Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Nusa Tenggara Barat Bima
Legenda Dae La Minga
- 12 Juli 2018

Di Kerajaan Sanggar, hidup seorang putri cantik. Namanya Dae La Minga. Aura kecantikannya tergambar dari julukannya “Oha ra ngaha ninu oi nono“, maksudnya tenggorokannya bening, sehingga makanan dan minuman yang ditelan terlihat dengan jelas. Tiap hari sang putri mandi di Sori Sabu atau Sungai Sabu dekat istana. Rupanya kesempatan sang putri pergi mandi dimanfaatkan oleh banyak pangeran yang berebut ingin melihatnya. Sampai suatu ketika muncul tragedi, perkelahian antar pangeran yang berusaha menatap wajah sang putri. Salah satu pangeran terbunuh.

Putri sangat terpukul. Oleh orang tuanya, dia disembunyikan di lumbung padi, untuk menghindari fitnah. Rupanya perang tanding antar pangeran berlanjut. Mereka bahkan membuat kesepakatan, siapa yang menang akan menikahi sang putri. Sampai ada satu pangeran yang keluar sebagai juara duel Sori Sabu. Dia datang menemui putri dan melamarnya. Raja dan permaisuri menerima pemuda itu dengan baik namun belum mengabulkan niatnya. Di saat bersamaan, berdatangan pula pangeran dari seberang untuk melamar.

Raja cukup sulit memecahkan persoalan tersebut. Jika salah mengambil keputusan, bisa berujung pada peperangan antar kerajaan, yang mengakibatkan Kerajaan Sanggar hancur. Raja bermusyawarah dengan para pembesar istana. Pilihannya ternyata amat tragis, Dae La Minga harus dibuang ke temapt yang tinggi dan sangat jauh yakni Moti Lahalo, sebuah danau di bekas letusan Gunung Tambora.

Mengetahui itu sang putri hanya pasrah. Dia berkata, “Demi kehormatan Kerajaan Sanggar, saya siap mengorbankan diri”. Mendengar tekad sang putri seluruh rakyat menangis haru. Ketika tiba waktunya, sang putri diantar ke tempat pembuangan, ribuan rakyat mengiringinya dengan tarian dan nyanyian perpisahan Inde Ndua, yang mendayu-dayu. Putri diusung bersama raja dan permaisuri ke puncak Tambora.

Mereka tiba tengah hari di Pantai Lahalo. Dae La Minga berdiri di atas batu bersusun tujuh. Dia memakai baju warna merah ungu. Sang putri mengucapkan kata-kata perpisahan, “E e e … samenana dou kore, tahompara nahu mandake di ru’u, ai walina nggomi doho, gaga wa’a sara’a ba nahu. Boha si gagamu ambi wati wali, boha si ambimu ntika wati wali ro nenti kaciapu nggahi ra eli salama ake edera tua  tengi ma tengi sara“. Wahai seluruh rakyatku, biarlah aku yang mengalami nasib seperti ini, jangan lagi dialami oleh kalian. Kecantikan akan aku bawa semua, seandainya kalian itu cantik tapi tidak kelihatan anggun, seandainya kalian anggun tapi tidak kelihatan cantik. Semuanya itu, biarlah aku yang bawa dan berpegang teguhlah pada kata hikmah dan falsafah yang sudah memasyarakat yakni norma yang baik adalah titah orang tua.

Usai mengucapkan kata-kata tersebut, sang putri bersujud di hadapan orang tuanya. Putri lalu menuju peti yang disediakan dan masuk ke dalamnya. Terdengar tangis memilukan sang putri saat peti ditutup dan perlahan dihanyutkan ke Moti Lahalo. Peti itu terus menjauh dan sayup-sayup tangis putri perlahan menghilang. Sampai akhirnya peti tak tampak di kejauhan. Raja dan permaisuri pun kembali ke istana.

Orang sanggar zaman dulu percaya Dae La Minga masih hidup secara gaib dalam satu kerajaan di puncak Tambora. Dia kerap muncul di saat-saat tertentu dan hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang beruntung. Orang tersebut akan bisa menikmati kehidupan di lingkungan kerajaan Dae La Minga satu sampai tujuh hari.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline