|
|
|
|
Legenda Tanifal di Pulau buru Tanggal 12 Dec 2014 oleh Desi Natalika . |
Tanifal dalam bahasa Maluku berarti sebidang daratan berpasir putih halus. Menurut cerita masyarakat setempat, Tanifal yang terletak di sekitar Pantai Tifu atau Pulau Buru tersebut merupakan penjelmaan sepasang burung garuda raksasa. Apa yang menyebabkan sepasang burung garuda raksasa tersebut menjelma menjadi Tanifal? Ikuti kisahnya dalam cerita Legenda Tanifal di Palau Buru berikut ini!
* * *
Alkisah, di Pulau Buru, Maluku, tersebutlah sebuah negeri bernama Tifu. Tidak jauh dari negeri ini
terdapat sebuah gunung bernama Gunung Garuda. Bila dipandang dari pantai Tifu, gunung itu tampak berwarna kemerahmerahan. Di lereng gunung itu terdapat dua buah liang batu yang letaknya agak berjauhan. Kedua liang batu tersebut masingmasing dihuni oleh seekor burung elang jantan dan seekor elang betina. Kedua burung elang tersebut merupakan burung elang terbesar di Pulau Buru. Jika burung elang raksasa ini sedang mengembangkan sayapnya di angkasa, hampir sebagian Negeri Tifu menjadi gelap akibat tertutupi bayangannya.
Burung elang rakasa tersebut termasuk burung paling ganas di antara burung pemangsa lainnya.
Kukunya sangat runcing untuk menerkam dan mencengkram mangsa, serta memiliki keterampilan dan kecepatan yang tinggi dalam melumpuhkan mangsa. Burung elang rakasa itu juga memiliki bulu yang rapat dan tungkai yang bersisik tebal untuk melindungi tubuhnya dari sengatan binatang yang
dimangsanya. Keistimewaan lain yang dimiliki burung ini adalah kepala dan matanya besar serta daya penglihatannya sangat tajam untuk memburu mangsa dari jarak jauh sehingga tak satu pun mangsa yang bisa lolos dari pengamatannya. Burung elang rakasa itu juga memiliki kecepatan untuk terbang melayang tinggi ke angkasa. Ia juga mempunyai sistem pernafasan yang baik dan mampu membekali dirinya dengan oksigen yang banyak sehingga dapat terbang sepanjang hari di angkasa.
Sepasang burung elang tersebut biasanya terbang mencari mangsa pada siang hari, sedangkan pada
malam hari mereka beristirahat di sarangnya masingmasing Burung elang betina lebih giat mencari
mangsa dibandingkan dengan burung elang jantan. Jenis binatang yang biasa menjadi sasarannya adalah hewan mamalia kecil seperti tikus, tupai, dan ayam. Terkadang pula ikan dan udang menjadi mangsanya.
Jika mereka tidak mendapat mangsa binatang atau hewan, manusia pun bisa menjadi sasarannya. Meski demikian, mereka tidak mau memangsa manusia yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Oleh karena itu, mereka selalu terbang jauh untuk mencari mangsa.
Kedua burung elang rakasa tersebut, terutama si elang betina, sering mengincar penumpang kapal yang melintas di perairan sekitar Pulau Buru. Jika melihat ada kapal yang melintas, elang betina dengan cepat terbang menuju ke kapal tersebut untuk menangkap para penumpangnya dan membawa mereka ke sarangnya. Sebagian mangsa tersebut langsung disantap dan sebagian yang lain disimpan selama beberapa hari sambil menunggu kedatangan kapal berikutnya. Manusia yang sering menjadi korbannya adalah pelautpelaut Cina yang melintas di daerah itu.
Berita tentang keganasan burung elang itu pun tersebar ke seluruh penjuru Negeri Cina. Sekelompok
nelayan yang mendengar berita tersebut bermaksud untuk menumpas keganasan kedua burung elang raksasa tersebut. Mereka akan menghadapi kedua elang itu dengan besi runcing atau tombak besi sepanjang tiga meter. Saat berada di perairan Tifu, mereka akan memanaskan ujung besi runcing itu hingga merah membara sebelum menusukkannya ke tubuh burung elang tersebut.
Setelah semuanya siap, berangkatlah rombongan nelayan Cina itu ke perairan Tifu dengan menggunakan kapal. Setelah berharihari berlayar, akhirnya mereka pun tiba di perairan Buru Selatan. Nahkoda kapal segera memerintahkan seluruh awak kapal yang jumlahnya puluhan lebih untuk bersiaga.
“Pasukan, siapkan senjata kalian!” seru sang nahkoda kapal, “Sebentar lagi burung elang raksasa itu
datang untuk menangkap kita.”
“Baik, Tuan,” jawab seluruh awak kapal serentak.
Para awak kapal segera mengambil senjata masingmasing lalu berkumpul di geladak kapal sambil
memanaskan ujung tombak besi mereka. Tak berapa lama kemudian, ujung tombak besi itu berubah
menjadi merah membara dan siap untuk digunakan. Bersamaan dengan itu, kedua burung elang rakasa itu pun datang untuk memangsa mereka. Namun, sebelum keduanya mencengkramkan cakarcakarnya yang tajam ke tubuh mereka, para awak kapal segera menancapkan tombak besinya ke tubuh kedua burung elang tersebut. Tak ayal, sepasang burung elang raksasa itu langsung mengerang kesakitan.
“Koaaak… Koaaak… Koaaak…!!!”
Meskipun terluka parah dengan tombak besi menancap hampir di seluruh tubuhnya, kedua burung elang raksasa itu berusaha terbang ke sarangnya dengan sisasisa tenaga yang dimiliki. Namun belum sampai di sarangnya, mereka telah kehabisan darah hingga akhirnya jatuh dan tewas di pantai Tifa. Setelah memastikan keduanya telah mati, rombongan pelaut Cina tersebut segera meninggalkan itu dan kembali ke negerinya.
Sementara itu, bangkai kedua burung elang raksasa itu dibiarkan tergeletak di pantai Tifu. Lamakelamaan bangkai itu kemudian berubah menjadi Tanifal, yaitu sebidang daratan berpasir putih dan halus. Tanifal itu dikelilingi oleh air laut dan hanya tampak ketika air laut sedang surut.
Menurut cerita masyarakat setempat, kedua bola dari salah satu dari burung elang itu terlepas dan
kemudian berubah menjadi dua buah batu besar. Lamakelamaan, kedua batu besar yang ditumbuhi
rerumputan itu membentuk dua pulau kecil yang indah.
Hingga saat ini masyarakat setempat juga mempercayai bahwa di daerah tersebut masih terdapat burung goheba atau burung elang yang dianggap sebagai keturunan dari kedua burung elang raksasa itu. Bahkan, burung goheba itu menjadi salah satu tanda bagi para nelayan untuk mengetahui tempat berkumpulnya kawanan ikan di suatu tempat. Jika goheba itu beterbangan dan mondarmandir mengelilingi Negeri Tifu atau Pulau Buru sambil berbunyi “Koaaak… Koaaak…” maka hal itu merupakan pertanda bahwa di tempat itu terdapat kawanan ikan yang sedang berkumpul.
* * *
Demikian cerita Legenda Tanifal di Pulau Buru dari daerah Provinsi Maluku. Pesan moral yang dapat
dipetik dari cerita legenda di atas adalah bahwa dengan usaha dan kerja sama yang baik, maka segala rintangan dan gangguan dapat diatasi dengan mudah, sebagaimana yang dilakukan oleh sekelompok nelayan dari Negeri Cina. Berkat usaha dan kerja sama yang baik, mereka berhasil menumpas keganasan kedua burung elang raksasa tersebut sehingga para nelayan dapat lalulalang di perairan Tifu tanpa dihantui oleh perasaan takut.
http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/228-Legenda-Tanifal-di-Pulau-Buru
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |