Ornamen
Ornamen
Seni Patung/Pahat Sumatera Utara Pulau Nias
Seni Patung Nias
- 23 September 2014

Pulau Nias di tepian Samudera Hindia dan berhadapan dengan pantai Sibolga itu bersama dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya (± 130 pulau) merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara. Luas 5.625 km2 dan berpenduduk sekitar setengah juta jiwa. Tanahnya terdiri dari dataran rendah dan bukit-bukit dengan suhu udara tropis yang cukup nyaman (antara 17° -30° C). Tanah yang subur dengan hutan dan nyiur melambai sepanjang pantai mengan­dung pesona alami yang memikat hati. Memang letaknya terpencil, tetapi justru masih aman dari kebisingan deru mesin, asap pabrik dan limbah industri. Kehidupan masyarakat dan budayanya pun belum banyak tercampur oleh pengaruh asing yang negatif. Budayanya yang asli, yang tradisional, masih banyak bertahan hingga sekarang. Tradisi megalitik dari masa prasejarah pun masih mewarnai kehidupan sehari-hari, demikian pula seni patungnya.

Seni patung Nias sebenarnya sulit dipisahkan dari seni patung Batak, baik ditinjau dari sejarah, daerah maupun latar belakang kon­sepsinya. Kalau kita teliti lebih seksama akan tampak perbedaan da­lam gaya maupun ciri-cirinya, sebab itu sepantasnyalah kalau kita kaji secara khusus.

Tidak disangsikan lagi, seni patung Nias beranjak dari masa pra­sejarah khususnya dari tradisi megalitik atau tradisi budaya yang me­ninggalkan karya dalam bentuk batu-batu besar seperti menhir, dolmen dan lain-lain, yang kemudian menghasilkan patung-patung megalit. Berbagai peninggalan tradisi megalitik terdapat di Nias. Memang Nias di dunia kepurbakalaan sangat terkenal sebagai gudang megalit.

Megalit-megalit itu tidak semua berasal dari masa prasejarah se­bab terus hidup dan berkembang atau mentradisi hingga masa seja­rah. Perkembangan itu seirama dengan perkembangan masyarakat­nya, hanya saja tidak selalu seirama dengan perkembangan teknologi. Pada masa pengaruh agama Islam (sejak abad 17) dan Kristen (abad 19) masuk dimana teknologi berkembang pesat, justru seni patung yang berlatar belakang konsepsi megalitik itu mundur. Sebabnya mudah ditebak, yaitu konsepsi kedua agama besar itu tidak seirama dengan konsepsi megalitik. Sekarang kemampuan seni patung Nias praktis tinggal sisa-sisanya, bahkan tinggal kenangan dengan kebang­gaan atas kejayaan masa silamnya saja dan yang mengembangkan justru seniman bukan Nias.

Peninggalan-Peninggalan megalitik dengan patung-patungnya masih terdapat banyak bertebaran di desa-desa Boronadu, Orahili, Bawomataluo, Hilesematano Kecamatan Gomo, Teluk Dalam dan lain-lain.

Sesuai dengan konsepsi tradisi megalitik, seni patung Nias keba­nyakan patung-patung nenek moyang, yakni sebagai wahana untuk bersemayamnya roh nenek moyang yang didatangkan untuk dimu­liakan dengan cara atau upacara-upacara tertentu. Roh-roh nenek moyang ini masih berperan aktif dalam kehidupan masyarakat se­perti melindungi dari berbagai gangguan, mendatangkan kesuburan dan memecahkan berbagai masalah. Yang lebih berperan adalah roh orang-orang penting, terutama raja (ketua adat).

Patung-patung yang pahatannya cenderung bertelanjang dengan menampilkan alat genital secara mencolok dalam fungsi pemberi berkah kesuburan dan sekaligus penolak roh jahat dan berkalung (untaian manik-manik), dalam sikap yang angker sarat daya magis, ciri-ciri itulah yang menonjol pada patung-patung Nias. Dalam per­kembangannya cenderung disempurnakan dengan atribut-atribut kebesaran raja (kepala adat) seperti pakaian yang lebih indah (de­ngan bagian rahasianya tetap menonjol) dan mahkota atau hiasan kepala yang makin menjulang.

Antara Nias bagian utara dan bagian selatan terdapat perbedaan gaya seni patungnya. Di utara pada umumnya patung dipahat tegak, sedang di selatan umumnya jongkok atau duduk dengan alat kelamin lebih menonjol. Di utara busana dan perhiasan lebih lengkap.

Ragam Hias
Peninggalan budaya batu besar untuk keperluan sakral seperti pe­mujaan leluhur dan berbagai macam upacara itu tidaklah semata di­buat asal memenuhi fungsi utama itu, tetapi juga untuk memenuhi rasa keindahan. Ini terbukti pada susunannya, bentuk serta hiasan. Menhir (bata tegak atau "bahu" yang biasa merupakan bagian paling suci di suatu situs/arena pemujaan megalitik) itupun dalam perkem­bangan dihias. Misalnya "bahu" di desa Orahili (Kecamatan Gomo) puncaknya berhias "foto gogowaya" (bentuk burung enggang) se­bagai burung suci, burung ini pun berhias kalung seperti yang dipakai oleh raja/ketua adat. Di desa Bawomataluo (Kecamatan Teluk Da­lam) terdapat menhir dengan hiasan dua buah "bola" di atasnya, rupanya "bola" itu merupakan bagian tersuci dan yang kelak ber­kembang menjadi "kepala" patung nenek moyang.

Megalit lain seperti dolmen/meja batu, sejenis papan batu yang ditopang batu-batu lain di bawahnya sebagai kaki adalah tempat untuk menaruh sesaji pada waktu upacara berlangsung, kemudian juga berfungsi sebagai "pentas" untuk tarian sakral, banyak berukir dengan hiasan stilasi "osa-osa" atau zoomorfis kedalam corak deko­ratif. Bentuk "larasa" atau kepala raksasa sebagai arwah (dewa) pem­bina yang mempunyai kekuasaan sangat tinggi. Motif larasa juga ter­dapat pada dinding rumah sebagai pertanda kebesaran si pemilik rumah.

Osa-osa di Desa Lahusa berbentuk tiga dimensi dengan mulut lebar, lidah terjulur sedang hidungnya seperti manusia, bagian kepala terpisah dari bagian leher oleh lingkaran yang berfungsi sebagai tem­pat duduk. Osa-osa di desa Orhili lebih unik dengan tiga larasa pada dasar berbentuk empat persegi panjang, pahatannya halus, gerakan-gerakannya ritmis, namun tetap berfungsi baik sebagai tempat du­duk. Semua ini menggambarkan kemahiran seniman Nias dahulu ka­la dalam memahat patung batu.

Dolmen di desa Bawomataluo berbentuk empat persegi panjang dengan banyak relief ornamen berbentuk roda matahari dan tetum­buhan seperti sulur-sulur serta manusia dalam sikap terbelenggu. Magai atau sulur-sulur dimaksudkan sebagai lambang persaudaraan dan pertumbuhan.
 
Kedudukan seni patung
Patung-patung Nias jarang yang berdiri sendiri di alam terbuka seperti halnya patung-patung Batak. Patung-patung itu umumnya merupakan bagian-bagian integral dari satu kompleks yang terdiri dari rumah adat, halaman dengan kelompok megalit. Patung-patung yang besar umumnya ditempatkan di luar, sedang yang kecil-kecil di dalam rumah. Rumah, termasuk tiang dan dindingnya banyak dipahatkan hiasan dengan berbagai motif. Motif binatang sebangsa cicak yang begitu banyak di daerah Batak, hanya sedikit di Nias, itupun sangat mungkin akibat pengaruh kesenian Batak. Patung-patung ada yang berfungsi sebagai penyangga tiang (tiang tarunake) rumah adat atau dekorasi pula.

Permasalahan
Dari uraian singkat diatas kita menemukan kenyataan bahwa bakat atau potensi seni pahat patung di daerah ini sangat kuat. Para seniman dengan peralatan sederhana pun dahulu telah mampu menghasilkan karya yang mengagumkan dunia seni berkat bakat, citarasa dan ketrampilan seni yang diwarisi secara turun temurun. Perkembangan seni patung seakan terhenti, karena pada seniman lebih banyak beralih profesi sementara itu banyak seniman non Nias jualah menggarap kesenian ini. Penyebabnya sangat mungkin adalah karena perkembangan atau perubahan sistim nilai pada masyarakat yang agamanya (Islam dan Kristen) semakin kuat tidak mendukung atau memotivasi kreativitas ini. Dari sudut kesenian atau budaya pada umumnya, hal ini sangat di sayangkan. Apalagi di lain pihak karya seni ini diminati oleh orang, terutama oleh para turis sebagai benda hias.

Dengan demikian, sebelum bakat-bakat itu pudar kemudian musnah alangkah baiknya pelbagai pihak membina dan memberi motivasi lain kepada para seniman itu sehingga bangkit kembali, dengan demikian kita tidak kehilangan khazanah budaya yang unik dan langka itu bahkan justru mendatangkan kesejahteraan masyara­kat secara kultural dan sosial ekonomis.

 

Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1023/seni-patung-nias

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Ikan Tongkol Sambal Dabu Dabu Terasi
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Utara

Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
Peda bakar sambal dabu-dabu
Makanan Minuman Makanan Minuman
Sulawesi Selatan

Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar

avatar
Deni Andrian
Gambar Entri
tes
Alat Musik Alat Musik
Bali

tes

avatar
Reog Dev
Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline