|
|
|
|
Kain Songket Palembang Tanggal 03 Aug 2015 oleh Oase . |
Songket hingga saat ini belum memiliki pengertian yang resmi, namun menurut bahasa Palembang, songket berasal dari kata disongsong dan di-teket. Kata “teket” dalam baso Palembang lamo artinya sulam. Kata tersebut merujuk pada proses penenunan dengan memasukkan benang dan peralatan lainnya ke Lungsin dengan cara disongsong. Pembuatan kain songket pada dasarnya dilakukan dengan cara disongsong dan disulam. Pendapat lain mengatakan Songket Palembang berasal dari kata songko, yaitu kain penutup kepala yang dihias dengan benang emas.
Kata “songket” dianggap berasal dari kata tusuk dan cukit yang diakronimkan menjadi sukit, kemudian berubah menjadisungki, dan akhirnya menjadi songket. Istilah songket mulai ada sejak awal abad ke-19, sebelumnya masyarakat menyebutsongket dengan istilah kain sewet yang terbuat dari benang emas.
Di Palembang, ada lima kategori jenis kain songket. Pembagian ini berdasarkan benang, benang emas dan motif yang digunakan. Kelima jenis kain songket itu antara lain Kain Songket Lepus, Kain Songket Tabur, Kain Songket Bunga-Bunga, Kain Songkat Limar, dan Kain Songket Rumpak.
Lepus adalah motif songket yang anyaman dan corak benang emasnya hampir menutupi seluruh bagian dari kain songket tersebut. Hiasan emasnya menyebar rata ke seluruh permukaan kain, hiasan pada kembang tengah selalu dipenuhi dengan benang emas. Songket Lepus dapat dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu Lepus Berekam, Lepus Berantai, dan Lepus Penuh. Perbedaan pada kain songket Lepus disebabkan oleh perbedaan benang yang digunakan dan keragaman motif.
Keindahan motif kain Songket Lepus nampak pada sebaran benang emas yang merata, hampir memenuhi seluruh permukaan kain. Hal ini sesuai dengan pengertian Lepus, yang artinya menutupi. Diperkirakan Songket Lepus adalah kain songket pertama yang ada di Palembang.
Awalnya penenunan Songket lepus dilakukan di tempat khusus dalam lingkungan keraton. Proses pencelupan warna hingga penenunan dilakukan oleh satu orang yang ditugaskan oleh Sultan atau pangeran untuk membuat songket. Benang dan lidi yang dijalin sebagai tahap dari perancangan kain songket menyesuaikan dengan ukuran motif yang akan dibuat. Untuk membuat motif nago besak misalnya, lidi yang digunakan berjumlah 60—75 batang, untuk motif nago kecik sekitar 50—55 batang. Inilah yang menyebabkan proses pembuatan Songket Lepus cukup rumit, meski penenunannya lebih mudah dibanding kain songket lain.
Variasi motif Lepus semakin bertambah seiring dengan perkembangan imajinasi dan kreativitas para pengrajin songket, antara lain Songket Berakam yang menggunakan benang sutera warna-warni dengan menyelipkan bunga kecil di antara motif utama. Songket Lepus pada awalnya hanya dimiliki oleh keluarga istana, namun perkembangan ekonomi yang cukup pesat menyebabkan banyak masyarakat di Palembang yang kini mampu membeli kain Songket Lepus.
Motif songket Tabur menyebar merata, seolah-olah kembang motifnya pendek-pendek. Hiasan motifnya tidak dijalin dari pinggir, melainkan sekelompok-sekelompok seolah motif tersebut ‘ditaburkan’ di atas permukaan songket. Pada umumnya songket tabur bermotif bunga, bintang, dan lain-lain. Letak motif yang menyebar disesuaikan dengan selera penenun songket.
Aturan Sultan pada masa itu membatasi masyarakat untuk mengenakan kain songket, namun seiring berjalannya waktu, para priyayi dan pasirah dari luar Palembang menjadikan songket sebagai pelengkap busana keluarga mereka, terutama yang telah menikah. Akses perdagangan memungkinkan kain songket mudah diperoleh oleh masyarakat di pedalaman.
Pemakaian songket di daerah Uluan dan Iliran Palembang semakin meningkat pada masa kolonial. Gadis-gadis disana menggunakan kain Songket Tabur sebagai busana tari, yang sesungguhnya tidak diperbolehkan oleh masyarakat di Palembang. Cara pemakaian kain songket para gadis tersebut sama dengan pemakaian para istri priyayi di Palembang, yaitu sebagai kemben atau dodot. Bedanya, para istri menggunakan kain songket Lepus, dan para gadis menggunakan kain songket Tabur. Kain Songket Tabur lebih banyak digunakan oleh masyarakat di pedalaman, dengan anggapan untuk menciptakan kesamaan gaya hidup masyarakat di pusat pemerintahan Palembang.
Motif Bunga-bunga adalah jenis songket yang memiliki motif tengah mirip bunga. Awalnya motif bunga dikenal dalam kehidupan masyarakat Palembang yakni motif bunga emas dan bunga pacik, yang membedakannnya adalah jenis benang emas yang digunakan (bukan benang sutera). Bunga emas pada akhirnua dikenal dengan nama bunga cina. Songket bunga emas digunakan oleh masyarakat keturunan Cina, sedangkan bunga pacik oleh masyarakat keturunan Arab. Perbedaan penggunaan benang tersebut didasari oleh prinsip masyarakat Arab menolak benang emas, karena mereka meyakini manusia dilarang memamerkan kemewahan.
Munculnya songket motif bunga-bunga berkaitan dengan perkembangan kehidupan masyarakat di Kesultanan Palembang Darusalam, yang memegang teguh prinsip-prinsip keislaman. Kondisi ini menyebabkan mereka menolak penggunaan simbol-simbol hewan atau makhluk bernyawa, sehingga muncullah motif bunga-bunga yang menuntut ketelitian dan kehati-hatian si penenun kain. Songket motif ini ditemukan pula pada Songket Lepus dan Songket Tabur.
Benang sutera warna-warni disebut juga berlimar-limar, sehingga dinamakan kain songket Limar. Benang sutera Limar dibuat dari aneka warna, yaitu merah, hijau, biru, ungu, hitam, kuning, dan oranye. Warna kain songket Limar tidak terlalu menyala, merupakan warna kombinasi yang cenderung gelap. Ada juga pendapat yang mengatakan Limar menyerupai buah limau (jeruk). Limar artinya banyak bulatan kecil dan percikan yang membintik, seperti tetesan air jeruk peras.
Di masa lampau, teknis ragam hias Songket Limar menggunakan bahan benang sutera (gebeng) sebagai Lungsin, dan motifnya dibuat dengan cara dicucup dan dicolet dengan aneka warna atau berlimar. Benang motif limar itu masuk dari sisi kanan dan kiri seperti pakam. Cara menenun Limar pun tergolong rumit, karena motif ditentukan sambil menenun dan dijaga agar benang warna tidak putus karena dapat merusak motif.
Kain Songket Limar menggunakan sedikit benang emas jantung yang berasal dari Shanghai Tiongkok, dibawa ke Palembang melalui jalur perdagangan. Keunggulan benang emas tersebut tidak akan berubah warna, dan tidak dapat hancur dimakan rayap/ngengat, namun kini benang emas Shanghai tidak diproduksi lagi. Limar juga berkembang menjadi jenis songket baru yang disebut Songket Tretes Mider, dengan motif yang hanya terdapat pada pangkal dan pinggir kain.
Jenis terakhir kain songket ini terdapat dalam kehidupan masyarakat Palembang, yaitu kain laki-laki yang digunakan ketika mereka menjadi pengantin. Songket Rumpak tidak mengalami perkembangan pesat karena umumnya pengguna kain ini adalah laki-laki yang berasal dari kalangan pembesar dan priyayi Palembang.
Sumber:
https://www.kelambit.com/songket-palembang/
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/2123/aneka-ragam-kain-songket-palembang
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |