Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Asal usul nama desa Jawa Barat Desa Karangsembung Kabupaten Cirebon
Sejarah Desa Karangsembung_OSKM18_16718463_Ainun Esra Pradita
- 6 Agustus 2018

Mula-mula terjadinya nama Karangsembung, menurut cerita orang tua yaitu pada waktu itu keadaan di sekitar daerah Desa Karangsembung masih hutan lebat, banyak pohon-pohon kayu besar dan bermacam-macam tumbuhan lainnya. Ketika salah seorang yang sedang berkelana tiba di daerah Karangsembung, kemudian ia berhasrat untuk menetap di sekitar daerah itu, orang itu menamakan dirinya “BUYUT KIJANG ”.

Karena Ki Buyut Kijang berhasrat untuk membentuk suatu daerah maka ia menebang kayu dan pohon-pohonan yang berada pada sekitar daerah hutan itu, maksudnya untuk berladang dan kayunya untuk keperluan ia sehari-harinya. Ketika ia sedang menebang pepohonan, ia menemukan salah satu pohon yang akan ia tebang, pohon itu sangat lucu dan indah sekali bunganya, apalagi karena ia baru pertama kali menemukan pohon bunga tersebut, kemudian ia memperhatikannya dengan teliti sekali pohon bunga itu, pohonnya kecil tapi bunganya besar dan berwarna merah sangat indah, akhirnya bunga itu diberi nama oleh Ki Buyut Kijang “SEKAR SEMBUNG”, kemudian hutan yang ia tebangi pohon-pohonnya untuk dijadikan daerah menetapnya tersebut, ia namakan “KARANGSEMBUNG” dengan mengambil istilah nama “Karang” berarti Pekarangan dan Sembung dari nama bunga yang ia temukan “Sekar Sembung”. Itulah sekilas cerita asal mula nama “ DESA KARANGSEMBUNG “.

Desa Karangsembung adalah sebuah desa yang sangat luas daerahnya, karena terlalu luas maka Buyut Kijang mengusulkan supaya desa Karangsembung dapat dibagi menjadi 2 (dua). Sedangkan usul tersebut harus diajukan ke Bupati yang mana Bapak Bupati berada di wilayah Betawi. Kemudian Ki Buyut Kijang pergi ke Betawi, beliau hanya membawa ongkos bata dan kulit kerbau, beliau pergi ke Betawi sambil berjalan ngesod. Bila hari panas kulit kerbau tersebut dapat dipakai sebagai alas kaki (sandal). Ki Buyut Kijang dalam perjalanannya ke Betawi memakan waktu 3 (tiga ) bulan. Dan sesampainya di Betawi Buyut Kijang mengemukakan maksud dan tujuan kedatangannya. Dan akhirnya usulan tersebut di dapat setujui. Sesampainya di desa Karangsembung dengan selamat dan dengan senang hati, kemudian Buyut Kijang mengadakan selamatan karena maksud untuk membagi desa Karangsembung di kabulkan oleh bapak Bupati.

Setelah upacara selesai kemudian diadakan pembagian dua desa Karangsembung dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Daerah yang letaknya berada di sebelah barat jalan yaitu desa Karangsembung Barat ( yang sekarang nama desanya Karangsembung ).
2. Daerah yang letaknya berada di sebelah timur jalan yaitu desa Karangsembung Timur (yang sekarang nama desanya disebut desa Kubangkarang).

Pada jaman dahulu ketika Ki Buyut Kijang masih memerintah desa Karangsembung aliran sungai Cimanis berada di sebelah timur jalan Gang Sisir, dan kemudian Ki Buyut Kijang mengadakan usul kepada Masyarakat Karangsembung supaya aliran sungai Cimanis dipindahkan ke sebelah barat jalan Gang Sisir, masyarakat Desa Karangsembung setuju dan dengan segala daya dan upayanya Ki Buyut Kijang memindahkan aliran sungai Cimanis tersebut menjadi berada di sebelah barat jalan Gang Sisir. Dan sampai sekarang jembatan Cimanis itu merupakan suatu perbatasan antara Desa Karangsembung dengan Karangsuwung. Keadaan tersebut sampai sekarang masih tetap seperti dahulu tidak ada perubahan. Sedangkan jembatannya telah mengalami perubahan yang dulunya hanya memakai bambo saja tetapi sekarang sudah permanen.

Pendiri Desa Karangsembung (Ki Buyut Kijang) mempunyai sebuah keris yang beliau namakan “Si Centong”. Keris Si Centong tersebut beliau dapatkan ketika beliau sedang memancing ikan di sungai Cimanis. Awal cerita, Ki Buyut Kijang mempunyai kesenangan memancing ikan, kalau sedang libur maka ia sering memancing ikan, ia sering sekali memancing ikan di sungai Cimanis yang tempatnya di Kedung Bunder.

Ki Buyut Kijang kalau memancing ikan sampai berhari-hari lamanya. Pada suatu saat Ki Buyut Kijang sedang memancing ikan, tetapi walaupun sudah berhari-hari Ki Buyut Kijang memancing, tidak juga mendapat banyak ikan. Tetapi karena memancing adalah hobinya, Ki Buyut Kijang tidak putus asa, tidak siang tidak malam Ki Buyut Kijang terus menerus memancing ikan, Dan pada saat itu, alangkah kagetnya Ki Buyut Kijang karena bukannya ikan yang beliau dapatkan di kailnya, tetapi sebuah keris berbentuk centong yang menyangkut di kailnya. kemudian ia membawanya pulang keris yang berbentuk centong tersebut, dan kemudian keris itu ia beri nama Si Centong.

Sesudah beberapa tahun lamanya memerintah desa Karangsembung, kemudian Buyut Kijang mengadakan sayembara untuk menjadi Kuwu Kepala Desa Karangsembung dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Berita itu tersebarlah ke daerah lainnya bahwa di daerah Karangsembung akan diadakan pemilihan kepala daerah ( Kuwu ).
Pada waktu itu terdengarlah oleh seseorang yang sedang berkelana yang menamakan dirinya “JASIM”, ia adalah seorang yang berasal dari keturunan Tumenggung Cikaso yang pada waktu itu kebetulan berada di daerah Ender. Setelah mendengar berita itu timbul hasratnya untuk mencalonkan sebagai Kepala Desa (Kuwu) di desa Karangsembung.

Setelah diadakan pemilihan kuwu ternyata ia terpilih sebagai kuwu di desa Karangsembung, karena ia betul-betul seorang yang bijaksana dan sakti pada waktu itu, maka ia diangkat sebagai kuwu di desa Karangsembung .
Beberapa tahun lamannya Kuwu Jasim memimpin desa Karangsembung, keadaan desa tetap aman dan tentram.
Setelah beberapa tahun memerintah desa Karangsembung dan usianya sudah tua maka Kuwu Jasim pun diganti. Dan kemudian sampailah pada saat masa pemerintahan bapak Kuwu Barman, beliau mendirikan sekolah dasar, lokasinya di lebak yaitu dekat sungai Cimanis, Sekolah Dasar itu merupakan Dekolah Dasar pertama di wilayah kecamatan Karangsembung di tiap-tiap desa belum mempunyai sekolah melainkan hanya ada di desa Karangsembung. Karena lokasi Sekolah Dasar di pinggir sungai Cimanis, dan sangat berbahaya sekali bila terjadi banjir, lalu Sekolah Dasar itu dipindahkan ke sebelah timur Balai Desa.

Kemudian bapak Kuwu Barman diganti oleh Bapak Kuwu Mas Ebo, mereka sangat besar jasanya terhadap rakyatnya, jabatan mereka hampir sama dengan Bapak Camat. Ketika itu bangsa Belanda sudah ada di Indonesia, bertujuan untuk berdagang tapi lama kelamaan mereka ingin menguasai dan akhirnya menjajah. Ketika itu penduduk desa Karangsembung masih sedikit sekali dan masih penuh dengan hutan rimba, dan masyarakat Desa Karangsembung yang berada di Gang Sisir sedang memajukan usahanya dibidang perdagangan dan membuat sisir yang bahannya dari tanduk binatang seperti sapi dan kerbau. Maka jalan yang sering dilalui oleh orang-orang tersebut dinamakan jalan Gang Sisir. Dan jalan yang di sebelah timurnya dinamakan gang loa karena dahulunya ada pohon loa, dan sekarang ini jalan tersebut dapat dilalui oleh bermacam macam kendaraan.

Setelah beberapa tahun lamanya Kuwu Mas Ebo memimpin desa, kemudian beliau digantikan oleh Bapak Kuwu Jaenal Jaya. Pada masa pemerintahan Bapak Kuwu Jaenal Jaya, beliau membangun Mesjid, dahulu sebelum dibangun tiang tiang di dalam mesjid hanya menggunakan tembok, dan di masa itu diketemukan bekas aliran sungai dari Karangtengah sampai Karangsembung yang letaknya disebelah timur jalan Gang Sisir, tetapi sekarang sudah dibangun menjadi beberapa rumah penduduk dan ada pula sebagian tanah yang menyerupai kolam air.

Pada masa pemerintahan bapak Kuwu Jaenal Jaya, Belanda mulai berdatangan ke pelosok desa, ketia bapak Kuwu Jaenal Jaya tiba waktunya untuk meletakan jabatannya dan digantikan oleh bapak Kuwu Surgani.
Masa jabatan bapak Kuwu Surgani hanya sebentar kurang lebih hanya satu tahun, karena gaya kepemimpinannya tidak disenangi oleh rakyat, yaitu merajalelanya pemabukan, pencurian, perjudian dan banyak rumah yang dibakar, akhirnya bapak Kuwu Surgani dilengserkan dan diganti oleh bapak Kuwu Hasan. Bapak Kuwu Hasan memangku jabatan kurang lebih delapan tahun, kemudian beliau digantikan oleh bapak Kuwu Toha.

Bapak Kuwu Toha adalah seorang Haji dan beliau sangat disenangi oleh rakyat. Dan pengganti Bapak Kuwu Toha adalah bapak Kuwu Hasan Bisri.
Pada mada pemerintah bapak Kuwu Hasan Bisri Penjajah Jepang mulai datang di Indonesia, yaitu pada tanggal 01 Maret 1942 pada masa itu penduduk desa Karangsembung mengungsi ke pegunungan karena Jepang mulai masuk ke pelosok desa. Pada tahun 1951 bapak Kuwu Hasan Bisri digantikan oleh bapak Kuwu Madra’i pengangkatan bapak Kuwu Madra’i ketika baru pulang dari pengungsian, ketika itu sekolah dasar hanya satu tapi tempatnya sangat kurang. Oleh karena itu beliau membangun SDN II Karangsembung dan kemudian memperbaiki mesjid. Pada tahun 1965 meletus G. 30 S-PKI sehingga pemerintahan desa terhenti.

Pada tahun 1967 pemerintah pusat mendatangkan dan mengangkat kepala desa yang baru yaitu bapak Kuwu S. Sadiman. Pada tahun itu jembatan Cimanis putus karena ada banjir besar yang menenggelamkan sebagian desa Karangsembung dan pada tahun 1968 dibangun jembatan darurat.

Kemudian bapak Kuwu Sadiman mulai membangun pasar dan kios-kios pasar, sesudah itu jalan dilebarkan dan meminta kepada masyarakat yang berada di pinggiran jalan Raya Karangsembung diambil 1 (satu) meter untuk pelebaran jalan tersebut. Bentuk toko-toko disamakan bentuknya di atas toko dipasang seng, dan yang terakhir memperbaiki SD Negeri I Karangsembung. Pada tahun 1973 dibangunlah jembatan oleh pemerintah yang dikerjakan oleh PT. Pilar dan pembangunan jembatan tersebut selesai pada bulan Desember 1974.
Pada tahun 1975 bapak Kuwu Sadiman digantikan oleh bapak Kuwu Kosim dan ditetapkan pada tanggal 6 Maret 1976. Pada masa pemerintahan Bapak Kuwu Kosim beliau juga memperbaiki mesjid.

 

sumber : lembaran sejarah asal desa karangsembung

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya
Gambar Entri
Prajurit Pemanah Kasultanan Kasepuhan Cirebon Di Festival Keraton Nusantara
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
Kirab agung milad ke 215 kesultanan kacirebonan
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
PANURUNG: Pasukan Pengawal Keraton Sumedang Larang
Senjata dan Alat Perang Senjata dan Alat Perang
Jawa Barat

Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU