Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Tengah Bumiayu
Mitos dan Legenda Nyai Rantansari, bumiayu
- 14 Juli 2018

Sunan Amangkurat I dan wadya balanya memasuki suatu wilayah, dimana ia dan rombongannya dihadapkan pada suatu kejadian yang amat serius dan sangat membingungkan. Hal ini terjadi setelah rombongan masuk sebuah desa bernama “DAHA”.[3] Tanpa sebab musabab yang jelas, mendadak kuda penarik kereta kencana yang tidak lama telah melewati masa kritis, tiba-tiba terkulai lemas dan mati.
Bukan main sedihnya hati Gusti Sunan, terlebih Kyai Pancurawis yang merasa telah menyatu dengan kuda tersebut. Beberapa prajuritnya juga hilang tak berbekas seperti lenyap ditelan bumi. Dengan penuh rasa haru, dikuburkannyalah kuda itu di suatu tempat yang sekarang bernama KARANGJATI. [4] Agak lama Gusti Sunan dan rombongan berada di tempat tersebut. Ia telah mengalami beberapa peristiwa yang mengguncangkan hatinya. Ia sadar, jika ia telah lalai dalam menjalankan amanat sebagai Sultan Mataram sesuai dengan pesan dan petuah ayahanda dan kerabat keluarga kasultanan Mataram. Ia tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Allah SWT dan prajurit-prajurit yang masih setia kepadanya.

Begitu mendalam pula kesedihan yang dialami Kyai Pancurawis, yang kemudian ia meminta izin kepada Sunan Amangkurat I untuk diperkenankan tetap tinggal di Karangjati mengurus kuburan kuda kesayangannya sampai ajal menjemputnya.[5] Walhasil dengan tidak ikut sertanya Kyai Pancurawis menemaninya melanjutkan perjalanan, maka Gusti Sunan pun menjadi tidak memiliki semangat. Satu-satunya harapan yang sekarang ia miliki hanyalah bertemu dengan seseorang yang dapat mengobati kegundahan hatinya dan meluruskan langkah kehidupannya. Sesaat ia memandang sekeliling, tampak di pelupuk matanya Gunung Slamet yang menjulang tinggi ke angkasa, didampingi pebukitan yang setia menemani keperkasaannya. Sementara lerengnya, terhampar area pesawahan yang merupakan panorama keindahan alam sangat luar biasa. Sebuah wilayah yang masih dalam kekuasaan pemerintahannya di Mataram dengan masyarakat yang ramah dan religius, begitu pikirnya. Decak kagumnya, mengundang hasratnya untuk memberikan nama wilayah ini dengan nama BUMIAYU.
Di Bumiayu inilah Sunan Amangkurat kemudian bertemu dengan sosok wanita jelita yang memikat hatinya. Ia berusaha menghampiri wanita itu, namun semakin cepat ia berusaha meraihnya semakin cepat pula wanita itu lenyap dari pandangan matanya. Sampailah Gusti Sunan di sebuah tempat dimana ia melihat wanita itu masuk dan hilang tak berbekas. Betapa terkejutnya Gusti Sunan, ketika secara tiba-tiba muncul suara tanpa rupa yang menasehatinya supaya selalu mendekatkan diri kepada Tuhan dan untuk memperolehnya ia harus terus berjalan ke utara bukan ke barat. Di bawah pohon beringin besar ia tertunduk lesu sembari menyadari kealpaannya selama ini. Tempat tersebut kini bernama Dukuh Kramat (yang berarti Kramat ; Wingit atau angker) dan terdapat CANDI KRAMAT yang dipercaya masyarakat setempat dihuni oleh Nyai Rantansari.
Sosok wanita ayu itu juga yang ikut memiliki peran atas penamaan Bumiayu ini. Menurut Sunan Amangkurat I, pemberian nama Bumiayu ini memang selain memiliki panorama alam yang sangat indah, juga karena wilayah ini “dikuasai” oleh Nyai Rantansari yang memiliki kecantikan tiada tanding.
Cukup lama Sunan Amangkurat I berada di wilayah Bumiayu dan sekitarnya. Singkat cerita, sampailah ia berada di suatu tempat bernama Adiwerna. Dengan bekal ketakwaan dan silsilah darah birunya, membuatnya menjadi panutan masyarakat sehingga ia mendapatkan gelar SUNAN TEGAL ARUM atau SUNAN TEGALWANGI. Ia dimakamkan di Pesarean Lemah Duwur Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal. Konon, makamnya pada hari-hari tertentu mengeluarkan bau harum, karenanya ia mendapatkan gelar Tegal Arum. Pemakamannya selalu ramai dikunjungi para peziarah, khususnya setiap malam Selasa atau Jum’at Kliwon, terlebih pada malam 1 Suro atau malam tanggal 1 Muharram tahun baru Islam. Para peziarah dating dari berbagai penjuru memadati ruas-ruas jalan Slawi-Tegal tentunya dengan berbagai macam tujuan. Namun sangat penulis sesalkan, bahwa tulisan cerita ini belum lengkap versinya. Belum ada informasi yang cukup meyakinkan penulis untuk dapat dimuat dalam sebuah cerita legenda, terutama tentang penamaan Dukuh Balaikambang, Kedatuan, Pesanggrahan, Desa Linggapura, Balapusuh, Rajawetan sampai dengan Adiwerna Kabupaten Tegal.
Wallahu a’lam bishawab.
1)      Sultan Agung pernah dua kali mencoba melakukan serangan ke Batavia, yaitu pada tahun 1627 dibawah pimpinan Tumenggung Baureksa dan Tumenggung Suro Agul-agul. Tahun 1629 dibawah pimpinan Kyai Ageng Juminah, Kyai Ageng Purbaya dan Kyai Ageng Puger, Kedua penyerangan tersebut tidak berhasil menembus benteng pertahanan VOC di Batavia. Prajurit Mataram telah kehabisan tenaga akibat kurangnya perbekalan, karena dibakar pengkhianat. Kegagalan itu sebenarnya sudah dapat dirasakan oleh Senopati Linduaji yang bertugas sebagai spionase, yang menyatakan terdapat indikasi penyusupan dan pengkhianatan oleh masyarakat yang ditugasi menjaga lumbung padi untuk perbekalan prajurit Mataram yang ditempatkan di daerah perbatasan (Jawa Tengah – Jawa Barat).
Penduduk setempat mempercayainya, bahwa ikan-ikan tersebut diutus untuk menjaga area pesawahan di Desa Pandansari. Konon, sawah-sawah di desa ini tidak pernah terkena hama tikus. namun daerah sekitar, banyak ditemukan sawah yang terkena hama tersebut, yang diyakini kalau tikus-tikus tersebut bersumber dari ikan-ikan lele yang berada di Telaga Ranjeng. Wallahu a’alam.
Konon menurut cerita, Desa Daha ini leluhur dan pendirinya adalah berasal dari Kerajaan Daha, Kediri Jawa Timur. Sekarang desa tersebut bernama Negaradaha berada di Wilayah Kecamatan Bumiayu. Di desa tersebut juga terdapat suatu tempat bernama Candi Nyai Rantansari yang dipercaya memiliki hubungan dengan Candi Kramat di Bumiayu yang juga Nyai Rantansari sebagai Danyang yang Mbahurekso tanah Bumiayu.

Sumber: http://sinaubudayajawa.blogspot.com/2013/06/mitos-dan-legenda-nyai-rantansari.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya
Gambar Entri
Prajurit Pemanah Kasultanan Kasepuhan Cirebon Di Festival Keraton Nusantara
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
Kirab agung milad ke 215 kesultanan kacirebonan
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
PANURUNG: Pasukan Pengawal Keraton Sumedang Larang
Senjata dan Alat Perang Senjata dan Alat Perang
Jawa Barat

Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU