|
|
|
|
Nompudu Valaa Mpuse Tanggal 19 Jan 2018 oleh Fennec_fox . |
Upacara ini dilaksanakan pada saat bayi lahir, yang dilakukan oleh sando mpoana (dukun bersalin). Upacara ini memotong tali pusat yang menghubungkannya dengan tembuni (tavuni).
Maksud dan Tujuan Upacara
Maksud dan tujuan upacara ini ialah memotong tali pusar yang masih bersatu dengan tembuni yang dipercayai sebagai dua mahluk yang harus dipisahkan. Karena itu upacara ini dilakukan dengan hidmat oleh dukun bersalin, agar roh tembuni tidak mengganggu bayi setelah keduanya terpisah.
Waktu Penyelenggaraan Upacara
Waktu penyelenggaraannya dilakukan pada saat sang bayi itu lahir, sesudah diurut-urut dan dimantera seperlunya tanpa menunggu lebih lama.
Penyelenggaraan Teknis Upacara
Upacara pemotongan tali pusat oleh dukun beranak (sando mpoana) yang dianggap ahli dan berpengalaman untuk itu. Dukun itu melayani masyarakat desa tanpa mengenal stratifikasi sosial. Pihak-pihak lain yang terlibat ialah keluarga dalam rumah atau yang datang berkunjung pada saat kelahiran. Mereka mempersiapkan segala sesuatu perlengkapan yang diperlukan oleh dukun setelah bayi lahir.
Persiapan yang diperlukan ialah uang logam yang bernilai 50 perak (dari suku-suku) dan uang perak bernilai 100 perak (dari rupiah). Alat pemotong tali pusat itu adalah sembilu dari bambu (benji), dan alat pengikat ujung tali pusat bana (benang) atau titinggi nggaluku (tali serat sabut kelapa merah yang masih muda), dan sering pula dengan serat kulit kayu balinjau (lui kuli nusuka). Perlengkapan lainnya ialah air panas yang hangat kuku untuk memandikan sang bayi setelah selesai pemotongan tali pusat tersebut.
Jalannya Upacara Pemotongan Tali Pusat
Setelah sang bayi lahir, dukun menutup kedua belah telinganya dengan uang logam (doi suku-suku) dan memotong/mengiris tali pusat di atas uang logam 100 perak (doi rupiah) tersebut dengan sembilu. Di saat tali pusat dipotong, di kolong rumah dibunyikan petasan (baracu). Selesai pemotongan ujung tali pusat yang berhubungan dengan anak tersebut diikat dengan tali seperti yang disebutkan di atas. Kemudian bayi tersebut dimandikan oleh dukun dengan air yang agak panas (uwe longo).
Bayi kemudian nibado (diberi pakaian) dengan cara melilit kain/sarung dengan agak ketat mulai dari kaki dan seluruh badan kecuali bagian muka, sehingga anak tidak dapat menggerak-gerakkan kaki dan tangannya. Ibu sang bayi dibersihkan dan diberi obat-obatan tradisional, agar kekuatannya pulih kembali, dan pada hari pertama dukun mengambil peran utama dibantu dengan keluarga/tetangga-tetangga yang datang.
Merawat Tembuni
Tembuni yang merupakan bagian dari pada bayi, itu dianggap sebagai kakak dari bayi, dipelihara dan disimpan selama satu minggu dalam belanga tanah yang baru setelah diberi garam dan asam yang dibungkus dengan kain kuning. Di atas belanga tersebut dihiasi dengan empat tusuk bawang dan kunyit sebagai kembang hiasan. Maksudnya agar tembuni merasa mendapat pelayanan dan hiburan sehingga tidak mengganggu saudaranya. Dengan demikian sang bayi tidak selalu menangis atau senyum dalam keadaan tidur karena digelitik oleh saudaranya (tembuni).
Upacara penanaman tembuni dilaksanakan bersama dengan upacara turun tanah dan naik ayunan. Dalam upacara penanaman tembuni tersebut seorang anak perempuan yang masih hidup kedua orang tuanya diberi tugas membawa tembuni tersebut dengan berselubung kain putih dari rumah ke tempat penanaman, dan seorang lainnya membawa makanan tembuni tersebut. Kedua anak tersebut dilarang berbicara atau dilarang untuk ditanya sepanjang jalan sampai dengan selesainya tembuni tersebut ditanam.
Pihak-pihak yang Terlibat dalam Upacara
Pihak yang terlibat dalam upacara tersebut ialah dukun, orang tua bayi, anak-anak perempuan yang masih hidup kedua orang tuanya, dan keluarganya lainnya sebagai pendukung upacara tersebut.
Dalam upacara penanaman tersebut disediakan dua lubang masing-masing untuk penanaman tembuni dan bibit kelapa. Pohon kelapa tersebut merupakan simbol dari usia anak, dan atau bukti bahwa tembuni tersebut cukup mendapat perhatian dan menggembirakan anak kelak sesudah besar.
Pantangan selama masa kelahiran sampai dengan sebelum selesai nya upacara penanaman tembuni ialah bayi dilarang dibawa ke luar kamar atau ke luar rumah apalagi turun tanah.
Source: http://telukpalu.com/2007/06/nompudu-valaa-mpuse/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |