Ritual mendirikan rumah atau ma’patindak bola masih dilakukan oleh komunitas adat Pasang, Desa Pasang, Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Ma’patindak sendiri dapat diartikan mendirikan, sementara bola adalah rumah. Keunikan acara ini adalah terlibatnya banyak orang untuk ikut membantu, tanpa harus diminta oleh si pemilik rumah
JIka ada informasi sebuah rumah hendak didirikan, maka tanpa diminta orang-orang dari seluruh penjuru kampung akan berdatangan untuk membantu, tidak hanya orang tua, namun anak-anak mudanya, laki-laki dan perempuan. Semangat gotong-royong sangat terasa dalam ritual ini.
Ma’patindak bola ini sendiri memiliki sejumlah proses. Setelah rumah siap didirikan, maka di lokasi pendirian rumah terlebih dulu dilakukan acara doa dan pembacaan barzanji, berisi puja-puji pada Nabi Muhammad dan keluarganya. Tradisi di komunitas adat Pasang memang sangat dipengaruhi ajaran Islam.
Setelah prosesi barzanji ini dilakukan, yang diakhiri dengan doa keselamatan untuk pemilik rumah, maka di lokasi yang sama dilanjutkan dengan ritual maccera bola. Maccera biasanya diidentikkan dengan mengorbankan sesuatu, apakah itu ayam, kambing atau sapi. Untuk acara ma’patindak bola ini, yang dikorbankan adalah ayam dari tiga jenis, yaitu ayam berwarna hitam, putih dan bakka atau ayam dengan tiga warna, merah, hitam dan putih.
Ayam hitam adalah persembahan untuk tanah, ayam putih untuk rumah atau bangunan sementara ayam bakka untuk penghuni rumah agar selalu sehat dan sejahtera atau berkembang atau bakka,
Setelah ritual maccera bola dilakukan dilanjutkan dengan pemasangan tiang-tiang dan rangka rumah. Proses inilah yang kemudian melibatkan banyak orang, yang bisa mencapai ratusan orang.proses pemasangan tiang dan rangka ini sangat vital karena akan menentukan bangunan awal rumah. Setelah pemasangan tiang dan rangka ini selesai akan dilanjutkan dengan pemasangan dinding, lantai dan atap. Setelah bangunan rampung dan sebelum digunakan atau ditinggali oleh pemilik rumah maka ada ritual terakhir yang harus dilakukan, yaitu ritual kesyukuran atau ritual masuk rumah. Biasanya disertai dengan pemotongan ayam atau kambing untuk dikonsumsi bersama.
hal lain yang perlu diperhatikan dalam ritual ma’patindak bola ini adalah pemilihan waktu. Jika tidak tepat maka diyakini akan berakibat fatal bagi kesehatan, kesejahteraan dan keselamatan pemilik rumah dan keluarganya. Proses penentuan rumah ini biasanya melibatkan orang-orang tua yang memahami konsep hari baik.
kuatnya semangat gotong-royong di komunitas adat Pasang tak terlepas dari masih sangat kuatnya masyarakat adat Pasang dalam memegang pasang atau pesan leluhur. Ada empat inti dari pesan leluhur melalui pasang ini, yaitu malelu sipakainga’, artinya siapapun yang keliru itu harus diingatkan. Kedua, mali’ siparappe’, yang berarti kalau ada yang hanyut maka harus diselamatkan, sebagai kewajiban seluruh warga. Itulah makanya gotong royong di sini sangat kuat. Lalu ada juga pesan berupa ra’ba sipatokkong yang berarti bahwa jika ada yang rugi atau tidak mampu maka harus dibantu. Ketika sudah mampu maka harus bekerjasama, yang disebut tokkong sipakarudani, sebagai pesan terakhir.
Pesan tersebut disampaikan oleh pembawa pesan pertama di Pasang yaitu Latau Pakka. Latau Pakka sendiri dalam kosmologi masyarakat adat Pasang dianggap sebagai Tomanurung atau orang yang diturunkan dari langit di Buntu (Gunung) Pasang, yang berada di sebelah selatan kampung ini. Ketika Latau Pakka muncul ia membawa pesan-pesan sebagai aturan hukum di Pasang. Setelah pasang ini lengkap disampaikan, Latau Pakka langsung menghilang entah kemana. Untuk memperingati turunnya Latau Pakka inilah kemudian diadakan ritual maccera manurung tiap tahunnya.
Pasang atau pesan yang disampaikan Latau Pakka ini sendiri disebut Sajo atau ajaran yang tidak tertulis berisi hukum-hukum adat, baik dari terkait pertanian, keyakinan, kemaslahatan hidup, dan kehidupan manusia. Orang yang menyampaikan sajo ini disebut massajo, yang hanya disampaikan di saat ritual tahunan maccera manurung. Kelembagaan adat adat Pasang sendiri memiliki empat pilar yang disebut Appa’ Allirinna Wanua, yang dianalogikan sebagai tiang rumah di empat sisi.
Keempat pemangku adat ini terdiri atas Tomatua atau pimpinan, lalu ada yang disebut Dulung, sebagai penanggung jawab urusan pertanian. Ada juga yang disebut Sara’ yang mengurusi masalah keagamaan, dan terakhir adalah Sanro atau dukun, yang mengurusi masalah kesehatan.
sumber : http://www.mongabay.co.id/2016/10/31/serunya-tradisi-mendirikan-rumah-di-komunitas-adat-pasang/
Untuk membuka blok𝖎r {BR𝖎mo} yang terblok𝖎r Anda bisa menghubungi Customer Service BR𝖎 di Nomor WA+: [62858"7413"1418] atau hubungi 1500017 atau Anda Bisa lakukan lupa username atau password" pada halaman login aplikasi {BR𝖎mo}.
Untuk membuka blok𝖎r (BR𝖎mo) yang terblok𝖎r, Anda bisa menghubungi Customer Service BR𝖎 di Nomor WhatsAp+: (No.12.( 0851 6646). atau 1500017 atau Anda Bisa lakukan lupa username atau password pada halaman login aplikasi BR𝖎mo.
Untuk membuka blokir {BRImo} yang terblokIr Anda bisa menghubungi Customer Service BRI di Nomor WhatsApp+: (O858=7413=1418). atau 1500017 atau Anda Bisa lakukan lupa username atau password" pada halaman login aplikasi {BRImo}.
Untuk membuka blokir {BRImo} yang terblokIr Anda bisa menghubungi Customer Service BRI di Nomor WhatsApp+: (O858=7413=1418). atau 1500017 atau Anda Bisa lakukan lupa username atau password" pada halaman login aplikasi {BRImo}.
Ini car𝗮 mudah buka blok𝓲r akun BR𝓲mo salah PIN 3 kali cukup lewat hp. Untuk membuka buka blokir {BRImo} yang terblokIr Anda bisa menghubungi Customer Service BRI di Nomor WhatsApp (O851 2467 6646). atau Anda Bisa lakukan lupa username atau password" pada halaman login aplikasi {BRImo}.