|
|
|
|
TRADISI KEPEMIMPINAN DI DESA ADAT TAJEN Tanggal 07 Aug 2018 oleh OSKM_16818128_IGA . |
TRADISI KEPEMIMPINAN DI DESA ADAT TAJEN,
KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN, BALI
Desa Tajen adalah desa yang berada di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, Indonesia. Penduduk Desa Tajen berjumlah 2.921 jiwa terdiri dari 1.421 laki-laki dan 1.500 perempuan (Data tahun 2016). Ada dua sistem pemerintahan yang terdapat di Desa Tajen seperti umumnya desa-desa di Bali yaitu Desa Dinas Tajen dan Desa Adat Tajen. Desa Dinas Tajen merupakan perwakilan pemerintah Indonesia di Desa Tajen yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa dan dipilih secara demokratis setiap 5 tahun sekali. Sedangkan Desa Adat Tajen dipimpin oleh seorang Bendesa Adat yang hanya boleh dipilih dari keluarga yang mendirikan Desa Tajen pertama kali dan kepemimpinannya dapat berlangsung seumur hidup kecuali yang bersangkutan mengundurkan diri. Tugas Bendesa Adat Desa Tajen umumnya berkaitan dengan urusan suka dan duka masyarakat Desa Tajen seperti upacara persembahyangan, pernikahan, kematian, dan kegiatan lainnya berkaitan dengan adat dan budaya yang ada di Desa Tajen.
Tradisi pemilihan Bendesa Adat Desa Tajen sangat berkaitan dengan sejarah penaklukan Pulau Bali oleh Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Patih Gajah Mada selaku Panglima Perang Tertinggi dan salah satu Wakil Panglima Perang yang bernama Arya Kenceng yang mendapat daerah kekuasaan di Tabanan dan Badung. Pusat pemerintahannya terletak di Pucangan / Buahan, Tabanan lengkap dengan taman sari di sebelah tenggara istana. Beliau memerintah dengan bijaksana sehingga keadaan daerah Tabanan menjadi aman sentosa. Arya Kenceng telah mengambil isteri puteri keturunan brahmana yang bertempat tinggal di Ketepeng Renges yaitu suatu daerah di Pasuruan yang merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Dari perkawinannya tersebut maka lahirlah dua orang putera yang bernama Sri Megada Prabu / Dewa Raka dan Sri Megada Nata / Dewa Made. Dalam kehidupannya Sri Megada Prabu / Dewa Raka tidak berminat dengan keduniawian dan membangun pesraman di Kubon Tingguh serta mengangkat lima (5) orang anak asuh ( Putra Upon-Upon ) yaitu Ki Bendesa Beng, Ki Guliang di Rejasa, Ki Telabah di Tuakilang, Ki Bendesa di Tajen, dan Ki Tegehen di Buahan.
Pemilihan lokasi untuk bermukim di Desa Tajen diawali dengan adanya cahaya/api terang (teja) yang terlihat dari kejauhan dan ternyata setelah didekati berasal dari pohon beringin. Adanya kejadian tersebut membuat Ki Bendesa (Tajen) dan pengikutnya memutuskan menetap dengan pusat pemukinan berada di bawah pohon beringan bagian selatan dengan dilengkapi tempat pemujaan (pelinggih) yang disebut Pura Puncak Batur sebagai penghormatan kepada luluhur yang merupakan keturunan Arya Kenceng. Dalam perkembangannya pohon beringin yang menghasilkan cahaya/api terang (teja) tersebut di sebut sebagai Taru Agung (Pohon Agung) dan desa tempat bermukim di sebut Desa Tajen.
Untuk menghormati peristiwa tersebut maka masyarakat meyakini bahwa yang berhak memimpin Desa Adat Tajen adalah keluarga (keturunan) dari Ki Bendesa Tajen yang menempati rumah di sebut Jro Gede Tajen. Dan sampai saat ini tradisi tersebut tidak pernah dilanggar karena masyarakat percaya akan akibat yang tidak baik jika tradisi dihilangkan. Dan untuk Desa Dinas Tajen (sesuai dengan UU Pemerintahan Dalam Negeri ) masih diijinkan untuk mengambil orang yang bukan keluarga (keturunan) Ki Bendesa Tajen. Untuk mengingatkan hal tersebut maka dibuatkan prasasti yang di tempatkan di depan rumah Ki Bendesa Tajen.
Sumber: Babad Arya Tabanan, Kantor Dokumentasi Budaya Bali, Propinsi Daerah Tingkat I Bali, Denpasar, 1997
#OSKMITB2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |