Balakan terletak di Desa Mertan, Kecamatan Bendosari, Sukoharjo, Jawa Tengah. Daerah itu disebut Balakan karena di tempat tersebut terdapat makam Ki Ageng Balak yang dijadikan tempat ritual sejak dahulu kala. Komplek pemakaman ini selalu ramai dikunjungi orang dari berbagai daerah di setiap harinya yang bertujuan mencari penyelesaian atas masalah dalam kehidupan mereka. Konon katanya, banyak pengunjung yang berhasil dan sukses setelah menjalani ritual di tempat ini.
Asal muasal tempat ini yaitu pada siang hari di musim paceklik, warga desa mendengar suara entah dari mana, yang berbunyi:
“Yah mene kok golek uwi, kae lho openono panggonanku ono ngisor uwit serut, openono bleduge, panganen kanggo wong sak eyupen blarak. Aku putro wayah ratu ping rolas isih turun Majapahit”
Yang kira- kira memiliki arti:
“Zaman sekarang kok cari susah, rawat saja tempatku di bawah pohon serut, bersihkan debunya, maka kamu tidak akan kelaparan. Aku anak dari cucu ratu keduabelas keturunan Majapahit”
Sejak mendengar suara tersebut, tepat di bawah pohon serut kemudian dibangun gubuk bambu beratapkan ilalang. Namun seiring dengan perkembangan zaman serta banyaknya para pelaku ritual yang memperoleh suara ghaib secara pribadi, maka bangunan gubuk akhirnya direnovasi menjadi sebuah bangunan pesanggrahan.
Setiap tahun (tepatnya minggu terakhir menjelang bulan suro), di tempat tersebut diadakan event budaya Pulung Langse, yaitu mengganti selubung kain (kelambu) yang digunakan untuk menutup makam. Agenda budaya tersebut selalu menjadi daya tarik ribuan masyarakat dari berbagai daerah. Rata-rata masyarakat ingin mendapatkan bekas kelambu yang diyakini membawa berkah. Dalam menunggu jalannya prosesi ritual, ribuan masyarakat dari berbagai daerah melakukan berbagai hal. Ada yang duduk dengan beralaskan tikar, koran, dan ada juga yang berdiri bergerombol di bawah pohon yang rindang. Para pengunjung didominasi orang dewasa meski ada juga yang mengajak anak-anaknya.
Selain bau dupa yang cukup mendominasi, terdengar juga alunan gending Jawa sebelum prosesi ritual Pulung Langse dimulai. Acara prosesi dimulai dengan sebuah Tari Gambyong sebagai penyambut para pengunjung. Setelah itu, sesepuh warga pun terdengar memimpin doa pertanda ritual akan segera dimulai. Usai doa selesai, ritual pun dimulai dengan kirab gunungan mengelilingi kompleks makam. Dalam kirab tersebut dipimpin oleh seorang “cucuk lampah”. Selain gunungan, terlihat juga sebuah pusaka yang dibungkus dengan kain hitam turut dalam kirab.
Selama jalannya kirab, para pengunjung yang tadinya duduk-duduk santai mulai beranjak dan memadati rute kirab. Warga yang datang ke lokasi tersebut memang hendak “ngalap berkah” atau “mencari berkah” dengan berebut isi gunungan serta mencari sisa kain atau langse bekas penutup makam. Hanya saja, untuk kain bekas penutup makam tidak diperebutkan karena jumlahnya yang sedikit.
sumber: sukoharjonews dan sastra budaya jawa dengan perubahan
#OSKMITB2018
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang