Bagi masyarakat Dayak di Kalimantan Barat yang disebut Orang Laut adalah “suku Melayu” saat ini, namun jika dirunut sejarahnya baik dari kisah Mite kita akan menemukan bahwa sebenarnya antara orang Laut (Melayu) dan Orang Dayak adalah satu nenek Moyang. Kisah ini bermula dari kisah Dara Hitam yang berusaha merebut kembali kepala ayahnya yang dikayau oleh bala Biaju – kisah lengkapnya silahkan baca artikel KISAH PEREBUTAN TENGKORAK PATIH GUMANTAR – Di akhir kisah ini Dara Hitam melahirkan dua orang anak kembar yang bernama LUTIH dan KARI, namun Raja Pulang Palih memberi namanya DULKASIM dan DULKAHAR, jadilaha nama mereka dikenal dengan LUTIH DOLKASIM dan KARI DOLKAHAR (yang kemudian menjadi Kari Abdulkahar).
Ketika kedua anak ini menjadi dewasa maka dibagilah daerah kekuasaan mereka , dimana LUTIH DOLKASIM menguasai daerah darat hulu sedangkan KARI DOLKAHAR menguasai daerah pesisir. Ketika dilakukan pembagian daerah kekuasaan ini, maka dilakukanlah ritual adat dimana seluruh masyrakat menjadi saksinya. Maka diberikanlah masing-masing batu buat LUTIH DOLKASIM dan KARI DOLKAHAR sebagai tanda kesepakatan – batu ini diambil sebab dianggap manusia bisa berlalu tetapi batu ini akan tetap setia pada tempatnya.
Dalam upacara adat itu diucapkanlah sumpah oleh kedua belah fihak yaitu:
Selesai mereka mengucapkan sumpah tadi maka batu saksi itupun ditanam dihadapan seluruh rakyat didepan halaman rumah panjang di Kampung Jering. Kemudian mereka mengambil lagi sebuah batu yang akan digunakan sebagai tapal batas wilayah. Mereka kemudian menaiki sebuah sampan untuk dijatuhkan ke sungai, mereka membawa dua orang saksi yang bernama RONTOS dan RANGGA. Mula-mula batu itu hendak dibuang di Sungai Lubuk Belambang, namun ketika hendak membuang batu itu timbulah dalam pikiran LUTIH DOLKASIN :“Kalau-kalau nanti Orang Laut akan hidup ngambang atau saling mencurigai satu sama lain”
Maka mereka milir lagi sampai ke KODAK, namun ditempat itupun tidak memuaskan hati mereka sebab mereka pikir jangan-jangan nanti keturunannya akan saling mengancam. Maka mereka milir lagi sampai ke LUBUK SENGARAS, inipun masih menguatirkan mereka, kalau-kalau kedua suku ini nanti akan berkeras-kerasan . Maka mereka berhenti dan berunding akankah mereka melanjutkan perjalanan lebih jauh lagi?. Mereka pun mencoba untuk milir lagi sampai ke suatu daerah LUBUK MELANO, inipun belum memuaskan hati mereka – kalau-kalau kedua suku ini akan saling belato – atau saling panggil memanggil dan kacau.
Maka merekapun milir lagi sampai ke LUBUK SUWAL, ketika hendak membuang batu itupun mereka masih khawatir jangan-jangan kedua keturunan mereka nanti akan saling terjadi tipu menipu. Maka milirlah mereka ke LUBUK RIAM PAUH namun lokasi ini pun tidak memuaskan hati mereka, sebab mereka khawatir nanti keturunan mereka akan hidup berjauh-jauhan.
Kemudian mereka milir lagi sampai kedaerah yang bernama PENOLOS, namun tempat inipun membuat mereka takut, kalau-kalau nanti keturunan mereka kasin saling menghina. Maka mereka milir lagi ke daerah yang bernama SEPAT – mereka melihat tempat dan nama tempat ini bagus sebagai tempat berpisah (sepat berarti sifat). Pada milir yang kesembilan ini kedua saudara ini akhirnya membuang batu batas sempadan ini disaksikan oleh dua orang saksi. Ketika mereka hendak membuang batu itu mereka harus mengucapkan lagi sumpah yang sudah diucapkan ketika berada di Rumah Panjang Jering.
Namun ketika mereka hendak membuang batu KARI DOLKAHAR mengucapkan sumpah :
“DAYAK SALAH DAYAK MATI, LAUT SALAH DAYAK MATI”
Namun apa dinyana batu sempadan itu sudah jatuh kedasar Sungai. Segera LUTIH DOLKASIM dan kedua saksi memprotes keras KARI DOLKAHAR akibat sumpah yang diucapkannya tidak jujur itu. Mereka meminta KARI DOLKAHAR untuk mengulangi sumpahnya lagi. KARI DOLKAHAR mau saja untuk mengulangi sumpahnya namun apa dinyana batu saksi tadi sudah jatuh dalam kedasar sungai dan sukar untuk diambil kembali.
LUTIH DOLKASIM sekembalinya ke kampung halamannya ia kemudian menjadi pemangku adat dengan gelar PATIH PERMULA- kemudian KARI DOLKAHAR menguasai daerah pesisir dan akibat pengaruh pendatang kemudian memeluk agam Islam sekitaran abad ke-14 dan menjadi Raden Kari Abdulkahar dan menguasai Kerajaan Landak.
Silsilah Raja-raja Kerajaan Landak dibagi menjadi empat periode pemerintahan serta dua fase keagamaan: Hindu dan Islam. Keempat periode yang dimaksud berkiblat pada keberadaan Istana Kerajaan Landak yang tercatat pernah menempati empat lokasi berbeda.
Sumber: https://folksofdayak.wordpress.com/2014/10/06/legenda-terpisahnya-dayak-darat-dan-orang-laut/
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...