Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Nusa Tenggara Barat Bima
Rare Sigar
- 13 Juli 2018
Tersebutlah sebuah ceritera tentang seorang anak yang bernama Rare Sigar. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga sebagai anak tunggal. Pada suatu hari ibu dan ayahnya mandi bersama-sama di suatu tempat. Masing-masing telanjang bulat. Tiba-tiba seorang tua muncul di hadapan mereka dan bertanya:
“Rupanya istrimu sedang mengidam, mengapa kalian mandi bersama?”
“Lho, dengan siapa aku harus mandi?” “Dengan siapakah kau membuat anakmu itu?
“Tentu saja sendiri. Bila ada orang lain turut serta, tentu saja
kubunuh.”
“Benarkah itu?” “Ya, benar!”
Dengan demikian pergilah orang tua itu. Setelah tiba waktu­nya lahirlah bayi yang dikandung itu. Tetapi ia lahir dalam keada­an berbadan sebelah!
Setelah anak itu bisa berjalan, anak itu bermain-rnain mencari teman. Setelah didatangi, anak-anak yang lain pada berlari. Derni­kianlah setiap anak yang dikunjungi lari ketakutan. Akhirnya anak yang bernama Rare Sigar itu bertanya kepada dirinya sendiri.
“Mengapa setiap orang yang kutanya pada berlari meninggalkan aku? Apakah aku tak disenangi oleh kawan-kawan, sehingga mereka meninggalkan aku.”
Demikian juga halnya bila seorang anak mendatangi dirinya.
Demi tampak olehnya keadaan Rare Sigar, mereka segera pergi. Karena itu Rare Sigar selalu kesepian seorang diri.
“Mengapa aku selalu ditinggalkan oleh kawan-kawan? Apa se­bab mereka tak betah bersamaku?” Akhirnya ia pulang dan ber­tanya kepada ibunya.
“lbu ?”
“Ada apa anakku ?”
“Apakah salahku ibu, setiap kawan yang kudekati selalu pergi meninggalkan aku.
“0, kau tidak sempurna anakku. Janganlah Kau mendekati anak-anak yang lain, mereka akan terkejut melihatmu, karena kau bertubuh sebelah.”
“ltulah sebabnya ibu? Jika demikian akan kucari belahan ba­danku. Akan kuminta kepada Tuhan. Bila aku berhasil, dikaru­niai oleh Tuhan, barulah hidupku ini memiliki arti seperti anak ­anak yang lain.”
“Dengan cara bagaimana kamu akan menghadap Tuhan anak­ku ?”
“Tentu saja aku harus pergi ke sorga ibu. Buatkanlah aku gula Kelava serta ketupat persegi sembilan, sebanyak sembilan biji.”
“Baiklah anakku.” , Setelah itu ibunya membuatkan semua yang diminta, seperti kebutuhan orang yang akan bertapa. Selanjutnya, setelah semua­nya siap, berangkatlah Rare Sigar menuju ke sorga. Di dalam per­jalanan ia melewati jalan yang licin, tetapi mengerikan. Mula­ mula dijumpainya sebuah lapangan yang penuh dengan lipan.
Binatang itu tampaknya sangat galak dan bersiap untuk menggi­git.
“Nah, makanlah ini.” Bersamaan dengan itu Rare Sigar me­lemparkan sejumput gula kelapa. Dengan segera binatang itu menguakkan diri, memberi jalan. Dan berlalulah Rare Sigar di antara lipan-lipan itu. Setelah lapangan lipan ini berlalu” menyu­sullah lapangan berikutnya yang dipenuhi kalajengking. Semua tampak galak, mengangkat ekomya bersiap untuk menyerang.
“Astaga, kalajengking,” ujamya. Dengan segera dilemparinya dengan gula kelapa. Binatang itu pun menguakkan diri memberi jalan. Dan Rare Sigar pun berlalu. Pada perjalanan berikutnya Rare Sigar menjumpai sebuah lapangan yang dipenuhi oleh kera. Demikianlah selanjutnya setiap lapangan dipenuhi oleh sejenis binatang, seperti kera hitam, babi, menjangan, kuda, kerbau’, masing-masing memenuhi sebuah lapangan. Semuanya dijinakkan dengan lemparan gula kelapa.
Demikianlah Rare Sigar telah melampaui sebuah perjalanan panjang, yang sangat mengerikan. Dan akhirnya ia melihat manu­sia-manusia yang sedang terikat.
“Aduh, lepaskanlah aku. Aku sangat payah terikat di tempat ini “
“0, kalian makhluk berdosa. Itulah sebabnya kalian diikat.
Maafkanlah bukan tugasku untuk melepaskan ikatanmu.  Rare Sigar berjalanterus, sambil berkata:
“Bukan tugasku untukmelepaskan ikatanmu. Terlarang bagi­ku.
” Mendengar itu, mereka menangis. Selanjutnya Rare Sigar, melihat orang-orang terikat di pinggir jalan karena berbuat mesum’ kemudian menggugurkan kandungannya.
“Wahai anak tolonglah aku. Telah lama aku terikatdi tempat ini.
“Siapakah yang mengikatmu?”
“Seorang yang bertubuh tinggi besar. Dialah yang mengikatku.
Aku tak berdaya dibuatnya. Tak kuasa aku mengelak. Aku tak tahu namanya. Tali besar inilah yang dipergunakan mengikatku.”
Rare Sigar pun berjalan terus.
Kemudian berjumpa dengan para pencuri yang sedang bergantung pada sebatang pohon.
“0, anak. Tolonglah, lepaskan aku.”
“Lho, kalian sedang mengapa?”
“Tak kuketahuii salahku. Tiba-tiba saja aku digantung di pohon ini. ”
“Ah, kau dihukum pastilah karena kau makhluk berdosa. Ka­lau tak berdosa, mustahil kau digantung. Tentu saja aku tak sang­gup membuka ikatanmu, karena bukan tugasku. Siapa yang ber­hak dialah yang akan membuka ikatanmu.”
Mendengar itu mereka pun menangis. Sedang Rare Sigar melan­jutkan perjalanan. Kali ini ia berjumpa dengan seorang kiyai. Kiyai itu sedang memikul selawat dengan sebatang bambu tutul. Selawat itu berupa kain, segala macam pisang dan buah-buahan lainnya, sehingga bambu tutul itu tampaknya sebagai pohon buah ­buahan. Puncaknya menghadap ke depan.
“0, anak, ambillah bebanku. Payah benar aku memikulnya.”
“0, aku tak berhak mengambiInya. Itu bukan tugasku.”
“Biar pun bukan tugasmu ambillah. Payah benar aku memi­kulnya. Aku ini seorang kyai.”
“Tentu saja pak kyai melakukan perbuatan dosa, sehingga diperlakukan seperti ini. Pak kyai bersifat kikir dan tamak. Se­orang kyai tak boleh kikir ataupun tamak.”
Memang benar kyai itu dihukum disebabkan oleh perbuatannya sendiri. Ia dihukum karena bersifat kikir dan tamak. 1a harus me­mikul beban dengan sebatang bambu lengkap dengan daunnya. Sepanjang jalan ia selalu berteriak meminta tolong, karena beban yang sangat berat. Namun tak seorangpun yang menolongnya. Tak seorang pun berani mencobanya, karena setiap orang ber­tanggungjawab atas perbuatannya sendiri.
Setelah itu Rare Sigar melanjutkan perjalanannya. Ia melihat sebuah lapangan yang dipenuhi oleh raksasa. Raksasa-raksasa itu melotot ingin menerkamnya. Rare Sigar mengambil dan melemparkan gula kelapa ke arah mereka. Seketika lenyaplah ha­sratnya untuk makan Rare Sigar. Karena itu Rare Sigar dapat m(‘­lanjutkan perjalanan. Ia beIjalan terus. Lapangan demi lapangan. dengan berbagai penghuninya telah dilalui. Berbagai pemandangan telah disaksikan. Berbagai kesulitan telah diatasi,. Kini dilihatnya sebatang pohon kayu yang berdaun keris.
“Astaga, ajaib benar pohon ini. Daunnya terdiri dari keris
Setelah itu Rare Sigar berjalan lagi. Sedang orang ber­dosa itu terus menangis kesakitan. Demikianlah berbagai jenis ma­nusia berdosa telah dijumpai oIeh Rare Sigar Selanjutnya Rare Sigar menjumpai lapangan yang penuh dengan ayam dan merpati. Setelah itu ia bertemu dengan orang tua ..
“Tolong antarlah aku ke sorga.”
“Aku takut mengantarmu. Karena kau datang sebagai manusia mentah. Tak ada manusia biasa diperbolehkan ke sorga.”
“Tetapi aku bermaksud mencari bagian tubuhku. Lihatlah bukankah aku ini bertubuh sebeIah.”
“Jika itu alasanmu pergilah. Masuklah sendiri. Mintalah ijin kepada penjaga pintu itu.”
Pertama-tama Rare Sigar berjumpa dengan sebuah titian yang sangat goyah. Di bawahnya terdapat api yang menyala terus. Dengan tenang Rare Sigar melewati titian itu. Ia bercakap-cakap sesaat dengan penunggu api itu. Akhimya tibalah Rare Sigar pada pintu pertama. Kemudian bertanya:
“Siapakah yang menjaga pintu ini?” “Aku,” jawab malaikat yang ditanya. “Tolonglah bukakan pintu ini.” “Untuk apa. Kau ini tak boleh masuk.”
“Tapi aku. harus mencari bagian tubuhku. Tubuhku ini tak sempurna itulah sebabnya aku datang di tempat ini.”
Tiba-tiba pintu terbuka sendiri. Tak seorang’ pun yang mem­bukanya. Hal ini berarti bahwa Rare Sigar diperkenankan mema­suki wilayah sorga.
Rare Sigar tiba kembali di rumah.
“Ibu,” kata Rare Sigar memanggil. Sedang’ selama kepergian Rare Sigar ibunya selalu’ tidur menelungkup, karena sedih me­ngenangkan nasib anaknya. Rare sigar sangat disayang walaupun tidak sempurna. Setelah ia mendengar suara Rare Sigar barulah ia
terbangun.
“0, kaulah anakku. Kau telah kembali anakku. Kukira kau bukan anakku, Rupanya telah berubah”
“Benar, ibu. Tuhan telah berkenan mengembalikan tubuhku kembali.”
“Mula-mula aku kira bukan kau yang datang. Itulah sebabnya kudiamkan saja. Ketika kutatap wajahmu lain benar tampaknya dahulu dan sekarang.”
“Itu semua karena karunia Tuhan ibu.”
“Apa sajakah yang kau jumpai dan lihat di alam sana anakku?
Coba ceritakan ibu!”
“Sepanjang jalan banyak benar godaan, ibu. Kasihan benar aku menyaksikan manusia-manusia berdosa yang sedang mende­rita siksa sepanjang jalan yang kulalui. Entah siapa yang menyik­sa, ada yang diikat di pinggir jalan, ada yang digantung di pohon kayu. Ada yang memikul beban yang amat berat. Sungguh kasihan aku menyaksikannya, tetapi aku tak berani memberikan perto­longan.”
“Apa ketahui ketika mereka meminta bantuanmu?”
“0, itu bukan tugasku. Aku tak berani. Nanti aku dipersalah­kan. Begitulah kataku ibu. Mereka semua menangis ibu.”
“Nah, kalau demikian kau beruntung. Niatmu telah terpenuhi.” Kini diceritakan raja yang memerintah negeri, telah mendengar ten tang keberhasilan Rare Sigar naik ke sorga.
“Ceritakanlah aku Rare Sigar. Kudengar dia telah pergi ke sorga. Selama ini tak pernah aku mendengar orang pergi ke sorga. Benar atau tidak ia telah berhasil pergi ke sorga? Carilah dia!”
Setelah itu Rare Sigar dipanggil oleh Patih kerajaan. Setelah tiba
di tempat Rare Sigar, ia ditanya:
“Rare Sigar kabarnya kau telah pergi ke sorga?” “Benar. ”
“Jika benar kau diperintahkan oleh datu kita agar menghadap
sekarang juga ke istana.”
“Untuk apakah hamba dipanggil?”
“Nah, nanti kau akan tahu setelah Datu mengatakannya.” “Baiklah paman patih. Jika Datu memerintahkari hamba, tentulah hamba tak berani menentangnya.”
“Seperintah tuanku Datu. Bila hamba diperintahkan kembali ke sorga, hamba akan lakukan.”
“N ah, pergilah dengan segera, sekarang juga. ”
“Baiklah tuanku.” Lalu Rare Sigar meninggalkan istana, menuju ke rumah. Dan memberitahukan kepada ibunya.
“Ibu, aku diperintahkan oleh Datu, agar kembali ke sorga.
Tak berani aku menolak perintah Datu.”
“Bolehkah kau pergi lagi?” “Boleh ibu.”
“Baiklah jika demikian halnya. Akan ibu buatkan kau gula kelapa serta ketupat bersegi sembilan.” Dengan segera ibunya membuat gula kelapa dan ketupat bersegi sembilan, sembilan buah, seperti ketika kepergiannya yang lalu. Setelah ,semuanya selesai, berangkatlah Rare Sigar ke sorga. Dalam perjalanan ia menjumpai berbagai hal seperti perjalanannya yang lalu. Akhirnya tibalah ia kembali di sorga.          ‘
“Lho, kau datang lagi Jaya Paesan.” “Benar ya Tuhan.”
“Mengapa kau datang lagi?”
“Hamba diperintahkan oleh raja hamba, takut hamba menolak perintahnya. Hamba diperintahkan untuk memohon emas, sebagai bukti, bahwa hamba telah pernah tiba di sorga. Bila hamba gagal hamba tak dapat membuktikan kebenaran hamba kepada raja, sehingga raja tak akan mempercayai kalau hamba telah pernah pergi ke sorga.”
“Jika demikian baiklah. Ambillah mas yang kau perlukan.
Apa saja yang dimohon pasti saja “dilakukan, asalkan kita telah dapat sampai di sorga.
‘Demikianlah Rare’ Sigar berhasil memperoleh emas segumpal serta dikaruni secupu Manik oleh Tuhan, untuk dipersembahkan kepada raja. Dan ia diberitahu oleh Tuhan, bahwa cecupu manik itu .berisi seorang bidadari yang bernama Supraba.
” Setelah memperoleh anugerah dari Tuhan Rare Sigar diperintah untuk pulang ke dunia. Maka kembalilah ia menuju Mayapada. Dalam pprialanan pulang ia pun melihat dan menyaksikan peman­dangan seperti sedia kala. Di samping itu ia melihat juga orang berdosa karena mencuri sapi dan diamuk oleh sapi curiannya. Ia pun berteriak meminta tolong, tetapi Rare Sigar menolaknya.
“0, kukira perbuatan itu tak ada akibatnya di akhirat.” “Akhirnya diceriterakan Rare Sigal’ telah tiba .di rumah dan
bertemu dengan ibunya.
“Ibu.”
“0, kau telah kembali anakku.” “Sudah ibu.”
“Berhasilkah kau menemui Tuhan?”
“Dapatkah em as seperti yang dikehendaki oleh Datu?” “Dapat ibu.”
“Syukurlah. Kalau berhasil cepatlah persembahkan kepada Datu. Kita tak boleh menyaIahi perintahnya, “kata ibunya.
“Baiklah ibu.” Kemudian Rare Sigar berangkat menghadap
raja. Setela’h tiba di istana, ia ditanya.
“Kau telahkembaIi Jaya Paesan?” “Benar tuanku.”
“Berhasilkah kau menjalankan perintahku?” “Berhasil tuanku.”
“Sungguh aku merasa heran. Amat banyak manusia di dunia, tak seorang pun yang pernah pergi ke sorga. Aku sangat ingin pergi ke sana. Dan apakah yang kau bawa itu?”
“Ini namanya Cecupu Manik tuanku.”
“Marilah kulihat.” Kemudian diperhatikan oleh raja.
“Cobalah buka.” Kemudian Cecupu manik itu dibuka, tetapi tak seorang pun yang berhasil membukanya.
“Cobalah kau yang membukanya,” kata raja kepada Rare Sigar Tetapi Rare Sigar menolak. Cecupu manik itu tetap tak terbuka.
Kini diceriterakan lagi bahwa raja kembali mengemukakan keinginannya untuk pergi ke sorga.
“Aku bermaksud hendak pergi ke sorga. Sedang engkau ber hasil ke tempat itu, apalagi aku yang menjadi Datu di negeri ini.”
“Tentu saja tuanku akan dapat.” “Tetapi bagaimana caranya?”
“Mudah tuanku. Sekarang tuanku harus menyalilkan unggun api. Kemudian tuanku harus duduk di unggun yang menyala itu. Dalam sekejap tibalah tuanku di sorga.”
“Dengan apakah syaratnya? Kalau demikian mudah benar.” “Benar tuanku.”
“Baiklah akan kuperintahkan hulu balangku. Amaq Patih perintahkanlah rakyat agar mencari kayu api sebanyak-banyak­nya. Setiap orang satu pikul.”
Demiki,mlah kayu telah terkumpul bertumpuk-tumpuk. Untuk menuju ke unggun api yang menyala nanti, mereka membuat panggung untuk raja. Sebab tumpukan kayu sangat tinggi, tentu saja menyala api akan tinggi pula. Tak akan dapat dicapai dari bawah. Dan selanjutnya diceriterakan api mulai dinyalakan. Nya­lanya amat tinggi. Tumpukan kayu itu melebihi dua ratus pikul.
“Sekarang aku ingin berangkat Jaya Paesan.”
“Silakan tuanku. Berangkatlah.” Mendengar kata-kata Rare Sigar, raja menuju ke panggung. Segera setelah tiba di panggung ia menerjunkan diri ke unggun yang sedang menyala itu. Tamatlah riwayat raja di api itu. Ia meninggal dalam sekejap.
Setelah peristiwa itu pulanglah Rare Sigar. Di rumah ia mem­buka Cecupu Manik miliknya. Muncullah seorang bidadari dari Supraba. Bidadari itu berkata:
“Nah memang engkaulah untungku. Itulah sebabnya kini di­karuniai Cecupu Manik ini oleh Tuhan. Tak bolch orang lain men­jadi jodohku.
Akhirnya Jaya Paesan dijodohkan dengan Supraba oleh ibu­nya. Nah, demikianlah adanya. Hingga dewasa ini di desa Karang Bayan ditabukan sepasang suami istri, mandi bersama.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline