Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
sejarah Sulawesi Selatan Wajo
Sejarah Tana Wajo Versi I #SBM
- 13 November 2018
Berbeda dengan Kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan kebanyakan yang mendatangkan Tokoh luar yang menjadi seorang pemimpin dan Tokoh pemersatu, yang terjadi baik di Butta Gowa, Tana Luwu, Tana Bone, Tana Soppeng, dan beberapa kerajaan Sulawesi Selatan. Tak sama dengan terbentuknya Kerajaan Wajo yang mendatangkan Tokoh dari luar persekutuan yang ada (asli) yang disepakati sebagai pemimpin sentral. Banyak versi mengenai terbentuknya Tana-Wajo, dan tidak mendekatkan dengan konsep To-Manurung yang banyak dianut dalam pembentukan Kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan. Tapi dengan halusnya masyarakat mengatakan “......tidak diketahui asalnya dan tidak diketahui orang tuanya”. Tokoh ini memeperlihatkan keberhasilannya dalam mendatangkan kemakmuran dan ketentraman bagi orang banyak yang dipimpinnya.
 
Terbentuknya Tana Wajo, ada banyak versi cerita rakyat yang menceritakan terbentuknya Tana-Wajo. Setiap cerita rakyat itu, pada umumnya memberikan gambaran bahwa seseorang pemimpin yang diharapkan berhasil dalam kepemimpinannya bukanlah terletak pada tokoh yang “......tidak diketahui asal kedatangannya”. Atau seseorang “...yang luar biasa cara kehadirannya”. Cerita-cerita ini menunjukkan adanya tema yang sama kuatnya, yaitu “...bahwa pemimpin yang diperlukan adalah seseorang yang telah menunjukkan hasil-hasil perbuatan atau pekerjaan yang luar biasa, dan dapat dinikmati oleh setiap orang”.
 
Salah satu cerita terbentuknya Tana- Wajo yakni, cerita tentang We Tadampali’To-masa uli’e, puteri Datu Luwu. Puteri ini dihadapkan dengan penyakit kulit. Agar penyakit yang diidap itu tidak menular kepada orang lain maka, puteri itu, berdasarkan keputusan Ade’ Tana-Luwu, harus dikucilkan dari penduduk Tana-Luwu. Atas dasr itu ia dihanyutkan bersama pelayan dan pengawalnya, baik laki-laki maupun perempuan, dangan sebuah rakit di Teluk Bone. Datu Luwu (La Mallalae) membekali puterinya dengan sebilah kelewang yang disebut a Teakasi, sebilah tombak yang dinamai La Ula’balu dan sebilah badik yang dinamakan Cobo’e. Benda-benda ini merupakan senjata tajam yang bertatakan hiasan keemasan dan benda itu dijadikan pusaka atau regalia Kerajaan Bettempola.
Beberapa hari kemudian, rakit yang membawa We Tadampali’ dan rombongannya terdampar di pantai Akkotengeng. Rombongan itu membeuat perkampungan di dekat sebatang pohon besar yang berna Bajo. Dari kata inilah berasal nama Tana Wajo.
 
Satu versi lain, tetapi dengan alur cerita yang sama, menyebutkan nama puteri Datu Luwu’ itu We Tenri apungeng. Sang puteri terserang penyakit kulit. Maka Datu Luwu’ yang bernama Wero rilangi mengucilkannya ke pegunungan Tana Luwu’. Beberapa waktu kemudian, saudara laki-laki We Tenri apungeng, bernama Ana’kaji, menggantikan ayahnya menjadi Datu Luwu, bermimpi bahwa We Tenri apungeng dapat sembuh dari penyakitnya di pantai Doping. Oleh karenanya tu, dibuatkanlah rakit dan puteri itu dihanyutkan. Bersam rombongannya hingga terdampar di pantai Doping.
Selain itu masih terdapat kisah yang senada dengan versi lain. Cerita itu berwal dari mimpi. Seorang dukun bernama Pabaur, melalui mimpinya, dia diperintahkan menemui dan memelihara We Tenri apuangeng. Mengikuti petunjuk mimpinya itu, maka dipindahkannya puteri ke bukit Lamacongi’.
 
Dari cerita-cerita itu baik menyebut nama tokoh We Tadampuli maupun We Tenri apuangeng mengungkapkan bahwa berkat jilatanbeberapa kali oleh kerbau balar (tedong buleng), maka sembuhlah puteri itu dari penyakitnya. Untuk sang puteri bersam pengikutnya bersama-sam membuka lahan pertanian dengan rajinya. Akhirnya kecantikan puteri pun kembali. Dibuatkkanlah rumah berbentuk rumah panggung,  dengan tiang yang tinggi, yang disebut dengan Bettempola.
 
Sang puteri yang cantik dan molek itu bertemu dengan La Mallu Toanging-raja dan selanjutnya diperisterikan oleh pengeran itu. Beberapa versi mengatakan bahwa La Mallu Toanging-raja seorang pangeran dari Tana Bone yang tersesat dalam perburuannya. Sedangkan versi lain mengatakan bahwa La Mallu Toanging-raja seorang Arung (raja) Bettempola, yang juga memiliki rumah dengan tiang yang tinggi yang sam dengan rumah yang dimiliki oleh puteri.

sumber: Mattulada.1998. Sejarah, Masyarakat, dan Kebudayaan Sulawesi Selatan. Hasanuddin University Press.
http://historissulsel.blogspot.com/2018/10/sejarah-tana-wajo-versi-i.html?m=1#more
 

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Ginonjing
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Tengah

Ginonjing adalah istilah yang digunakan untuk menamai emansipasi Kartini. Istilah tersebut diambil dari nama gending Ginonjing yang digemarinya dan adik-adiknya. Ginonjing berasal dari kata gonjing dalam bahasa Jawa yang berarti "goyah karena tidak seimbang". Ginonjing juga bisa berarti “digosipkan”. Ungkapan ini mengingatkan kepada gara-gara dalam pewayangan yang memakai ungkapan gonjang-ganjing . Menurut St. Sunardi, istilah itu dipilih Kartini sendiri untuk melukiskan pengalaman batinnya yang tidak menentu. Saat itu, dia sedang menghadapi zaman baru dan mencoba menjadi bagian di dalamnya.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline