Produk Arsitektur
Produk Arsitektur
Arsitektur Jawa Barat Kota Bandung
Keindahan Masjid Agung Bandung Masa Lalu

Saat ini dikenal sebagai Masjid Raya Bandung, Masjid Agung Bandung merupakan bagian dari Catur Gatra pusat Kota Bandung.

Catur Gatra memiliki arti "Empat Wujud", yang merupakan komponen utama bagi lingkungan pusat kota menurut konsep tata ruang alun-alun kota tradisional.

Adapun keempat komponennya adalah:

1. alun-alun (lapang terbuka),

2. pendopo Kabupaten (bangunan istana raja),

3. tempat ibadah utama dengan bentuk dan ukuran bangunan yang monumental, dan

4. pasar sebagai pusat kegiatan ekonomi serta bertemunya kultur antarpenduduk kota.

Masing-masing komponen memiliki makna dan fungsi khusus. Tempat ibadah dalam hal ini dimaksudkan sebagai pusat spiritual dan pendopo Kabupaten menjadi pusat kebudayaan dan sosial kemasyarakatan.

Pasar Ciguriang yang juga seharusnya menjadi salah satu komponen, tak nampak pada tahun itu disebabkan kebakaran yang disengaja oleh Munada pada 30 Desember 1842. Hingga 1896, Bandung belum mempunyai pasar permanen.

Terdapat dua pendapat mengenai waktu berdirinya Masjid Agung Bandung ini. Pendapat pertama mengatakan masjid ini dibangun bersamaan dengan didirikannya pendopo Kabupaten pada tanggal 25 Desember 1810. Pendapat lain mengatakan bahwa masjid dibangun pada tahun 1812.

Awal masa, Masjid Agung Bandung tersusun atas kolom bambu dan atap daun rumbia. Terdapat kolam untuk berwudhu yang berhasil menyelamatkan masjid ini dari kebakaran pada tahun 1825. Pada tahun 1850 atau 1852, Bupati R. A. Wiranatakusumah IV merenovasi masjid sehingga material dindingnya menjadi tembok dan atapnya menjadi genting. Sampai tahun 1996, tidak kurang dari tujuh kali renovasi telah dilakukan dengan rincian tiga kali pada abad ke-19 dan empat kali pada abad ke-20.

Bagian monumental yang hilang saat ini dari Masjid Agung Bandung adalah bentuk atapnya. Meski sempat diubah pada kisaran tahun 1880 s.d. 1902 menjadi atap perisai, atap tumpang yang bertumpuk tiga menjadikan Masjid Agung Bandung disebut juga sebagai "Bale Nyungcung". Bentuk ini merupakan ciri khas alam Pasundan, mirip dengan masjid yang berada di Garut dan Tasikmalaya. Bentuk "Bale Nyungcung" pada Masjid Agung Bandung dibuktikan oleh Litograf karya W. Spreat pada tahun 1852 (gambar terlampir).

Disayangkan oleh warga kota yang sempat melihat keindahan atapnya (melalui surat yang terdapat pada buku "Ramadhan di Priangan" Karya Haryoto Kunto), pada tahun 1955 masjid kembali direnovasi sebelum penyelenggaraan Konperensi Asia Afrika (KAA). Kali ini, atap yang semula khas dengan "nyungcung"nya, diganti menjadi atap bentuk bawang.

Keindahan Masjid Agung Bandung masa lalu tidak sebatas atapnya saja. Melainkan pekarangan yang luas dan suasana Bandung yang kala itu masih sepi turut mendukung keindahannya. Kohkol dan Bedug adalah salah satu senjatanya. Warga merasa tenang kala sudah mendengar bunyi kohkol atau pentungan yang dibunyikan kala waktu shalat akan tiba. Uniknya, bunyi dari pukulannya terdengar hingga Simpang Dago, Jalan Siliwangi, Wastukencana, Ranca Badak, dan Sukajadi! Pentungan yang bunyinya nyaring tersebut menjadi penanda bahwa di masjid masih kosong. Bedug pun tak kalah suaranya. Bisa terdengar hingga Ancol, Andir, lapangan Tegalega, bahkan sayup-sayup sampai ke Kampung Balubur (Dago). Bedug menjadi penanda bahwa masjid telah penuh.

Keindahan Masjid Agung Bandung Masa Lalu mungkin kan sulit untuk diulang. Namun setidaknya, kita dapat menjaga apa yang saat ini masih menjadi milik kita agar tak menyesal di kemudian harinya.

Sumber:

1. Kunto, Haryoto. 1984. Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe. Bandung: PT Granesia

2. Kunto, Haryoto. 1996. Ramadhan Di Priangan (Tempoe Doeloe). Bandung: PT Granesia

3. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, Perkembangan Karakteristik Arsitektural Masjid Agung Bandung 1810-1955, oleh Esti Istiqomah dan Bambang Setia Budi

Sumber Gambar: https://sportourism.id/tourism/masjid-agung-bandung-riwayat-sebelum-bergaya-ridwan-kamilian diunduh pada tanggal 5 Agustus 2018

#OSKMITB2018

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline