|
|
|
|
Perang Bangkat Tanggal 04 Jan 2019 oleh Aze . |
Perang Bangkat merupakan upacara perkawinan yang terdapat di suku Osing (Using). Upacara adat suku Using ini cukup menarik untuk diketahui. Sebab upacara ini sarat dengan nilai-nilai filosofi perkawinan, sebelum kedua mempelai resmi menjadi pasangan suami istri.
Suku Osing atau disebut juga sebagai “wong Blambangan” ini berawal sejak berakhirnya masa kekuasaan Majapahit sekitar tahun 1478 M. Jatuhnya kekuasaan Majapahit ini membuat beberapa warganya berlari ke beberapa tempat termasuk Banyuwangi.
Seperti sebuah peperangan, itulah sebabnya mengapa upacara ini dinamakan Perang Bangkat. Meskipun dinamakan Perang Bangkat, namun perang dalam upacara ini bukanlah sebuah peperangan fisik.
Perang dalam upacara ini ialah perang argumentasi yang berisi petuah-petuah. Perang dalam upacara ini dikemas seperti sebuah drama antara pihak mempelai laki-laki sebagai raja dan pihak mempelai perempuan sebagai ratu.
Tata caranya, yaitu kedua belah pihak dipisahkan selembar kain. Kemudian mereka mengadu pusaka mereka masing-masing. Pusaka tersebut diambil dari perbekalan sebagai syarat yang diminta pihak ratu.
Misalnya saja ayam, sendok sayur, bantal, sebutir ayam kampung, satu buah kelapa, setandan pisang, seperangkat alat menginang atau disebut juga wanco kinangan, beras kuning, dan lain-lain. Adu pusaka ini merupakan sebuah pertanda rumah tangga calon pengantin.
Upacara ini dipimpin oleh tetua adat sebagai orang yang mewakili pihak laki-laki (raja). Raja harus menunjukkan diri sebagai seorang pria yang bertanggung jawab untuk memikat hati pihak sang ratu.
Selain menunjukkan rasa tanggung jawab, raja pun harus membuktikan bahwa ia adalah seorang pria yang bijak dengan menunjukkan kemampuannya dalam menerjemahkan arti yang terkandung dalam satu persatu, dari tiap perbekalan syarat yang diminta oleh sang ratu.
Perang Bangkat hukumnya wajib dilakukan calon mempelai suku Using apabila anak sulung keluarga suku Using berjodoh dengan anak sulung, begitu pula dengan anak bungsu yang berjodoh dengan anak bungsu lagi atau anak bungsu yang berjodoh dengan anak sulu, demikian sebaliknya.
Sebenarnya, upacara perkawinan ini hanya sebatas formalitas. Namun juga bisa lebih dari itu, pengekalan nilai-nilai adat dan doa merupakan agar kelak pernikahan itu mendapat ridha dari Tuhan Y.M.E. Pernikahan sesungguhnya dipimpin oleh penghulu dari Kanto Urusan Agama (KUA).
Hal yang unik lainnya ialah saat beras kuning bercampu uang koin dilemparkan ke warga yang menghadiri upacara tersebut. Kadang kala belum beras dan koin itu dilemparkan, tanpa diperintah warga langsung memperebutkan koin tersebut. Ada kepercayaan bahwa koin-koin tersebut sebagai lantaran bertemu dengan jodoh.
sumber :http://www.wacana.co/2011/01/perang-bangkat-osing/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |