SETIAP daerah di Indonesia mempunyai tradisi berbeda-beda dalam menyambut tahun baru, salah satunya di Manado, Sulawesi Utara (Sulut). Di Manado ada Tradisi Mekiwuka, tradisi menyambut tahun baru. Mekiwuka merupakan ungkapan rasa syukur atas pemeliharaan Tuhan disepanjang tahun yang telah dilewati.
Beberapa daerah di Sulut juga memiliki tradisi ini, hanya istilahnya yang berbeda, seperti Kawukaan di Kakas, Kabupaten Minahasa dan Sakaiba di Tondano
"Kalau Kakas di Minahasa tradisi ini disebut Kawukaan, sedangkan di Tondano disebut Sakaiba dan biasanya di buat pada malam tanggal 24 Desember dan malam tanggal 31 Desember. 24 desember "Maako Kawukaan" atau menjelang pembukaan dan 31 Desember "Kawukaan," ujar Jemmy Lombogia, warga Kakas, Kabupaten Minahasa.
Mekiwuka merupakan parade yang dilakukan pada saat tengah malam jelang pergantian tahun dengan menggunakan alat musik tradisional masuk keluar rumah warga, bersilaturahmi saling mengucap syukur menyambut tahun yang baru.
Tradisi Mekiwuka diyakini berkembang di lingkungan komunitas orang Minahasa dan Borgo yang ada di Manado, yang merupakan penggabungan dua budaya yakni budaya Minahasa dan Borgo.
Lodwik Nangoy (78) warga Kampung Kakas, Jalan Sam Ratulangi, Kelurahan Titiwungen, Kecamatan Wenang, Manado menuturkan Mekiwuka merupakan tradisi penyambutan tahun baru yang merupakan penggabungan dua budaya, Minahasa dan Borgo.
"Antara orang Borgo dan Minahasa yang sudah kawin mawin sepakat untuk membuat tradisi menyambut tahun baru," ujar Lodwik
H. Muhammad Al-Buchari (77) warga kampung Pondol juga membenarkan hal itu, namun menurutnya tradisi yang dibawa oleh orang borgo ini sudah mulai hilang seiring perkembangan zaman.
"Dulu naik turun rumah menggunakan tambor, terompet dan violin sambil menyanyi menyambut datangnya tahun baru jalan dari kampung Pondol, kampung Kakas, kampung Tomohon, naik kampung Langowan, ramai," ujar H. Muhammad Al-Buchari.
Lama kelamaan menurut Al-Buchari, sudah banyak orang tua-tua kampung yang meninggal dunia sehingga tradisi ini mulai hilang, namun beberapa kampung seperti kampung kakas, Kampung Tombariri, kampung Langowan masih tetap melestarikanya.
"Tapi kerukunan antar umat beragamanya tetap ada," ujar H. Muhammad Al-Buchari.
Orang Borgo di Manado dan di Sulut sendiri telah ada sejak abad ke XVI, orang borgo atau keturunan langsung merupakan hasil perkawinan campur antara suku Minahasa asli dan orang-orang eropa, Spanyol, dan Portugis yang datang berdagang di Kota Manado.
Masyarakat keturunan Borgo merupakan salah satu kelompok keturunan asing yang sudah lama bermukim di wilayah kota Manado yang merupakan bagian dari tanah Minahasa. Sebagian besar mereka tersebar mulai dari Malalayang, Bahu, Pondol, Mahakeret, Tikala, Sindulang, dan Tuminting.
Masyarakat keturunan Borgo akhirnya sudah merupakan bagian dari etnik Minahasa yang hidup di Kota Manado. pengaruh masyarakat keturunan Borgo terhadap seni tradisional sebagai bagian dari identitas Minahasa di Manado adalah tarian katrili dan figura
Figura inilah yang diyakini merupakan penggabungan budaya Minahasa dan Borgo sehingga terciptalah Mekiwuka. Figura sendiri mirip dengan Mekiwuka, sama-sama tradisi menyambut tahun baru, bedanya kalau Mekiwuka dilaksanakan pada saat tengah malam jelang pergantian tahun sedangkan figura biasanya dilaksanakan saat kunci taong (kunci tahun) seminggu sesudah tahun baru.
Perbedaan lainnya yang juga cukup mencolok yakni jika Mekiwuka menggunakan tambor, terompet dan violin, naik turun rumah sambil bernyanyi dengan kostum seadanya, sedangkan figura memakai kostum yang aneh-aneh, dimana prianya berdandan seperti wanita, begitu juga sebaliknya wanita berdandan seperti pria dan meniru figur orang terkenal, baik itu pahlawan maupun artis terkenal.
Untuk melestarikan budaya ini setiap tahunnya, pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut melalui Dinas Pariwisata menggelar Festival adat Mekiwuka yang dirangkaikan dengan festival Figura.
Festival adat Mekiwuka baru sekali diadakan pada 2016 lalu sedangkan Festival figura sudah menjadi agenda rutin pemprov Sulut.
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...