Ritual
Ritual
Upacara adat Sulawesi Tengah Palu
Nopamada
- 19 Januari 2018

(Masa menjelang/menanti datangnya saat-saat kematian – Suku Kaili) Nopamada adalah suatu upacara yang dilakukan di saat-saat menanti seseorang menghembuskan napasnya terakhir di mana seluruh anggota keluarga telah bejaga-jaga menjelang datangnya sakaratul maut. Bagi masyarakat Kaili, saat-saat ini merupakan suatu moment yang paling berharga untuk menyempatkan diri hadir dengan anagota keluarga lainnya, ikut serta menyaksikan bahkan ikut mengambil peran dalam upacara tersebut.

Tujuan Upacara tersebut ialah:

1.      Mengambil kesempatan untuk saling memaafkan kesalahan-kesalahan masing-masing dengan segala keikhlasan. Dan alangkah besarnya rasa kekesalan bila kesempatan tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh anggota keluarga yang terdekat. Mereka dianggap sebagai orang rugi dinilai sebagai orang keras hati dan berkepribadian rendah. Nopamada berarti bejaga-jaga menanti saat seseorang menghembuskan napas terakhir.

2.      Mendoakan agar yang diupacarai itu dapat menghembuskan napas terakhir dengan tenang dan memilih jalan yang terang dalam kelanjutan bidupnya di alam baqa.

3.      Pernyataan rasa solidaritas, rasa kekeluargaan dan bertetangga dalam menghadapi suatu musibah yang bakal dihadapi oleh keluarga.

Inti upacara nopamada ialah mengajarkan/mengingatkan atau menuntun orang yang sekarat itu dengan suatu petunjuk atau isyarat tertentu, yang dipercayai sebagai suatu cara yang membuka jalan lempang, agar roh dapat ke luar dengan tenang dari dalam tubuh pada saat menghembuskan napas terakhir.

Ajaran tersebut biasa disebut “jalan nggamatea” (jalan menuju kematian), yang isinya mempelajari tanda-tanda akan datangnya ajal dan jalan yang ditempuh oleh roh seseorang, pada saat menghembuskan napas terakhir menuju alam baka. Ajaran ini diperoleh melalui tarikat dengan guru-guru agama, yang biasanya diajarkan kepada seseorang dalam kelambu, dengan sangat rahasia. Pengetahuan tersebut tidak diajarkan kepada sembarang orang melainkan hanya kepada orang-orang tertentu saja, karena mereka yang dianggap ahli dan bertugas mengajar orang-orang yang sedang dalam keadaan sakarat tersebut.

Waktu upacara

Upacara ini dilakukan pada waktu seseorang sedang sekarat (Rilara nuadanga) atau pada saat-saat seseorang sedang gelisah, atau menunjukkan gejala-gejala yang sangat menderita kesakitan, apalagi keadaan yang demikian itu diderita dalam waktu yang agak lama. Tanda-tanda seorang yang sakarat tersebut, disebut nantapasaka; Melepaskan kebiasaan-kebiasaan yang pernah dilaksanakannya selama hidupnya apakah itu yang baik atau yang buruk, sehingga memberikan tuntutan atau bimbingan dari anggota keluarga atau yang dianggap ahli dalam bidang itu secara bergantian. Acara ini disebut mopotuntuaka ritalinga (membisikkan sesuatu pengajaran dengan mendekatkan mulut di telinga orang yang sedang sakarat tersebut).Penyetenggara teknis. Pelaksana teknis upacara ini, dahulu di lakukan oleh dukun (sando) dengan membaca mantra (mogane), sambil meremaskan bagian kepala dengan air, yang telah diflup oleh dukun dengan mantra-mantra tertentu, clan anggota keluarga menyaksikan dengan tenang.

Dewasa ini upacara tersebut dilakukan oleh peranan agama. Dalam keadaan seseorang rilara nuadanga diadakan pengajian AI-Qur’an (surat Yasin) dari salah seorang anggota yang hadir, yang dianggap memiliki suara yang fasih dan lagu yang baik. Yang bertugas mengajarkan/membisikkan ajaran kepada orang yang sakarat tersebut adalah keluarga yang terdekat, yang dianggap guru atau pegawai syara yang diundang untuk itu.

Kalimat yang dibisikkan ke telinga (nipotuntuaka ritalinga) adalah kalimat Tauhid yaitu Laa ilaha illallah. Siapa yang mampu mengucapkan kalimat tauhid tersebut, dipercayai bahwa orang yang meninggal tersebut pasti masuk Surga.

Pihak-pihak yang terlibat

Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini adalah seluruh anggota keluarga terdekat/tetangga. Tugas mereka selain datang saling minta maaf dan turut mendoakan, juga memanggil keluarga-keluarga yang agak jauh, yang memungkinkan dapat hadir menyaksikan situasi yang sedang gawat atau menanti saat-saat menghembuskan napas yang terakhir. Di samping mengundang ketua dewan adat/guru/pegawai syara dan sebagainya sebagai petugas teknis.

Jalannya Upacara

Jalannya upacara Nopamada, dapat dibagi dua yaitu:

§  Pada saat sakaratul maut (rilara nuadanga).

§  Pada saat setelah menghembuskan napas terakhir.

Pada tahap pertama, upacara yang berlangsung ialah:

1.      Nopotuntuaka ritalinga (membisik/menyampaikan kalimat Tauhid). Bila masa sakarat itu agak lama dan sulit mengucapkan, maka orang-orang secara bergilir atau bergantian melaksanakan tugas tersebut.

2.      Membaca AI-Qur’an Surat Yasin sepanjang saat/waktu seseorang dalam keadaan sakarat (rilara nuadanga).

Tahap kedua ialah saat seseorang telah menghembuskan napas terakhir, maka letak tubuhnya diperbaiki dalam keadaan terlentang, mulut yang terbuka dikatupkan, dan mata yang membelalak ditutup serta kedua tangannya diletakkan di atas dadanya. Bila anggota tubuhnya agak kaku/kejang diatur dalam posisi seperti tersebut, maka untuk itu dipakai minyak kelapa dicampur dengan sikuri-kuri (kencur) untuk melemaskan anggota tubuh si mati. Rasa kepuasan dan kebahagiaan anggota keluarga tergambar mewarnai ketenangan menghadapi musibah tersebut apabila orang yang meninggal sempat mengucapkan kalimat tauhid tersebut baik karena diberi tuntunan atau tidak, serta dalam keadaan posisi badan tertentang, mata terpejam dan kedua tangannya telah diletakkan di atas dadanya secara sempurna. Suatu kondisi ideal bagi seorang yang dianggap selamat menghadap Tuhannya. Suatu simbol dari pribadi orang-orang yang baik amainya dan menjadi kebanggan keluarganya.

Upacara nopamada hingga dewasa ini masih berlaku, baik bagi keluarga raja atau bangsawan maupun anggota masyarakat biasa. Pantangan-pantangan selama upacara nopamada tersebut ialah:

1.      Seluruh anggota keluarga yang hadir, dilarang menangis dan berbicara keras. Maksudnya agar tahu rilara nuadanga tidak terganggu, dan dapat menghembuskan napas terakhir dengan tenang tanpa merasa kesakitan.

2.      Dilarang berjalan menghentakkan kaki dalam rumah, karena mengganggu konsentrasi atau mempersulit seseorang menghembuskan napasnya yang terakhir. Hal tersebut dianggap sebagai suatu penyiksaan.

 

Source: http://telukpalu.com/2007/06/nopamada/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline