|
|
|
|
Si Layark Tanggal 23 Jan 2015 oleh Riduwan Philly. |
Pemamanan Dalam Salah Satu Tradisi Pernikahan Suku Alas |
Disebuah desa yang nyaman, namanya Engkeran di wilayah Tanah Alas Aceh Tenggara, masyarakatnya hidup dengan kebersamaan dan gemar bergotong royong, masyarakat desa ini hidup dari hasil pertanian, peternakan dan hasil hutan. Hasil pertanian dan peternakan masyarakatnya melimpah ruah.
Desa tersebut dipimpin oleh seorang raja yang memerintah secara turun temurun. Raja ini sudah beberapa tahun tidak mempunyai keturunan. Dan menurut kebiasaan atau tradisi di Alas, bahwa seseorang yang tidak mempunyai keturunan apalagi tidak laki-laki maka silsilah itu akan putus. Sebab yang hanya bisa menyambung silsilah dari keturunan keluarga hanya anak laki-laki sebab kalau perempuan dia akan dibawa suaminya.
Pada malam hari, si istri raja berdiskusi dengan suaminya, “suamiku,,, sudah lama kita berumah tangga, ingin rasanya aku mempunyai anak” si istri berkata kepada suaminya. “betul kamu istriku,,, jika esok aku mati, dan kita tidak punya keturunan, aku takut tidak ada lagi penerus kerajaan Ngkeran ini”. Kemudian mereka saling bercerita tentang bagaimana caranya agar raja mempunyai keturunan, dan dimana tempat berobat yang mujarab di Tanah Alas ini. Kemudian raja Ngkeran memanggil utusan untuk mencari ahli nujum (dukun) yang hebat di tanah Alas. Semua dukun yang ada di Tanah Alas ini sudah dicoba untuk mengobati mereka supaya raja mempunyai keturunan, namun tidak ada dukun yang bisa untuk membuahkan istri raja agar supaya memperoleh anak.
Suatu hari terdengarlah berita bahwa di Singkil ada Guru Mbelin (Dukun Hebat), maka raja dan istrinya pergi ke Singkil untuk berobat sesuai dengan hajatan mereka. Pergilah mereka ke wilayah Singkil untuk berobat.
Baju pernikahan Masyarakat Suku Alas |
Dirumah dukun ini mereka berobat dengan tekun dan sabar, sang raja mematuhi segala persyaratan yang diminta oleh dukun kepadanya. Setelah dua bulan berlalu, dukun pun berkata “pulanglah kalian,,, yakinlah bahwa setahun yang akan datang istrimu telah memangku seorang anak”. Kata si dukun kepada si raja Engkeran. Akhirnya dengan berbesar hati dan penuh harapan pulanglah mereka ke Tanah Alas melalui Tanah Karo.
Sewaktu raja Ngkeran ini di Singkil, Pengulu Mude yang merupakan adik dari Raja Ngkeran sudah berbesar hati dan mengira bahwa dialah yang akan meneruskan pemerintahan di Ngkeran, dia menyangka abangnya ini tidak pulang lagi dari Singkil, jika abangnya ini tidak pulang maka dialah yang akan mejadi Raja dengan istilah jika abangnya ini meninggal maka kerajaan ini jatuh kepada Penggulu Mude.
Namun perkiraan Pengulu Mude meleset, sang raja dan istri telah kembali ke desanya di Engkeran dengan wajah berseri-seri dan siap menyambut saat-saat yang dinanti. Setelah sampai di Ngkeran, beberapa bulan kemudian istrinya mengidam seperti yang dikatakan si dukun, tampak gembiralah raja mendengar kabar bahwa sang istri sudah mengandung anaknya.
Kegembiraan raja rupanya tidak bagi Pengulu Mude, akhirnya dia berencana untuk membunuh dan melenyapkan calon bayi yang ada di kandungan istri raja. Lalu pergilah Pengulu Mude mencari tukang nujum (dukun), setelah ketemu dengan dukun yang dicarinya, mupakatlah dia dengan iming-iming dan segala rayuan.
“wahai tukang nujum,,,,” kata Pengulu Mude; “marilah kita ke rumah raja, saya ingin nanti kamu nyatakan kepada raja Ngkeran, bahwa anak yang kelak akan lahir itu adalah anak yg hanya membawa malapetaka dan membawa sengsara di negeri ini,,,,;
pak dukun yang hebat… kalau rencana dan cita-cita kita ini berhasil, sehingga anak raja ini nantinya tersingkir, maka engkau akan ku angkat menjadi wakilku dan aku menjadi raja, dan akan ku berikan kepadamu kerbau sebanyak 7 ekor” kata Pengulu Mude kepada dukun itu. Mendengar tawaran ini si tukang nujum pun terpengaruh dan berangkatlah mereka ketempat raja.
Tukang nujum; “ampun tuanku,,, jika kedatangan ku kemari membawa kabar suka cita”
Raja: “apa gerangan kata raja”,
kata dukun si ahli nujum; “menurut ilmu tenum yang saya lihat kelahiran anak baginda raja ini akan membawa bala petaka dinegeri kita ini, mengingat bahwa selama raja memimpin negeri ini rakyat terlihat makmur sentosa, aman, pertanian melimpah ruah,,, tetapi dengan lahirnya anak raja ini, walaupun kita semua sangat sayang padanya, tetapi dialah yg membawa petaka nantinya,,, musibah, penyakit dan hama tanaman akan datang, kita juga akan dijajah orang lain, raja pun akan dibunuhnya,,,,”
kata dukun si ahli nujum; “jadi saya mohon raja jangan bersedih hati, saya rasa kandungan yang bakal anak raja ini lebih bagus kita singkirkan saja”.
Setahun kemudian memang benar, tepat di bulan yang diperkirakan lahirlah seorang putra yang tampan rupawan. Dan hampir tidak tersaingkan tampannya diseluruh wilayah tanah Alas sehingga sampai terdengar oleh pamannya di Natam. Karena pada waktu itu mereka pergi ke Singkil dengan menggunakan perahu layar, maka dinamakanlah nama putranya Silayar.
Setelah berusia lebih kurang 10 tahun, Silayar sudah bertemu dengan impalnya Brudinam, Brudinam adalah anak dari pamannya yang tinggal di Natam, dan rupanya karena ketampanan Silayar, membuat Brudinam jatuh hati padanya.
Setelah sepuluh tahun raja mengingat kembali dengan apa yang dikatakan oleh si dukun mengenai ancaman mala petaka dan bahaya yang akan menimpa raja dan negeri tanah Alas ini. Seharusnya Silayar sudah dibunuh semenjak Ia lahir, namun ibu Silayar bermohon pada raja agar Ia tidak dibunuh,“biarkan saya yang merawat Silayar untuk beberapa tahun ini…” kata ibunya dengan memohon. Akhirnya disaat Silayar sudah berumur 10 tahun, Ia tidak dibunuh juga atas permintaan ibunya, melainkan dibuang ke gunung, Ia disuruh mengembala kerbau dengan catatan tidak dikirimi belanja, sang ibu terus dan terus menangis tapi apalah daya perempuan, sebab di sini debekhu atau si perempuan itu lemah tidak mempunyai hak yang sama dengan laki-laki.
Tanah Alas Zaman Dulu |
Kabar mengenai Silayar sudah diasingkan ke hutan oleh raja, sehingga terdengarlahlah berita kepada pamannya disana bahwa Silayar sudah disia-siakan, maka datanglah impalnya Brudinam dari Natam untuk mencari Silayar “kemana impal saya…?” Brudinam bertanya kepada Pengulu Mude; “Pengulu Mude menjawab; ah… impal mu udah di hutan sana, untuk apa lah guna engkau cari. Saya ada penting,,, bagaimanapun saya harus menjumpai Silayar” kata Brudinam kepada Pengulu Mude.
Kemudian pergilah Brudinam menjumpai Silayar ke hutan, kemudian dia melihat impalnya sudah kurus, dan berpakaian compang camping. Walaupun kurus namun Silayar tetap terlihat tampan, meskipun Silayar kurus pertumbuhan badannya normal, tidak tinggi dan tidak pendek.
Pernah suatu hari Silayar di gunung, dia tidak lagi mempunyai pakaian karena sudah hancur. Pada saat itu ada ibu-ibu mencari kayu bakar kesana, jadi setelah dia mngumpulkan kayu bakarnya, ibu ini mengambil akar menjalar untuk mengikat kayu bakar yang didapatnya. Begitu ibu ini menarik akar itu, akar tersebut terinjak oleh Silayar, ditarik ibu, ditahan Silayar, ditarik ditahannya dan seterusnya. Begitu dilihat oleh ibu ini tampak seperti manusia, tapi tidak berpakaian selayaknya manusia (tidak bersyari’at). Lalu si perempuan atau ibu ini bertanya: “hai yang disana… apakah kamu manusia atau jin?, jika kamu manusia tunjukanlah diri kamu, jika kamu jin apa yang engkau inginkan dariku?”
Datang suara dari balik kayu; “hai ibu,,, aku adalah manusia sama seperti kamu, tatapi saya tidak berani keluar karena saya tidak punya pakaian lagi …”
Kebiasaan didaerah ini kalau perempuan pergi ke ladang, ke sawah atau urusan pekerjaan lainnya, perempuan biasanya membawa kain sedikit-dikitnya dua lembar kain, yang satu untuk diikatkan dipinggang, dan yang satu dipakai sebagai kain sarung.
Kemudian si Ibu ini tadi membuka kain yang diikat dipinggangnya lalu dilemparkannya ke Silayar,“jangan tengok kemari” kata Silayar, lalu siperempuan berbalik dan melemparkannya ke belakang, lalu Silayar memakai kain itu tadi. Kemudian berceritalah dia dan mengatakan bahwa dia Silayar anak Raja Ngkeran. Setelah itu si Ibu ini tadi menyampaikan kabar kepada Ibu Silayar lalu Ibunyapun menangis, namun dari cerita ini sang raja dan Pengulu Mude tidak mengindahkan.
Pada suatu ketika, pamannya Silayar di Natam hendak mendirikan rumah, maka diundanglah keluarga dari Ngkeran untuk kenduri ke Natam. Atas undangan kenduri untuk mendirikan rumah tersebut, maka berangkatlah raja, mamaknya, pakciknya Pengulu Mude beserta rombongan. Pamannya juga seorang raja di sana, namun Silayar tidak dibawa karena dia berada dihutan. Dengan acara tersebut rupanya ada kontak batin antara Silayar dengan pamannya, lantas Ia turun ke kampung lalu pergi kerumahnya. Sampai di rumahnya Ia tidak melihat lagi orang tuanya, kemudian Ia keluar rumah dan menanyakan kepada penduduk dimana ayahku, dimana ibuku kenapa tidak ada yang di rumah,,,?
Salah satu diantara penduduk yang ada dikampung tersebut menjawab; “Silayar, kenapa kamu tidak pergi ke tempat pamanmu, disana pamanmu sedang mendirikan rumah, disana mau diadakan kenduri”. Bahwa dahulu di Tanah Alas kalau mendirikan rumah diadakan kenduri, dan masih dilakukan turun temurun sampai sekarang budaya mendirikan tiang rumah ini.
Pergilah Ia kesana dengan berjalan kaki dan hati sedih karena merasa terasingkan oleh keluarganya. Disana rupanya banyak orang yang sudah mencoba mendirikan rumah itu, tetapi tiangnya tetap saja tidak mau berdiri. Dipanggilpun dukun untuk membaca mantra, tetap tiangnya tidak dapat berdiri, hal itu tertahan karena kekuatan bathin Silayar yang belum tiba pada saat itu. Kemudian dukun berkata “kita tidak mampu mendirikan rumah ini,,, sebenarnya ada seorang anak bertuah yang sakti, dan ada hubungannya dengan kalian, tetapi saat ini dia tidak ada disini … carilah itu, kalau ada dia, dia bisa mendirikannya itu, kata si dukun”.
Semua penduduk bertanya siapa gerangan, akhirnya sewaktu anaknya Brudinam pergi ke sumur mengambil air, terlihat olehnya impalnya Silayar disana, kemudian Ia dibawa kerumah. Semua orang yang ada disana meminta Silayar ini supaya merestui mendirikan tiang rumah itu. Setelah dia siram degan air yang dia berkati, maka tiba-tiba hanya dengan dua orang saja tiang rumah itu bisa berdiri. Semua orang besorak ceria dan kagum atas kejadian itu. Terpukul hati pakcik dan bapaknya karena malu, karena dia datang dengan pakaian compang camping tidak seperti layaknya pakaian seorang keluarga raja, sehingga ketauanlah bahwa Silayar sudah disia-siakan oleh keluarganya.
Esoknya mereka pulang lagi ke Ngkeran, diperjalanan Pengulu Mude mengintai Silayar yang juga sedang berjalan menuju pulang, posisinya tepat dibagian paling belakang. Tepat di Pulo Biang, ada rute jalannya yang mula-mula datar kemudian menurun, lalu melewati titi papan yang dibawahnya mengalir air Sungai dari pegunungan lebar sungainya 4-5 meter. Kemudian, disitulah Ia dipukul, lalu dibuang langsung ke sungai pulo biang itu. Sungai ini bermuara di Sungai Alas, disanalah dia terapung-apung disungai yang ada pusarannya.
Sewaktu kejadian itu, Brudinam selama kampung sudah merasa ada tanda-tanda yang tidak enak, dia melihat ada burung elang yang menjerit-jerit diatas atap rumahnya, “ini suatu pertanda yang tdak enak kata Brudinam,,, mari kita turun kata Brudinam kepada orangtua dan keluarganya, barangkali ada sesuatu yang terjadi pada Silayar”. Kemudian berangkatlah mereka ke Pulo Biang, dilihatnyalah Silayar sudah terapung-apung di pusaran sungai Alas di Pulo Biang dan tampak sudah hampir meninggal. Keluarga yang melihat Silayar disungai tersebut tidak berani untuk turun dan mengambil kesungai. Kebetulan lewatlah disana Tengku Putih, Ia adalah seorang Jin yg dinamakan Jin Islam Tengku Putih. Brudinam minta tolong kepada Tengku itu. Lalu diselamatkanlah dan dibawalah Silayar kegubuknya Tengku Putih untuk diobati, disana Ia diobati dengan ramuan-ramuan khusus untuk di minum yang dibuat oleh Tengku Putih. Setelah diobati kondisinya membaik, lalu Ia dibawa pulang ke rumah Brudinam, lama-kelamaan dia balik lagi ke kampungnya di Ngkeran, tidak tahan disana kemudian Ia pulang lagi ke tempat pamannya di Natam.
Melihat Silayar masih hidup dan terus tumbuh makin remaja, Pengulu Mude mulai membuat rencana jahatnya agar Silayar cepat mati karena Ia ingin cepat-cepat menjadi raja, “kalau terus-terusan seperti ini, dia bakalan hidup ini, kalau Ia tidak mati saya tidak bisa menjadi raja”. Jadi dibuatnyalah suatu cara. Dan suatu hari Pengulu Mude berangkat ke Natam tempat paman Silayar, karena Silayar sedang berada disana. Sesampai pakciknya Pengulu Mude di rumah Brudinam, diajaklah dia “wahai anakku… kata ayahmu kita harus berangkat ke Blangkejeren untuk membeli kerbau, tidak ada kawan saya selain daripada kamu yang dapat dipercaya oleh ayahmu” kata Pengulu Mude. Si Brudinam tidak memberikan izin karena tidak percaya dengan Pengulu Mude yang bersifat licik, dan penipu. Tapi Silayar tidak bisa menolak karena Ia menganggap ini adalah perintah Ayahnya. “Sebagai seorang anak yang harus berbakti kepada orang tua, saya ikut pakcik ke Blangkejeren…” kata Silayar. Kemudian dia bersiap-siap dan pamit kepada pamannya dan Bru Dihe, untuk ikut Pengulu Mude dan berangkatlah mereka ke Blangkejeren menemani pakciknya.
Sesampai di Blangkejeren (Gayo) lalu dibelilah kerbau sebagaimana yang direncanakan oleh Pengulu Mude. Setelah mendapat kerbau tersebut, kemudian mereka pulang ke Tanah Alas. Tepat di tanah pengurusan yang curam, yaitu di gunung Nggurah tepatnya di tikungan yang banyak di gunung Nggurah sekarang, lalu dari belakang pakciknya Pengulu Mude sambil memegang sebuah kayu yang cukup besar, sudah bersiap untuk memukul Silayar, dan disaat waktu yang tepat dipukulnyalah Silayar lalu dijatuhkannya disana yaitu suatu jurang yang sangat dalam. Dan suatu bukti sekarang di Nggurah ini, ditanah pengurusan namanya sampai sekarang tidak ada tumbuh disana tanaman ataupun rumput, jika adapun tumbuh rumput tidak bisa dimakan kerbau, kalau rumput yang tumbuh disana jika dimakan kerbau maka kerbau itu akan mati karena sudah dikutuk oleh Syiah Ketambe. Akhirnya Silayar jatuh ke ke jurang tersebut, kemudian si Pengulu Mude langsung pulang dan membawa kerbau yang dibelinya tanpa menghiraukan nasib Silayar di gunung Nggurah tersebut.
Satu hari kemudian sampailah Pengulu Mude ke tempat Brudinam, lalu ditanya “kemana Silayar” kata impalnya, dan Pengulu Mude menjawab sambil berbohong; “Saya minta maaf, Silayar tidak bisa saya selamatkan, Silayar sudah dimakan harimau sewaktu kami pulang dari Gayo, maka tidak jadilah engkau menikah denganya. Sambil berharap karena Pengulu Mude juga sudah lama jatuh hati kepada Brudinam, kemudian dia berkata; “menikah sajalah denganku, apa lagi yang engkau harapkan, sementara dia sudah dimakan harimau,,,,” kata Pengulu Mude kepada Brudinam sambil menyampaikan lamaran kepadanya di dalam rumah Brudinam. Brudinam bersedih, sehingga rayuan hebat yang dikeluarkan Pengulu Mude membuat Brudinam jadi terpengaruh. Sehingga pada suatu hari atas pertimbangan Brudinam dan ayahnya, maka Brudinam pun menerima dan kata sepakat dari orang tuanya untuk menerima lamaran Pengulu Mudepun.
Suatu keajaiban, rupanya Silayar tidak jadi mati. Sewaktu Ia dijatuhkan, Silayar ditangkap dan diselamatkan oleh Syiah Ketambe. Oleh Syiah Ketambe ini dia mengobati dan merawat Silayar sampai sembuh, dan diajarilah dia ilmu perang, ilmu perang inilah yang dinamakan dengan ilmu Peulebat. Kemudian setelah Ia pandai, Syiah Ketambe sebagai tuan gurunya ini sudah mengetahui melihat dari pandangannya bahwa tunangannya ini mau dikawinkan dengan pakciknya, lalu Syiah ini mengatakan; “turunlah kau nak….“, Silayar menjawab; “bagaimana saya turun kek, lagian saya tidak mau lagi lepas dari kakek, saya ingin tetap dan hidup bersama kakek… saya gak mau lagi pulang kek. Kakek menjawab; “Nak,,, kau tidak bisa tinggal bersamaku… kau ku rawat dan ku pelihara bukan untuk tingal tetap denganku, kau harus pulang ke negerimu, kau ku beri tugas untuk membawa misi kebenaran, kau harus menunjukkan kebenaran itulah yang menang dan yang salah itulah yang akan kalah”… dan kamu juga harus tahu bahwa tunanganmu saat ini mau dikawinkan dengan pakcikmu Pengulu Mude. Silayar merasa bahwa Ia telah di tipu dan dikhianati oleh Pengulu Mude dan Brudinam, dengan hati yang kecewa bercampur dengan sakit hati Silayar siap untuk turun ke kampung Natam.
Syiah Ketambe kemudian mendekati Silayar dan memegang kepalanya sambil berkata; “Nak, sekarang engkau ku berkati, dan kubekali engkau dengan sebuah pedang dan dua bilah bambu, pakaian pakcikmu itu pakaian kerajaan untuk dikawinkan dengan tunanganmu Brudinam, dan kau akan ku berikan pakaian yang lebih bagus dari itu. Lalu diberikanlah kepadanya sepasang pakaian berwarna kuning yang lengkap dengan kain ikat kepala, kain ikat pinggang. Jadi kalau di Alas ini pakaian yang kuning lengkap itu adalah suatu pakaian kerajaan kemegahan yang diberikan kepada Silayar. Lalu diberikanlah sebuah pedang yang berkilau kemilauan merupakan pusaka dari Syiah Ketambe untuknya dan dua potong bambu yang digunakan untuk Peulebat.
Syiah Ketambe berkata; “nanti setelah engkau sampai disana, minta kepada tunanganmu supaya tunanganmu meminta kepada Pengulu Mude bahwa sebelum akad pernikahan agar bertanding terlebih dahulu dengan mu. Dan bambu yang kuning ini untuk mu dan bambu putih ini untuk Pengulu Mude”.
Setelah Silayar menerima semua pemberian Syiah Ketambe, lalu turunlah dia, karena jarak dari atas gunung ke kampung sangat jauh, maka diperintahkan oleh Syiah Ketambe sebagai tunggangan Silayar se-ekor harimau, lalu harimau tersebut mengantar Silayar sampai ke kampung Natam tempat tinggal Brudinam. Sampai di Natam, si harimau menurunkan Silayar, harimaupun kembali pulang ke gunung kemudian Silayar langsung ke tempat Brudinam.
Suasana di tempat Brudinam sudah ramai, karena orang sudah banyak berjaga-jaga untuk menunggu kedatangan Pengulu Mude untuk menjemput bakal istri (Brudinam) atau mekhaleng. Melihat kedatangan Silayar, semua orang pada heran, terlihat disana ada seorang pemuda yang gagah dan tampan rupawan, pakaiannya kuning lengkap dan terlihat sangat serasi dan berwibawa. Terbetik dihati si Brudinam dan berkata; “siapakah gerangan yang disana itu, apakah dia tunangan saya Silayar?Kemudian Brudinam mendekatinya. “Eh… engkau kah itu bang?” Kata Brudinam.
“Jangan engkau dekati aku” kata Silayar…., engkau ini kan bakal calon istri Pengulu Mude, calon orang kaya raya, aku ini apalah orang sengsara, dari kecil saya sudah disia-siakan oleh ayah ibu saya, kau tidak pantas dengan saya…. Menangislah si Brudinam, dari hati perempuan berkata aku masih tetap cinta kepadamu, katanya dalam hati.
“Jadi mengapa kamu mau menerima pinangan Pengulu Mude”, kata Silayar kepada impalnya. Brudinam menjawab; “kata Pengulu Mude abang sudah diterkam oleh harimau dan dimakan, itu makanya saya terima pinangannya, awalnya saya menolak, itupun orang tua saya memaksa, kalau tidak terpaksa sayapun tidak mau”. Kata Brudinam.
“Bagus, kalau kau cinta kepada saya, saya ada permintaan….” Kata Silayar.
Brudinam menjawab; “apa permintaan abang, akan saya berikan, sekarang pun kita kawin lari saya mau….” Kata Brudinam. “Oh jangan impal ku, kalau kawin lari semacam itu tidak baik, hina dan tidak terhormat….” Kata Silayar. “jadi bagaimana, apa syaratnya?” kata Brudinam
“dalam pesta mu dengan Pengulu Mude ini, jika besok mereka datang, kamu buat permintaan mu kepada pengantin laki-laki (Pengulu Mude), berikan persyaratan padanya bahwa sebelum naik ke rumah untuk akad nikah, suruh dia tanding dengan ku, perang dengan bambu ini, bambu putih ini kau serahkan padanya, yang kuning ini kau berikan kepada saya”. Dan jenis serta ukuran bambu tersebut sama, Cuma warnanya saja yang berbeda. Brudinam menyanggupi permintaan Silayar. Pulang lah Brudinam ke rumahnya, dan Silayar pun pergi.
Esok harinya, tepatnya sore hari datanglah rombongan orang menjemput acara mekhaleng acara pernikahan untuk menjemput pengantin perempuan. Sesampai didepan rumah, rombongan pengantin laki-laki disambut, lalu Brudinam maju ke depan pintu dan berkata; “sebelum pernikahan ini dimulai, saya ada syarat permintaan kepada Pengulu Mude calon suami saya”
“Apa… syaratnya?” kata Pengulu Mude, “asal jangan kau minta langit dengan bintang, lain dari itu ku serahkan kepada mu, kalau kau minta langit dan bintang aku tak mampu memberikan” kata Pengulu Mude, “kalau yang ada didunia ini kau minta saja, kalau kepala orang kau minta, nyawa orang kau minta akan ku berikan” katanya.
“Ada satu permintaan saya”, kata Brudinam. “Kau harus bertanding main peulebat dengan seorang pemuda, kau harus mampu melawan dan mengalahkannya”.
“Ohh…. Jangan coba-coba kata Pengulu Mude, tidak ada yang mempu mengalahkan saya. Saya ini bukan orang sembarangan, satu lawan lima saya mampu, asal jangan bapak kamu saja lawan saya. Kalau dengan orang lain siapapun saya mau” katanya kepada Brudinam. “Suruh pake canang untuk mengirigi pertandingan kami” kata Penguu Mude dengan sombong.
Brudinam berkata; “Ya, sebentar lagi lawan kamu akan datang”, padahal Silayar juga sudah ada disana. Kemudian sekelompok ibu-ibu dari rombongan pengantin laki-laki memainkan musik canang Alas, lalu Pengulu Mude melompat ke tengah dan menari-nari sendirian di tengah penonton dan berkata…“mana lawan saya…?” “sebentar lagi dia akan datang….” Kata Brudinam. Waktu dia sebut begitu, lompatlah Silayar ke tengah,,,, “Ini lawan mu….” Kata Silayar. “Hei….. kamu masih hidup ya…., hari itu kamu sudah saya bunuh tetap juga kau masih hidup, sekarang kau malah mau menantang saya…” kata Pengulu Mude tanpa sadar telah mengakui semua kejahatan yang dilakukannya selama ini kepada Silayar. “dimuka umum ini rupanya kamu mau menantang saya”. Lalu Brudinam menghampiri mereka, dan memberikan bambu kuning kepada Silayar dan bambu putih ke Pengulu Mude, dan bertandinglah mereka.
Tidak lama di pemainan peulebat itu si Pengulu Mude sudah sering kena bambu dari Silayar, ketapak-ketepuk, ketepak-ketepuk,,,, sudah sering kena dia, namun Pengulu Mude ini tidak juga jera dan tetap melakukan perlawanan. Karena merasa malu diperlukan Silayar dan seringnya bambu tersebut mengenai dirinya, Pengulu Mude makin emosi, karena panasnya hati Pengulu Mude dia cabut pedangnya dan berkata “hai Silayar… kau akan ku bunuh sekarang juga, tidak percuma nama saya ini Pengulu Mude jika tidak ku bunuh kau dimuka umum” kata pakciknya Pengulu Mude.
Setelah dia mencabut pedangnya dan mengarahkan kepada Silayar, datang Silayar dengan tenang dan mencabut pedangnya. Pedang pemberian Syiah Ketambe ini unik kemilau pedangnya. Kemudian Silayar berkata kepada Pengulu Mude, “Hai pakcik ku Pengulu Mude, Syiah dan Tuhan telah menyerahkan nyawamu sekarang di mata pedang saya ini, jadi saya tidak berdosa lagi bila engkau mati dimata pedang ini”.
Lantas mereka bertanding dan saling menyerang,,, beberapa kali Pengulu Mude mencoba mau menghentak Silayar dengan pedangnya namun tidak kena, karena Silayar sudah dilatih dan diajarkan untuk berperang. Dari guru Silayar yang bukan orang biasa melainkan Syiah. Setelah beberapa kali Pengulu Mude mencoba mengenai Silayar namun tidak kena juga, akhirnya giliran Silayar yang menyerang, “dan sekarang giliran saya yang akan memancung kamu, bersiaplah kau, sejak hari ini kamu tidak menjadi Pengulu Mude lagi, dan kau tidak akan pulang lagi dengan selamat ke Ngkeran padang lemisik dan kau juga tidak akan jadi pengantin”, kata Silayar. Lalu dengan keahlian dan kecepatan teknik perangnya, maka dengan sekali tebas putuslah leher Pengulu Mude.
Ditempat itu juga Bapak Silayar menangis melihat terbunuhnya Pengulu Mude ditangan anaknya Silayar, sedangkan orang lain semuanya bertepuk tangan.
Kemudian Brudinam mendatangi Silayar dan dipeluklah Silayar yang menjadi bakal suaminya, dan terungkaplah kepada bapak Silayar bahwa itu semua adalah ulah dari Pengulu Mude yang diungkapkan calon mertua Silayar, bukan anak mu ini yg membawa petaka, tetapi itu hanya fitnah belaka dari Pengulu Mude, anak mu ini adalah membawa berkah. Akhirnya dikawinkanlah anaknya Brudinam dengan Silayar, akhirnya mereka pulang ke Padang Lemisik di Ngkeran, disanalah dia menjadi raja kembali setelah ayah Silayar mangkat.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |