Paluon merupakan makanan khas Dayak Tingalan yang terbuat dari sagu ubi. Makanan ini merupakan makanan pokok bagi suku Dayak Punan. Paluon memiliki tekstur yang kenyal. Cara membuat Paluon sedikit memerlukan tenaga karena proses pembuatannya cukup rumit. Bahan dasar Paluon adalah sagu hutan. Namun seiring berjalannya waktu, sagu hutan semakin langka dan sulit untuk didapatkan sehingga masyarakat Dayank Tingalan menggantikannya dengan singkong atau ubi kayu.
Cara membuat sagu cukup mudah. Langkah yang pertama, pilihlah ubi yang baik dan masih muda agar kadar patinya banyak. Kemudian, ubi kayu yang telah dikupas tersebut diparut hingga halus. Setelah itu, masukkan air dengan perbandingan 1:2, yaitu satu bagian singkong dan dua bagian air. Langkah berikutnya, aduk adonan singkong hingga patinya terlepas dari ampas ubi. Kemudian saring dan peras adonan ubi sama halnya memeras kelapa. Langkah terakhir, biarkan air pati ubi mengendap sekitar 12 jam untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Kemudian buanglah cairan yang paling atas dan ganti dengan air yang baru tanpa diaduk lagi.
Proses pembuatan Paluon berbeda dengan proses pemasakkan Paluon yang siap dikonsumsi. Caranya cukup mudah, yaitu ambil pati ubi dan masukkanke dalam baskom. Cara yang kedua, getah ubi diaduk dengan menambahkan sedikit air dingin. Ketiga, tuang air yang baru mendidih ke dalam adonan pati ubi sambil diaduk dengan gerakan cepat hingga ubi yang berwarna putih berubah warna menjadi putih bening. Jika getah ubi berwarna putih bening, Paluon siap di konsumsi. Makanan Paluon memiliki tekstur yang kenyal jadi sangat dianjurkan untuk mengkonsumsinya dengan makanan yang berkuah. Masyarakat Dayak Tingalan biasanya menikmati Paluon dengn rebusan air ikan ataupun tumisan sayur-sayuran. Pati ubi atau Paluonyang baru melalui proses pembuatan akan memiliki rasa yang tawar ketika dimasak. Sedangkan Paluon yang disimpan dalam jangka waktu lebih dari 4 hari akan memiliki rasa yang asam ketika dimasak.
Sebagian besar masyarakat Dayak Tingalan masih menjadikan Paluon sebagai pengganti nasi. Seiring berjalannya waktu, banyak masyarakat Dayak Tingalan yang dari pedesaan pindah ke lingkungan yang lebih maju. Masyarakat yang berada di perkotaan akan sedikit kesulitan mendapatkan ubi sehingga mereka menggunakan tepung kanji sebagai Paluonmeskipun rasanya lebih enak jika menggunakan pati ubi yang melalui proses alami. Perbedaan tepung kanji dan pati ubi terletak pada proses pembuatannya, yaitu pati ubi secara alami sedangkan tepung kanji melalui proses yang lebih modern. Mengenai rasanya juga berbeda, getah kanji memiliki rasa yang sedikit asam sedangkan tepung kanji meskipun sudah lama akan tetap terasa tawar.
Saat ini, makanan unik ini tidak hanya dikonsumsi oleh suku Dayak Tingalan melainkan orang-orang yang suka dengan hal yang baru dalam hal makanan. Makanan ini tidak dikunyah karena teksturnya yang kenyal dan lembut sehingga Paluon dapat langsung ditelan. Oleh karena itu, makanan pelengkap dari Paluon adalah makanan yang berkuah agar dalam proses penelanan tidak sulit bagi orang yang baru mencoba makanan ini.
sumber: http://borneoworld96.blogspot.co.id/2016/11/paluon-makanan-khas-dayak-tingalan.html
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.