|
|
|
|
Museum Hamengkubuwono IX Tanggal 02 Jan 2019 oleh Roro . |
useum kecil ini didirikan pada awal tahun 1990-an untuk mengenang tokoh yang dicintai masyarakat Yogyakarta ini. Upaya tersebut diwujudkan melalui pameran berbagai benda dan dokumen milik sultan.
Sebagai sarana untuk mengenang seorang tokoh, Museum HB IX tidak hanya merupakan tempat menyimpan benda mati. Artefak saksi keberadaan tokoh tersebut berusaha dihidupkan dalam pameran. Benda-benda tersebut dipilih, dan dipamerkan secara berkelompok dan dengan urutan tertentu, ditambah keterangan-keterangan pada label sehingga membentuk suatu cerita yang mengagungkan sang tokoh. Hal ini masih ditambah dengan bangunan museum berarsitektur Jawa dengan berbagai ukiran keemasan khas kraton, menekankan kebesaran Sultan HB IX.
Di museum ini pengunjung dapat melihat keterlibatan Sri Sultan dalam perjuangan kemerdekaan, dalam kegiatan di kraton sebagai seorang sultan Yogyakarta, pejabat negara RI, berbagai kegiatan lain seperti Pramuka–Sultan HB IX adalah Bapak Pramuka Indonesia–, juga keseharian sebagai seorang pribadi. Terdapat meja kerja, berbagai penghargaan, pakaian, dan berbagai benda lain seperti pakaian seragam militer.
Salah satu tujuan penyelenggaraan museum terutama museum memorabilia adalah untuk pendidikan, untuk menyampaikan nilai-nilai baik dari sang tokoh yang dikenang dalam museum. Dari apa yang disajikan, pengunjung dapat belajar tentang sosok Sultan Hamengku Buwono IX. Seorang sultan kadang hidup dalam dongeng bagi kita masyarakat kebanyakan. Di museum ini kita melihat bahwa sultan juga manusia biasa, yang juga senang memasak dan memiliki hobi fotografi.
Pengunjung juga diajak mengenang bahwa sultan ini meskipun dididik di Barat, tetapi adalah seorang Jawa. Selembar prasasti marmer di ruang utama museum memuat kalimat terkenal dalam pidato penobatan sultan pada tanggal 18 Maret 1940. “Al heb ik een uitgesproken westerse opvoeding gehad, toch ben en blijf ik in de allereeste plaats javaan”, “Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang Jawa”.
Di salah satu ruang museum terpampang satu lukisan sultan mengenakan baju batik dan kutipan judul biografi sultan yang diterbitkan beberapa tahun sebelum beliau mangkat, “Tahta untuk Rakyat”. Dua hal ini, pernyataan sebagai orang Jawa dan orientasi kepada rakyat menggambarkan bahwa sebagai sultan, raja masyarakat Yogyakarta, beliau berdiri pada akar budayanya dan berorientasi kepada kesejahteraan rakyat.
sumber : http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/museum/396
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |