- “Maaf, anak-anakku! Sakit yang diderita ibu kalian sudah sangat parah,” ungkap tabib itu.
- “Apakah Ibu kami masih dapat disembuhkan, Tuan Tabib?” tanya si Bungsu dengan cemas.
- “Iya, Bungsu. Ibu kalian masih bisa sembuh bila diberi obat khusus,” jawab tabib itu.
- “Obat khusus apakah itu, Tuan Tabib?” tanya lagi si Bungsu,
- “ Barangkali kami dapat mendapatkannya.”
- “Ibu kalian hanya bisa disembuhkan dengan ramuan beberapa daun hutan yang dimasak dengan bara gaib,” jelas tabib itu,
- “Tapi maaf, saya tidak dapat membantu kalian untuk mendapatkan bara gaib itu.”
- “Kenapa, Tuan Tabib?” tanya si Sulung.
- “Ketahuilah, bara gaib itu hanya terdapat di gua yang berada di puncak gunung. Namun, gua itu dijaga oleh seekor ular raksasa yang menyeramkan bernama Ular raksasa N’Daung. Ular itu amat ganas dan buas. Ia akan memangsa setiap orang yang mendekati gua itu,” jelas sang Tabib. Mendengar keterangan tabib itu, kedua kakak si Bungsu menjadi ketakutan.
- “Iih…, sungguh mengerikan! Aku tidak mau naik ke puncak gunung itu,” kata si Sulung.
- “Aku pun tidak berani ke sana. Aku tidak mau mati muda!” sahut kakak si Bungsu yang kedua.
“Baiklah, Kakak-kakakku. Jika kalian tidak mau ikut, biarlah saya sendiri yang pergi,” kata si Bungsu.
“Hai, suara apa itu? Apakah suara Ular raksasa N’Daung?” gumam si Bungsu seraya mundur selangkah.
”Hai, gadis cantik! Siapa kamu dan mau apa kamu kemari?” tanya Ular Raksasa N’Daung.
- “Ma… maaf, Tuan Ular Raksasa N’Daung kalau kedatangan saya mengganggu ketenangan Tuan!.” jawab si Bungsu dengan gugup,
- “Saya si Bungsu hendak mencari bara gaib untuk mengobati ibu saya yang sedang sakit keras.” Ular Raksasa N’Daung menggeliatkan ekornya lalu berkata kepada si Bungsu.
- “Aku akan memberikanmu bara gaib itu, tapi dengan syarat kamu harus menikah denganku,” ujar Ular Raksasa N’Daung.
“Baiklah, Tuan Ular Raksasa N’Daung. Saya bersedia menikah dengan Tuan setelah ibu saya sehat kembali,” kata si Bungsu.
- “Bawalah bara gaib ini! Semoga penyakit ibumu cepat sembuh,” ujar Ular Raksasa N’Daung seraya menyerahkan bara gaib itu kepada si Bungsu.
- “Terima kasih, Tuan Ular Raksasa N’Daung,” ucap si Bungsu seraya berpamitan.
“Hai, Bungsu! Bagaimana caranya kamu bisa selamat dari Ular Raksasa N’Daung itu?” tanya sang Tabib heran.
- “Ah, masa manusia menikah dengan ular?” celetuk si Sulung.
- “Sudahlah! Mestinya kalian berterima kasih kepada adikmu yang telah mempertaruhkan dirinya demi memperoleh bara gaib ini,” ujar sang Tabib.
- “Terima kasih, Bungsu! Engkau memang anak yang pandai berbakti kepada orang tua. Engkau telah mengorbankan segalanya demi kesembuhan Ibu,” puji sang Ibu.
- “Sudahlah, Bu. Tidak usahlah memuji seperti itu. Yang penting sekarang Ibu sudah kembali sehat,” kata si Bungsu merendahkan diri.
- “Maafkan aku, Bu. Aku harus kembali ke puncak gunung untuk menepati janji pada Ular Raksasa N’Daung. Mohon doa restunya, ya Bu!” pinta si Bungsu.
- “Iya, Anakku. Ibu merestui. Tapi, Ibu berharap semoga Ular Raksasa N’Daung itu berubah pikiran,” harap sang Ibu sambil meneteskan air mata.
- “Iya, Bu. Bungsu pun berharap begitu. Tapi, kalau tidak, barangkali itu memang sudah menjadi nasib Bungsu harus menikah dengan ular,” kata si Bungsu.
- “Hai, bagaimana hal ini bisa terjadi?” tanya si Bungsu dengan heran,
- “Siapa sebenarnya Kanda?”
- “Maaf, Dinda. Kanda adalah seorang pangeran dari sebuah kerajaan di negeri ini. Nama saya Pangeran Abdul Rahman Almsjah,” ungkap Ular Raksasa N’Daung yang telah berubah wujud seorang pangeran itu.
- “Kelak jika sihir ini telah hilang pada diri Kanda, barulah Kanda akan menikahimu,” kata sang Pangeran,
- “Kamu tetaplah tinggal bersamaku di gua ini hingga sihir itu hilang.”
- “Baik, Kanda,” kata si Bungsu.
- “Dinda, ayo cepat bangun!” seru sang Pangeran.
- “Apa yang terjadi, Kanda?” tanya si Bungsu dengan panik.
- “Lihatlah, ada orang yang telah membakar kulit ularku,” jawab pangeran itu,
- “Apakah Dinda yang melakukannya?”
- “Bukan, Kanda,” jawab si Bungsu.
- “Ya, syukurlah kalau begitu. Berarti Kanda benar-benar terbebas dari sihir itu,” kata Pangeran Alamsjah dengan gembira,
- “Jika ada orang yang membakar kulit ularku secara sukarela, maka sihir yang melekat pada diri Kanda akan sirna,” ungkap Pangeran.
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang