|
|
|
|
Osong kapali Tanggal 10 Oct 2018 oleh Auliarahman . |
Sungai Patai. Hal ini tercermin dari delapan tahapan yang mesti dilalui dan dilaksanakan oleh masyarakat Kenagarian Sungai Patai tersebut. Rangkaian atau tahapan prosesi penyelenggaraan jenazah penghulu di Nagari Sungai Patai meliputi:
Isi teks pidato alam menceritakan asal usul adat, sejarah Minangkabau, kejadian alam, pembuatan undang-undang adat, undang-undang dalam Nagari, dan pengabaran nama yang meninggal serta tata cara penyelenggaraan jenazah menurut adat dan agama islam.
Dari kedelapan tahapan prosesi penyelenggaraan jenazah penghulu di Nagari Sungai Patai, terdapat dua prosesi yang tidak diketemukan di daerah lain. Seperti pada prosesi Osongkapali dan Marocak. Selebihnya bisa dikatakan bermakna dan berfungsi sama. Hanya berubah pada penamaan dan teknis pelaksanaannya seperti pada prosesi mengabarkan kabar kematian dan penamaan dari pidato pasambahan kematian yang umum dipakai di daerah Minangkabau dinamakan Pidato Alam di Nagari Sungai Patai.
Bagi masyarakat Nagari Sungai Patai, kebesaran seorang penghulu tidak hanya digambarkan dari upacara pengangkatan melewakan gelar dari penghulu, tetapi juga tergambar ketika penghulu tersebut tutup usia. Masyarakat Sungai Patai melakukan penghormatan kepada penghulu dengan menyelenggarakan upacara penyelenggaraan jenazah penghulu tersebut dengan mengunakan aturan adat yang telah disepakati oleh para pendahulu mereka.
Hingga saat ini kegiatan penyelenggaraan jenazah penghulu di Nagari Sungai Patai terselenggarakan dengan baik tanpa ada satu tahapan pun yang tertinggal. Masyarakat setempat masih mempertahankan tahapan-tahapan serta nilai-nilai yang terkandung di dalam prosesi tersebut. Keinginan itu dilandasi dari niat untuk tetap mempertahankan adat istiadat yang sangat besar artinya bagi masyarakat Nagari Sungai Patai.
Dalam prosesi penyelenggaraan jenazah penghulu tersebut memiliki nilai-nilai yang terkandung di setiap prosesi. Nilai-nilai serta bentuk dari prosesi penyelenggaraan jenazah tersebut akan dijelaskan pada subjudul selanjutnya. setidaknya, ada delapan prosesi yang terjadi saat penyelenggaraan jenazah penghulu. Dalam pelaksanaannya prosesi tersebut berjalan secara berkelanjutan. Persiapan Prosesi Penyelenggaraan Jenazah Penghulu Dalam persiapan Prosesi Penyelenggaraan Jenazah Penghulu di Nagari Sungai Patai terdapat dua kegiatan yaitu, Baretong dan Mangkaji Adat.
Baretong atau berunding di atas rumah merupakan prosesi yang paling penting dari sekian banyak prosesi yang berkaitan dengan Penyelenggaraan Jenazah Penghulu, karena prosesi baretong merupakan penentuan untuk melaksanakan prosesi-prosesi berikutnya. Setelah jenazah berada di dalam rumah—dalam hal ini rumah orang tuanya, maka prosesi baretong baru bisa dilaksanakan.
Sesuai dengan aturan adat yang berlaku di Nagari Sungai Patai, semua penghulu yang ada wajib hadir di atas rumah tersebut tanpa terkecuali. Diikuti pula oleh para dubalang yang juga merupakan perangkat Kerapatan Adat Nagari (KAN). Akan tetapi, jika ada penghulu yang berhalangan hadir atau sedang tidak berada di wilayah nagari tersebut maka akan diwakili oleh Bundo Kanduang dari penghulu yang bersangkutan. Perwakilan dari Bundo Kanduang tersebut diharuskan memakai baju kurung dan memakai tingkuluak kain Panjang.
Prosesi Baretong dalam adat Nagari Sungai Patai berfungsi sebagai wadah perundingan para datuak atau penghulu dalam menetapkan letak pandam pakuburan dari penghulu yang meninggal. Letak pandam pakuburan biasanya dalam adat Sungai Patai dalam paretongan di Rumah pangkat atau sipokok. Pihak datuak bako akan meminta untuk dikuburkan di pandam bako, apabila permintaan untuk tidak dikuburkan di bako maka akan diganti sehelai kain kafan dari bako yang harus dipakai. Setelah itu dari datuk Pihak Anak akan meminta juga untuk dikuburkan di pandam anak jika tidak dikabulkan maka dalam pepatah “indak makabuah tanah sabingkah, kapan salampih mintak dikabulkan”
Prosesi baretong ini juga berlaku secara umun dimasyarakat baik penghulu ataupun masyarakat umum yang meninggal
Porsesi Baretong
Prosesi Mangkaji Adat adalah prosesi yang dilaksanakan setelah kesepakatan penenetapan tempat dimana akan dikuburkan jenazah penghulu tersebut. Mangkaji adat merupakan prosesi penentuan jumlah atau besaran hutang penghulu kepada nagari. Hutang tersebut dibebankan kepada kaum atau keluarga si penghulu. Hutang yang dibayarkan itu dinamakan juga dengan utang adaik kepada monti yang merupakan salah satu petugas KAN (kerapatan adat nagari).
Istilah pembayaran hutang seorang penghulu bukan berarti si penghulu tersebut memiliki hutang pribadi kepada nagari, tetapi hal itu bermaksud untuk menegakkan aturan adat yang telah disepakati.
Satuan besaran hutang penghulu diistilahkan dengan kupang. Jumlah kupang yang harus dibayar penghulu juga mesti disepakati oleh para datuk. Satu Kupang tidak diketahui jumlah pastinya bila dipadankan dengan mata uang Rupiah maupun emas.
Lebih lanjut, menurut para penghulu yang ada di nagari tersebut ada perbedaan besaran hutang yang dibebankan kepada penghulu pucuk dan penghulu andiko. Misalnya penghulu pucuk yang meninggal dibebankan sebesar 32 kupang, dan untuk penghulu andiko yang meninggal, dibebankan sebesar 24 kupang.
Jumlah kupang yang telah disepakati oleh para penghulu dan telah dibayarkan oleh pihak ahli waris dipergunakan untuk kepentingan penyelenggaraan jenazah penghulu yang meninggal.
Mangkaji adat juga termasuk sebagai alat pendidikan dalam fungsi folklor. Karena dilihat dari prosesinya para penghulu yang ada akan mengelola hutang yang telah dibayarkan penghulu yang meninggal kepada nagari. Pengelolaan hutang yang dibayarkan ke nagari harus dikelola dengan bijaksana dan membutuhkan kejujuran.
Pada prosesi ini juga ditetapkan besaran hutang penghulu yang diistilahkan dengan nama Kupang. Besaran kupang tersebut nantinya dibayar oleh pihak ahli waris
Pelaksanaan Prosesi Penyelenggaraan Jenazah Penghulu. Dalam pelaksanaan Prosesi Penyelenggaraan Jenazah Penghulu di Nagari Sungai Patai terdapat enam prosesi.Diantaranya:
Mancabiak kain kapan adalah kegiatan yang dilakukan oleh angku nan ampek berjumlah empat orang yang berasal dari empat jenis suku yang ada di nagari Sungai Patai. Dalam prosesi mancabiak kain kapan tidak hanya angku nan ampek yang memiliki tanggung jawab penuh, akan tetapi tanggung jawab tetap dibebankan kepada semua pihak yang ada, angku nan ampek merupakan simbol bahwa penyelenggaraan jenazah ini adalah tanggung jawab dari semua masyarakat Nagari Sungai Patai, masing-masing orang punya tugas-tugas yang telah ditetapkan oleh para datuk kepada setiap pihak yang ada, tentunya hasil dari kesepakatan yang telah disepakati.
Dalam prosesi ini juga dibuat deta yang dalam istilah Sungai Patai disebut dengan kain deta putiah. Deta ini terbuat dari kain kafan yang di gulung dan dibentuk menyerupai sebuah ikat kepala. Deta ini digulung membentuk lingkaran yang nantinya di letakan pada bagian atas Osongkapali. Pembuatan deta ini dilakukan oleh pegawai adat. Setelah selesai deta itu diserahkan kepada seorang monti.
Gambar 3: proses kegiatan mancabiak kain kapan (memotong kain kapan) yang dilaksanakan oleh angku nan ampek.
Masyarakat Sungai Patai memakai Osongkapali sebagai keranda untuk membawa jenazah ke tempat jenazah akan dikuburkan. Ketika seorang penghulu meninggal akan menggunakan Osongkapali sebagai keranda, sementara ketika seorang masyarakat biasa meninggal dunia maka keranda yang dipakai adalah keranda yang telah disediakan seperti layaknya yang kita temui dilingkungan kita masing-masing. Hal ini menjadi daya tarik dalam prosesi penyelenggaraan jenazah penghulu di Sungai Patai.
Gambar 4: proses pembuatan keranda jenazah (osongkapali).
Osongkapali merupakan sebuah keranda yang dibuat oleh dubalang nan 4 dan dari suku yang berbeda tentunya. Osongkapali berbahan dasar bambu dan pelepah daun enau. Para dubalang mengolah bahan dasar tersebut menjadi sebuah keranda jenazah yang disebut Osongkapali. Pada masa dahulu, masyarakat tidak menggunakan paku untuk membentuk sebuah Osongkapali, tetapi mereka memakai tali dan sistem pasak dalam merangkai bambu tersebut. Cara ini sama dengan pembuatan rumah gadang di Minangkabau. Akan tetapi, saat ini masyarakat sudah memakai paku sebagai alat untuk merakit bambu tersebut menjadi sebuah keranda. Dalam hal bentuk fisik, Osongkapali masih sama dengan bentuk yang lama.
Gambar 5: osongkapali ketika sudah selesai dikerjakan.
Pembuatan Sonduak-Sonduak
(Dipakai untuk yang meninggal Malin, Dubalang, Monti dan Bundo Kanduang)
Kain adat adalah kain yang ditutupkan pada keranda adat. Bundo kanduang adalah sosok yang tidak boleh terlupakan dalam Minangkabau, karena peran bundo kanduang amatlah penting dan dihormati oleh masyarakat Minangkabau. Segala kebijakan-kebijakan harus diketahui dan atas persetujuan bundo kanduang.
Dalam prosesi penyelengaraan jenazah penghulu di Sungai Patai dapat dilihat bahwa peran bundo kanduang amatlah penting, seperti dalam pemasangan kain adat untuk menutupi Osongkapali yang telah dibuat oleh para dubalang tadi. Setelah Osongkapali dibuat, bundo kanduang akan menyalimuti keranda tersebut menggunakan kain adat yang merupakan kain yang telah turun temurun digunakan masyarakat dan sekaligus menjadi simbol adat istiadat dan kebesaran seorang penghulu di Minangkabau khususnya Nagari Sungai Patai.
Gambar 6: pemasangan kain adat yang dilaksanakan oleh bundo kanduang lengkap dengan pakaian adat mereka.
Dalam pemasangan kain adat hanya bundo kanduang yang dibolehkan. Bundo kanduang yang bertugas memasangkan berjumlah lima orang. Mereka berasal dari lima suku yang berbeda. Bundo kanduang memiliki tanggung jawab penuh dalam pemasangan kain adat tersebut. Waktu memasang kain adat, bundo kanduang memakai pakaian adat yaitu memakai baju kuruang dan tikuluak kain panjang. Bundo kanduang mengatur letak kain adat tersebut hingga menyelimuti Osongkapali secara keseluruhan
Setelah Osongkapali ditutup kain adat maka dilanjutkan dengan pemasangan payung hitam pada puncak atas Osongkapali, setelah itu dipasangkan kain samiri dan kain deta putiah. Payung hitam melambangkan kebesaran seorang penghulu karena dengan payung hitamlah penghulu tersebut dipayungi ketika pengangkatan gelarnya sewaktu masih hidup. Sama halnya dengan payung hitam, kain samiri juga melambangkan kebesaran seorang penghulu. Kain samiri ini dibuat menyerupai gumpalan yang merujuk pada sebuah kepala manusia kemudian dibungkus dengan kain berwarna merah. Pada kain samiri, kemudian dililitkan sebuah kain yang digulung berwarna putih kemudian diikatkan ke gumpalan yang dilapisi kain samiri. Kain samiri tersebut yang disebut kain deta, yang melambangkan penghormatan terakhir yang diberikan kepada penghulu yang meninggal tersebut.
Setelah itu, dibagian tengah Osongkapali yang diselimuti oleh kain adat tadi akan di pasangkan baju kebesaran penghulu yang dikenakan semasa hidupnya lengkap dengan karih dan tungkek dari penghulu tersebut. Baju penghulu tersebut terdiri dari: baju panghulu, sarawa panghulu, kain saruang (yang digunakan sebagai salempang), kain tikuluak api-api, tunkek, karih. Hal ini dilakukan bertujuan untuk menghormati seorang penghulu dari pengangkatan gelar sampai ajal menjemputnya.
Sebelum jenazah penghulu dibawa untuk dishlatkan maka pertama mengangkat osongan Osongkapali oleh dubalang nan barompek dengan ale bau dengan kain putiah yang didalamnya uang adat (suai dengan kesepakatan). Kain Campak terletak sebelah belakang osongkapali dan sebagai tempat gantungan orang naik untuk manyeghak koin.
Prosesi marocak merupakan prosesi yang paling unik dari sekian banyak rentetan dari prosesi-prosesi yang ada. Marocak adalah kegiatan menyebarkan uang koin kepada masyarakat disepanjang jalan menuju pandam pakuburan penghulu tersebut. Aktifitas marocak dilakukan anak pisang dalam adat dari penghulu yang meninggal. Uang koin yang disebar disediakan oleh pihak sipangka atau pihak keluarga yang ditinggalkan penghulu. Anak pisang yang marocak (menaiki) Osongkapali adalah dari keluarga penghulu.
Untuk menjadi seorang penghulu di Minangkabau ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah memilki harta pusaka. Kepemilikan harta itu juga tergambarkan dari prosesi marocak. Uang koin yang disebarkan sepanjang jalan akan dipungut masyarakat yang usianya mulai dari yang paling muda hingga paling tua.
Prosesi marocak berlangsung ketika jenazah penghulu sudah selesai diselenggarakan menurut ajaran agama islam. Sebelum berangkat ke tempat jenazah akan dikuburkan, salah seorang yang disebut anak panca yaitu anak pisang dari penghulu tersebut menaiki Osongkapali. Setelah anak panca naik ke atas Osongkapali, masyarakat akan mengangkat keranda menuju pandam pakuburan. Disepanjang jalan dari tempat jenazah dishalatkan hingga pandam pakuburan. Anak panca akan menebarkan uang koin dan masyarakat akan berebutan memunguti uang koin tersebut. Marocak dapat diartikan menaiki Osongkapali oleh anak panca. Anak panca adalah anak pisang yang bertalian darah langsung dengan penghulu yang meninggal. Namun tidak semua anak pisang dapat dikatakan anak panca dan menjadi perocak Osongkapali. Pemilihan anak panca ini berdasarkan anak pisang yang di rumah gadangnya juga ada penghulu. Anak panca ini harus memiliki darah penghulu.
Prosesi marocak dalam fungsi folklor juga termasuk sebagai alat pengesahan kebudayaan. Alasannya sama dengan yang terjadi pada prosesi Osongkapali yang tidak ditemukan di daerah lain di Minangkabau.
proses kegiatan prosesi marocak (menebarkan uang koin) yang dilaksanakan oleh anak panca.
Disaat jenazah penghulu dikuburkan, salah seorang perwakilan dari pihak sipangka melakukan sambah kato togak. Pihak sipangka membacakan teks pasambahan minangkabau yang disebut pasambahan alam. Pasambahan ditujukan kepada datuak pucuak selaku perwakilan semua masyarakat yang telah hadir di pandam pakuburan tersebut. Disaat itu pula siriah carano dilegakan kepada penghulu-penghulu yang telah hadir. Sesaat setelah jenazah masuk kedalam kuburan, pasambahan alam mulai dibacakan.
Gambar 8: suasana di lokasi tempat penghulu disemayamkan (pandam pakuburan)
Prosesi ini sudah umum dilaksanakan dalam setiap kematian di Sungai Patai. Manigo hari merupakan kegiatan menjengguk sekaligus mengajikan jenazah yang meninggal dirumah orang tua. Hari pertama setelah kematian biasanya yang hadir adalah keluarga terdekat, dan biasanya ini tidak ramai. Pada hari kedua, ini disebut dengan manigo hari kaum. Yang hadir dalam pada malam hari kedua ini adalah kaum dari penghulu yang meninggal (Manigo Ari Sipokok).
Sambakato Togak katiko Manigo Ari Niniak Mamak Yang Meninggal
Pada hari ketiga ini adalah manigo hari nagari. Pada malam ketiga ini yang hadir tentu orang-orang yang ada dalam nagari. Pada manigo hari ini hadir seluruh penghulu yang ada. Untuk menghormati penghulu yang meninggal alur pasambahan dibawakan dengan posisi berdiri. Sikap dalam menyampaikan pasambahan dalam posisi berdiri disebut dengan Sambah kato togak. Pasambahan yang diucapkan disebut dengan Pidato alam, teks pasambahannya lebih panjang dari pidato alam yang disampaikan di pandam pakuburan. Acara manigo ari hari ketiga ini biasanya agak lebih lama dari 2 hari sebelumnya.
Setelah selesai membacakan ayat-ayat al quran para pelayat menigo hari pulang akan tetapi kaum dari penghulu yang meninggal managa (menahan diri sejenak untuk tidak pulang). Tujuannya antara lain saling silaturahmi antar kemenakan, menyelesaikan utang-piutang jenazah, serta mennetapkan hari mamatuan kubua (memberikan batu kuburan).
Unik dan berbeda dengan manigo penghulu dan orang biasa yang meninggal terletak pada pidoto alam. Jika orang yang biasa yang meninggal tidak memakai pidato alam namun setiap penghulu yang meninggal wajib menyampaikan pidato alam. Tujuan untuk mengingatkan fungsi setiap masing-masing elemen yang ada dalam masyarakat seperti penghulu, dubalang, bundo kanduang, pemuda. juga untuk menghormati kebesaran penghulu sebagai pemimpin kaum.
Pada umumnya di Minangkabau atau Sumatera Barat, pihak keluarga mengambil peran penting dalam prosesi penyelenggaraan. Penyelenggaraan jenazah sesuai dengan aturanâ'aturan agama islam. Setelah aturan agama islam dipedomani barulah diterapkan atau dijalankan aturanâ'aturan adat.
Upacara atau prosesi yang ditradisikan pada penyelenggaraan jenazah penghulu di Sumatera Barat pada umumnya tidak berbeda jauh dengan prosesi penyelenggaraan jenazah orang biasa. Upacara secara garis besar berlaku saat sebelum penguburan, dan sesudah penguburan.
Akan tetapi pada prosesi penyelenggaraan jenazah penghulu di Nagari Sungai Patai terbilang unik. Diantara ke-8 tahapan prosesi yang telah dijelaskan pada sub judul sebelumnya, maka Kami menemukan keunikan yang bisa dibilang hanya terjadi di Nagari Sungai Patai. Prosesi tersebut ialah Osongkapali dan Marocak.
Keunikan Osongkapali dikarenakan bahan dan cara pembuatan Osongkapali dibuat dari bahan dasar bambu, sementara secara umum keranda dibuat dari besi atau papan. Osongkapali dihiasi dengan simbol-simbol yang menggambarkan kebesaran seorang penghulu di Minangkabau.
Selain Osongkapali, keunikan dari prosesi penyelenggaraan jenazah penghulu di Nagari Sungai Patai adalah marocak. Menebar uang koin yang disebut marocak oleh masyarakat Sungai Patai merupakan prosesi paling unik dari prosesi lainnya. Setelah jenazah diselenggarakan, anak pisang dari penghulu yang disebut anak panca akan menaiki Osongkapali kemudian menebarkan uang koin disepanjang jalan menuju pandam pakuburan. Prosesi marocak lebih bermakna pada kekayaan yang dimilki oleh seorang penghulu yaitu harta pusaka. Kemudian penebaran uang koin tersebut juga menyiratkan kemurah hati seorang penghulu di Minangkabau dalam memimpin kaumnya. Nilai-nilai sosial yang terkandung dalam prosesi marocak menjadi salah satu alasan kuat bagi masyarakat untuk mempertahankan prosesi tersebut.
Prosesi marocak hanya terdapat pada prosesi penyelenggaraan jenazah yang ada di Nagari Sungai Patai. Beberapa daerah di Minangkabau masih memakai adat penyelenggaraan jenazah seorang penghulu, namun tidak terdapat kesamaan prosesi dengan prosesi yang ada di Sungai Patai.
Sumber : Fandi Pratama, "Dokumentasi Upacara kematian penghulu di Sungai patai"
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |