Laeb Kisan Tunbubun atau Helaketa merupakan sebuah ritual yang telah menjadi adat istiadat masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Utara sebelum melangsungkan sebuah pernikahan. Ritual ini dilakukan untuk menyatukan keluarga dari kedua pihak yang akan melangsungkan pernikahan serta di percaya oleh masyarakat setempat sebagai penangkal bala bagi mempelai yang akan melangsungkan pernikahan dan untuk menghindari sumpah adat yang pernah dibuat oleh nenek moyang di daerah tersebut. Ritual Helaketa biasanya dilakukan secara bersama-sama oleh keluarga kedua belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan dan biasanya dipimpin oleh tokoh adat atau sesepuh yang menjadi perwakilan keluarga dari kedua belah pihak. Pakaian yang dikenakan saat melaksanakan ritual Helaketa adalah Tais atau Beti, yang merupakan pakaian adat dari daerah TTU.
Ritual ini biasanya dilakukan di tempat-tempat seperti sungai atau kali yang telah disepakati oleh keluarga kedua mempelai, dimana keluarga kedua belah pihak harus berdiri terpisah atau berseberangan diantara sungai. Ritual Helaketa dilakukan dengan masing-masing perwakilan atau tokoh adat dari kedua calon mempelai bertemu ditengah sungai bersama dengan kedua calon mempelai sambil bertegur sapa menggunakan bahasa daerah setempat (bahasa dawan), dan membawa serta barang istiadat yang telah disepakati oleh keluarga kedua calon mempelai. Dalam ritual tersebut kedua tokoh adat akan membuang uang logam pada aliran sungai, sebagai pertanda bahwa keduanya telah sepakat dan saling menerima, kemudian akan ada penyembelihan dua ekor hewan dari masing-masing pihak keluarga, penyembelihan dilakukan oleh ketua adat yang nantinya darah dari kedua hewan tersebut akan di alirkan ke sungai, pengaliran darah tersebut dipercayai dapat membersihkan atau menghilangkan segala pertiakaian nenek moyang yang telah mereka pupuk bertahun-tahun, biarlah segala pertikaian tersebut hilang dibawah aliran sungai, sehingga kedua pihak keluarga dapat bersatu dan pernikahan yang akan dilangsungkan nantinya dapat berlangsung dengan baik.
Setelah penyembelihan selesai dilakukan, keluarga kedua calon mempelai akan berkumpul, sebagai pertanda bahwa kedua keluarga telah bersatu. kemudian, akan diadakan makan bersama, dengan ketentuan makanan tersebut harus dimakan habis di tempat itu juga. Setelah ritual Laeb Kisan Tunbubun (Helaketa) dilaksanakan barulah kedua calon mempelai boleh melangsungkan pernikahan dan hidup menjadi sebuah keluarga yang harmonis.
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.