peti kubur batu yang di dalamnya terdapat bekal kubur berupa kapak batu, gelang batu, dan gerabah. Bekal kubur ini masih tersimpan dalam bangunan museum. Di dalam peti tidak ditemukan kerangka manusia, karena tingkat keasaman dan kelembapan tanah yang terletak 661 meter dpl itu terbilang tinggi, sehingga tulang yang dikubur mudah hancur.
Area ditemukannya artefak-artefak batu dan gerabah masih tertata baik, juga tingkat kedalaman benda-benda itu terkubur masih orisinal. Peti kubur yang terbuat dari batu indesit besar berbentuk sirap masih tersusun di tempatnya semula. Mengarah ke timur laut barat daya yang menggambarkan konsep-konsep kekuasaan alam, seperti matahari dan bulan yang menjadi pedoman hidup dari lahir sampai meninggal.
Peti kubur batu yang ada situs purbakala Cipari ini memiliki kesamaan dengan fungsi peti-peti kubur batu di wilayah-wilayah lain di Indonesia. Masyarakat Sulawesi Utara menyebut peti kubur batu sebagai waruga, masyarakat Bondowoso menyebutnya pandusa, dan masyarakat Samosir menyebutnya tundrum baho.
Ada pula tanah lapang berbentuk lingkaran dengan diameter enam meter dengan dibatasi susunan batu sirap, di tengah-tengahnya terdapat batu. Tempat yang bernama Batu Temu Gelang ini adalah lokasi upacara dalam hubungan dengan arwah nenek moyang serta berfungsi sebagai tempat musyawarah.
Di kawasan ini juga ada altar batu (punden berundak), yakni bangunan berundak-undak yang di bagian atasnya terdapat benda-benda megalit atau makam seseorang yang dianggap tokoh dan dikeramatkan. Altar ini berfungsi sebagai temapt upacara pemujaan arwah nenek moyang.
Di ketinggian tertentu terdapat pula menhir, yakni batu tegak kasar sebagai medium penghormatan sekaligus tempat pemujaan. Ada pula dolmen (batu meja) yang tersusun dari sebuah batu lebar yang ditopang beberapa batu lain sehingga berbentuk meja. Fungsi dolmen sebagai tempat pemujaan kepada arwah nenek moyang sekaligus tempat peletakan sesaji. Terdapat juga batu dakon (lumpang batu), yakni batu berlubang satu atau lebih, berfungsi sebagai tempat membuat ramuan obat-obatan.
Luas Situs Taman Purbakala Prasejarah Cipari 6.364 meter persegi. Artefak-artefak, yakni peti kubur batu, gerabah, gelang batu, beliung persegi, kapak perunggu, dan manik-manik ditemukan pada beberapa kali penggalian.Berdasar temuan itulah situs ini diduga berasal dari masa perundagian (paleometalik atau perunggu-besi) yang masih melanjutkan tradisi megalitik, sekitar tahun 1.000—500 SM. Saat itu masyarakat sudah mengenal cocok tanam dan organisasi yang baik.
Walaupun ditemukan artefak-artefak namun temuan ini tidak dapat menjelaskan siapa yang dikubur dalam tiga peti kubur batu itu dan bagaimana ciri-ciri fisiknya, selain diperkirakan tiga orang itu adalah pemuka masyarakat.
Situs Museum Taman Purbakala Cipari berada di lingkungan Kelurahan Cipari Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Terletak di daerah berbukit dengan ketinggian 661 meter dpl, di kaki gunung Ciremai bagian timur dan bagian barat kota Kuningan. Cipari berjarak 4 kilometer dari ibukota Kuningan dan 35 kilometer dari kota Cirebon.
Area ini sebelumnya adalah tanah milik Bapak Wijaya serta milik beberapa warga lainnya. Pada tahun 1971, Bapak Wijaya menemukan batuan yang setelah diteliti ternyata peti kubur batu, kapak batu, gelang batu, dan gerabah. Setelah diadakan penggalian percobaan dengan tujuan penyelamatan artefak tahun 1972, tiga tahun kemudian diadakan penggalian total. Setahun kemudian dibangun Situs Museum Taman Purbakala Cipari. Pada 23 Februari 1978 museum diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. DR. Syarif Thayeb
Sekarang kondisinya kurang terawat baik kondisi situs dan gedung museumnya. Hal ini kurangnya perhatian dari pemerintahan kabupaten Kuningan sebagai tempat wisata dan penelitian. Kurangnya perhatian dapat dilihat dari tidak dilakukan perbaikan gedung, fasilitas pendukung keterangan situs dan buku yang menyangkut situs tersebut. Seharusnya dilakukan peremajaan beberapa hal di atas juga publikasi melalui situs resmi pemerintahan kabupaten Kuningan. Semoga kunjungan pada bulan April 2009 yang baru dilakukan oleh Kami pad saat yang akan datang ada perubahan yang berarti dan mendapat perhatian lebih.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |