Naskah Kuno dan Prasasti
Naskah Kuno dan Prasasti
Naskah Kuno Jawa Timur Jawa
Serat Wulangreh
- 14 Juli 2018
Serat Wulangreh ini merupakan salah satu karya Paku Buwana IV, putra Paku Buwana III. Pakubuwana IV ini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Bagus, yang mewarisi darah kaprabon dan kapujanggan ramandanya. Mendapat gelar demikian karena memang memiliki wajah yang sangat tampan. Dalam usia yang cukup belia, 19 tahun, Sunan Bagus naik tahta menggantikan ayahandanya PB III. Pakubuwana IV memegang tampuk pemerintahan Kraton Surakarta Hadiningrat sejak tahun 1788 sampai dengan 1820 M.
Nama kecil Paku Buwana IV adalah Bendara Raden Mas Sambadya. Beliau lahir dari permaisuri Sunan Paku Buwana III yang bernama Gusti Ratu Kencana, pada hari Kamis Wage, 18 Rabiul Akhir 1694 Saka atau 2 September 1768 Masehi. Memegang pemerintahan selama 32 tahun (1788-1820), dan wafat pada hari Senin Pahing, 25 Besar 1747 Saka atau 2 Oktober 1820 M (Purwadi, 2007:81).

Banyak jasa dan perubahan yang dilakukan oleh PB IV ini, baik itu bersifat fisik maupun non-fisik. Dari sekian banyak warisan yang ditinggalkannya, ada beberapa yang masih dapat kita saksikan sampai saat ini. Seperti Masjid Agung, Gerbang Sri Manganti, Dalem Ageng Prabasuyasa, Bangsal Witana Sitihinggil Kidul, Pendapa Agung, dan juga Kori Kamandhungan.
 
Paku Buwana IV yang mewarisi darah kaprabon sekaligus kapujanggan ini juga sangat produktif dan kreatif dalam “dunia pena”, sehingga melahirkan banyak karya sastra yang masih dapat diakses sampai sekarang. Konsep ketatanegaraan dan keilmuan yang dibangun oleh PB IV, membuatnya sangat dikagumi oleh rakyat dan lingkungan istana. Bahkan juga membangun tradisi-tradisi yang berbeda dari sunan-sunan (raja-raja) sebelumnya. Di antara perubahan tradisi tersebut adalah pakaian prajurit kraton yang dulu model Belanda diganti dengan model Jawa, setiap hari Jumat diadakan jamaah salat di Masjid Besar, setiap abdi dalem yang menghadap raja diharuskan memakai pakaian santri, mengangkat adik-adiknya menjadi pangeran (Purwadi., dkk, 2005:345). Perubahan-perubahan yang dilakukan tersebut dimaksudkan untuk menjawakan kehidupan masyarakat, yang sebelumnya terkontaminasi oleh budaya Belanda.
 
Berbagai upaya baik itu bersifat fisik maupun non-fisik, yang dilakukan PB IV banyak membuahkan hasil, sehingga pantaslah jika beliau ditempatkan sebagai Pujangga Raja. Dalam bidang sastra dan budaya, diantara karya-karya beliau yang terkenal adalah Serat Wulangreh, Serat Wulang Sunu, Serat Wulang Putri, Serat Wulang Tata Krama, Donga Kabulla Mataram, Cipta Waskita, Panji Sekar, Panji Raras, Panji Dhadhap, Serat Sasana Prabu, dan Serat Polah Muna Muni. Dari sekian karya PB IV tersebut, yang paling familiar dalam masyarakat Jawa (bahkan kalangan akademik), adalah Serat Wulangreh. Karena banyak ajaran-ajaran moral dalam serat tersebut yang diperhatikan oleh masyarakat Jawa, bahkan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari (Purwadi, 2007:82).
Banyak ajaran yang dapat diambil dari Serat Wulangreh, baik itu yang bersifat mistik, ilmu pengetahuan, agama, maupun moral-budi pekerti luhur. Adapun ajaran yang sifatnya mistik dalam Serat Wulangreh adalah ajaran tentang Pamoring Kawula –Gusti(bersatunya hamba dan Tuhan). Ajaran tersebut memang sudah sangat familiar dalam kalangan masyarakat Jawa. Istilah pamoring kawula Gusti digunakan dalam Serat Wulangreh, tertulis pamore gusti kawula.
 
Penggunaan istilah pamoring kawula-Gusti itu berasal dari kata pamor, yang merupakan kata jadian dari amor (bersatu atau berkumpul), kata kawula yang berarti rakyat atau hamba, dan kata gusti yang berarti raja, penguasa atau bahkan Tuhan. Dari penggunaan istilah-istilah tersebut dapat dikatakan bahwa kata kawula yang berarti hamba atau rakyat melambangkan badan wadag atau jasmani, sedangkan kata gusti merupakan lambang batin atau rohani. Jadi pamoring kawula-gusti berarti bersatunya antara yang lahir dan yang batin.
 
Dalam Serat Wulangreh terlihat adanya unsur sentralisme penguasa, yang berpusat di kraton. Raja dan kraton yang dipandang oleh masyarakat Jawa (pada zamannya) sebagai pusat kekuasaan, maka dalam serat itu tersirat adanya ajaran PB IV bahwa raja dan kraton juga menjadi wadah semua kekuatan supranatural. Raja dan kraton memang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, tetapi juga memberikan indikasi bahwa dalam hidup ini ada keteraturan kosmos yang harus tetap di jaga. Yaitu hubungan yang harmonis antara manusia sebagai mikro kosmos (jagat cilik)dan alam sebagai makro kosmos (jagad gedhe). Kesatuan antara keduanya bagi masyarakat Jawa dipandang sebagai terminal akhir hidup ini.
 
Wulangreh juga menunjukan adanya konsep dualisme, yaitu perbedaan antara dua kutub yang saling bertentangan, seperti : siang-malam, laki-perempuan, awal-akhir, sedih-bahagia, baik-buruk, positif-negatif, hidup-mati, dan lain sebagainya. Konsep dualisme tersebut merupakan suatu ketentuan dari Tuhan, yang sudah menjadi kehendak-Nya dan harus dijalani oleh manusia. Konsep tersebut harus dipahami sebagai bentuk simbolis dari kesatuan atau koordinasi yang harmonis. Sehingga manusia Jawa dituntut untuk menjaga keseimbangan alam, “Memayu Hayuning Bawana.”
 
Dalam konsep kesatuan dan keteraturan alam, segala kejadian atau realitas kehidupan dipandang sebagai satu kesatuan, bukan berdiri sendiri-sendiri. Karena segala yang terjadi merupakan bagian dari totalitas kosmos yang dikendalikan oleh kekuatan supranatural, dan inilah yang sebut sebagai kasunyatan (hakikat). Realitas lingkungan manusia itu pada prinsipnya adalah masalah spiritual, bukan realitas kasat mata yang dapat kita indra setiap hari. Jadi, realitas materi yang setiap hari kita saksikan sebenarnya adalah masalah batin, bagian dari percikan hakikat kosmos, refleksi dari sistem sebab akibat yang lebih tinggi. Kasunyatan adalah realitas sejati, jelas dan evident, menjadi sebab akibatnya itu sendiri (Purwadi, 2007:85).

Pandangan masyarakat Jawa terhadap kraton bukan hanya sebatas sebagai pusat politik pemerintahan dan budaya, tetapi juga menjadi pusat keramat kerajaan (Fachry Ali, 1986:21). Oleh sebab itu lahirnya karya sastra mistis Wulangreh ini, mencerminkan pemikiran seorang pujangga Jawa sekaligus seorang bangsawan, sehingga terlihat adanya semangat politik pemerintahan dan kekuasaan. Raja adalah milik publik, sebagai manifestasi dari institusi negara yang berusaha mewujudkan keselarasan antara rakyat dan pemerintah, manusia dan alam, serta antara kawula lan Gusti (manusia dan Tuhan).

Sesuai dengan kolofon yang tertera pada akhir teks, Wulangreh selesai ditulis pada hari Ahad Pon, 18 Besar 1735 AJ (1803 AD). Teks dibingkai dengan tembang macapat, terdiri atas 275 'bait' dalam 13 pupuh 'bab'. Ketigabelas pupuh berikut pola tembang serta jumlah pada adalah dhandhangdula (8pada), kinanthi (16 padha), gambuh (17 padha), pangkur (16 pada), maskumambang (30 pada), dudukwuluh (17 pada), durma (12 pada), wirangrong (27 pada), pucung (22 pada), mijil (25 pada), asmaradana (27 pada), sinom (33 pada), dan girisa (25 pada). 


 

Kepustakaan:

 

Sumber: Kekunaan.blogspot.com

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline