Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat merupakan daerah yang paling kaya dengan peninggalan prasasti dari masa Melayu Kuno sekitar abar XIII – XIV M, prasasti – prasasti tersebut sebagian besar berasal dari Raja Adityawarman yang memerintah sekitar awal abad sampi seperempat akhir abad XIV M. Jumlah prasasti yang pernah ditemukan di daerah Tanah Datar sekitar 22 buah, yang tersebar di Kecamatan Pariangan, Kecamatan Rambatan, Kecamatan Tanjung Emas, dan Kecamatan Lima Kaum.
Beberapa buah prasasti yang ditemukan di sekitar Bukit Gombak, kecamatan Tanjung Emas telah dikumpulkan dalam suatu tempat yang kemudian disebut dengan Kompleks Prasasti Adityawarman. Prasasti – prasasti yang ada di kompleks ini dikenal dengan nama Prasasti Pagaruyung. Ada delapan buah prasasti yang terdapat di kompleks ini, yaitu Prasasti Pagaruyung I, II, III, IV, V, VI, VII dan VII
Kompleks prasasti ini berada dipinggir jalan raya Pagaruyung – Batusangkar, tepatnya di Jorong Gudam, Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanah Emas, Kabupaten Tanah Datar. Sayang sekali, lokasi asal temuan prasasti – prasasti tersebut tidak dapat diketahui dengan pasti, demikian pula tentang riwayat penemuannya.
Berikut ini adalah isi dari tiap – tiap prasasti yang berada dalam kompleks ini yang penulis ambil langsung dari keterangan yang terdapat dalam situs cagar budaya ini.
Prasasti Pagaruyung I berangka tahun 1278 Saka atau 1356 M. Secara garis besar, Isi prasasti Pagaruyung I berdasarkan pada struktur mencakup hal – hal penting seperti, puji – pujian akan keagungan dan kebijaksanaan Adityawarman sebagai raja yang banyak menguasai pengetahuan, khususnya di bidang keagamaan. Adityawarman juga dianggap sebagai cikal bakal keluarga Dharmaraja. Adityawarman sendiri menggunakan nama rajakula ini di dalam salah satu gelarnya, yaitu Rajendra Maulimaniwarmmadewa.
Pada baris ke 20 dan 21, prasasti ini menyebutkan nama penulis prasasti atau biasa disebut Citralekha dan yang menjadi penulisnya adalah Mpungku Dharmma Dwaja bergelar Karuna Bajra. Prasasti ini juga menyebutkan Swarnnabhumi sebagai nama wilayah Adityawarman. Swarnnabhumi mempunyai arti tanah emas, yang memberikan petunjuk bahwa daerah tersebut mempunyai tambang emas.
Prasasti Pagaruyung II mempunyai tulisan yang indah dan rapi serta goresan yang cukup dalam. Hurufnya jawa Kuno dengan bahasa Sansekerta. Isi yang terkandung dalam prasasti ini belum dapat dijelaskan secara lengkap, karena terjemahan yang dihasilkan meloncat – loncat. Diperkirakan prasasti ini berangka tahun 1295 Saka atau 1373.
Prasasti Pagaruyung III memiliki pertanggalan prasasti berupa Candra Sengkala, yaitu dware rasa bhuje rupa atau gapura, maksud, lengan, rupa. Dware bernilai 9, rasa = 6, bhuje = 2, dan rupe = 1. Jika dibaca dari belakang menjadi 1269 saka atau 1347 M.
Pada dasarnya penulisan Prasati Pagaruyung III dimaksudkan untuk memperingati berdirinya suatu bangunan atau tempat suci keagamaan, yang sayangnya bangunan yang dimaksud tidak diketahui lagi keberadaannya.
Isi Prasasti Pagaruyung IV menyebutkan kata Sarawasa pada bari ke 9. Kaya yang hampir sama dapat dijumpai pada Prasasti Saruaso I, yaitu Surawasan, yang kemudian berubah menjadi Saruaso, nama sebuah nagari di Kabupaten Tanah Datar, sekitar 7 Km dari Kota Batusangkar. Apabila pembacaan ini benar, maka sarawasa atau Surawasa merupakan sebuah tempat atau daerah yang penting pada masa Adityawarman
Dibandingkan dengan prasasti lainnya, Prasasti Pagaruyung V memiliki isi yang unik karena berisi tentang masalah taman dan di luar kelaziman prasasti – prasasti dari Adityawarman.
Isi dari Prasasti Pagaruyung VI adalah Om. Pagunnira tumanggung kudawira yang berarti bahagia atas hasil kerja Tumanggung Kudawira. Artinya, prasasti ini merupakan stempel atau cap pembuatan bagi Tumanggung Kudawira. Jabatan tumanggung merupakan jabatan yang lazim dipakai dalam pemerintahan Singasari dan Majapahit. Adapun nama Kudawria jelas merupakan nama seseorang, yang berarti kuda yang gagah perwira. Dari catatan sejarah tentang ekspedisi Pamalayu yang dijalankan Kertanegara dari Singasari, dapat diperkirakan bahwa Kudawira ini merupakan tumanggung dari kerajaan Singasari yang ikut dalam ekspedisi tersebut.
Prasasti ini tidak diketahui angka tahunnya. Isi dari prasasti ini adalah suatu sumpah atau kutukan yang ditujukan kepada orang yang mengganggu atau tidak mengindahkan maklumat raja di dalam prasasti tersebut.
Prasasti Pagaruyung VIII merupakan sebuah pertulisan yang dipahatkan pada sebuah artefak lesung batu berbentuk empat persegi dengan sebuah lubang di tengahnya. Prasasti tersebut digoreskan pada ketiga sisinya, terletak dibagian atas. Awal tulisan dimulai pada sisi yang berbaris dua lalu dilanjutkan pada kedua sisi lainnya dan diakhiri sisi pertama. Prasasti ini berangka tahun 1291 Saka atau 1369 M.
Isi dari prasasti ini adalah “Om tithiwarsatitha ratu ganato hadadi jestamasa dwidasa drta dana satata lagu nrpo kanaka jana amara wasita wasa” yang artinya bahagia, pada tahun Saka 1291 bulan Jyesta tanggal 12 (adalah) seorang raja yang selalu ringan dalam berdana emas dan menjadi contoh bagaikan dewa yang (berbau) harum selain itu ada juga perintah untuk “Sukhasthita” yang artinya tertib dan selalu gembira.
Itulah isi dari masing – masing prasasti yang ada dalam kompleks situs Prasasti Pagaruyung, namun apa yang dituliskan dalam artikel ini hanyalah berupa rangkumannya saja, jika anda tertarik untuk mempelajarinya lebih lanjut silahkan langsung datang ke situs ini karena bisa menambah pengetahuan mengenai sejarah yang pernah terjadi di Ranah Minang khususnya pada masa – masa pemerintahan Adityawarman.
Sumber:
https://www.jelajahsumbar.com/situs-prasasti-pagaruyung-batusangkar/ - JelajahSumbar.com
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja