Si Gulap adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara yang tinggal di sebuah desa di daerah Bengkulu. Pada Suatu ketika, si Gulap dan keenam saudaranya bergantian melamar seorang putri raja karena mereka ingin hidup sejahtera.
Namun, lamaran si Sulung hingga saudara yang keenam ditolak karena tidak mampu memenuhi syarat yang diajukan oleh sang Raja.
- “Ya, Tuhan. Apakah hidup kami akan terus kekurangan begini?” keluh Umar. Baru saja Umar selesai bergumam, tiba-tiba ibunya datang menghampiri.
- “Umar, anakku. Ibu lihat akhir-akhir ini kamu sering termenung. Ada apa, Nak?” tanya ibunya. “Umar sedih melihat Ibu dan adik-adik,” jawab Umar,
- “Umar ingin mengubah nasib kita, Bu.”
- “Lalu, apa rencanamu, Anakku?” tanya ibunya.
- “Umar juga masih bingung, Bu. Tapi, Umar harus mencari akal untuk bisa memperbaiki nasib keluarga kita,” kata Umar.
- “Baiklah, Anakku. Tapi, jangan sampai memikirkan hal itu lalu kamu lupa makan dan istirahat,” pesan ibunya seraya beranjak dari tempat itu.
- ‘Iya, Bu,” jawab Umar.
- “Hmmm… Jika aku bisa menikahi putri raja yang kaya raya itu, nasib keluargaku pasti akan membaik,” gumamnya,
- “Ya, hanya itu satu-satu jalan yang dapat kulakukan.” Rupanya, Umar benar-benar berniat ingin melamar putri sang Raja.
- “Bu, tolong lamarkan sang Putri untukku,” pinta Umar. Ibunya yang sedang menganyam tikar tersentak mendengar permintaan Umar.
- “Sadarkah kamu dengan perkataanmu itu, Anakku?” tanya ibunya dengan terkejut,
- “Kita ini orang miskin, tidak pantas meminang seorang putri.”
- “Umar menyadari itu, Bu. Tapi, tidak ada salahnya kalau kita mencobanya dulu,” jawab Umar.
“Mohon ampun Baginda atas kelancangan hamba. Hamba datang menghadap untuk menyampaikan lamaran Umar anak hamba,” lapor ibu Umar.
- “Baiklah, lamaran Umar aku terima tapi dengan satu syarat,” kata sang Raja.
- “Ampun, Baginda. Apakah syarat itu?” tanya ibu Umar.
- “Sebelum pernikahan ini dilangsungkan, Umar harus tinggal di istana dalam waktu beberapa hari untuk mengikuti beberapa ujian. Selama tinggal di istana, ia tidak boleh marah sekali saja dengan tugas apa pun yang kuberikan. Jika ia melanggarnya, maka ia akan kujual sebagai budak ke negeri lain. Sebaliknya, jika aku yang marah karena perbuatan Umar, maka akulah yang harus dijual sebagai budak,” jelas sang Raja.
- “Baik, Baginda. Syarat ini akan hamba sampaikan kepada anak hamba,” kata ibu Umar seraya mohon diri.
- “Hai, Umar. Aku perintahkan kamu membajak sawahku yang luas itu!” titah sang Raja.
- “Baik, Baginda Raja,” jawab Umar. Umar pun mulai membajak sawah sang Raja.
- “Ampun, Baginda. Kenapa hamba tidak diberi makan dan minum? Padahal, hamba sudah bekerja keras membajak sawah Baginda,” kata Umar dengan perasaan kesal di hadapan sang Raja.
- “Apakah kamu marah, Umar?” tanya sang Raja.
- “Ampun, Baginda. Siapa yang tidak marah jika diperlakukan seperti ini?” jawab Umar.
- “Jangan, Nak! Tinggal kamulah satu-satunya milik Ibu di dunia ini. Ibu tidak ingin kamu mengalami nasib sama seperti kakak-kakakmu. Lagi pula, Ibu sangat malu kepada Raja,” ujar sang Ibu.
- “Tidak, Bu. Gulap tidak akan mengecewakan Ibu. Izinkanlah Gulap untuk mencobanya,” pinta Gulap.
- “Hai, Gulap. Kenapa baru pulang? Apakah kamu tidak merasa haus dan lapar?” tanya sang Raja.
- “Ampun, Baginda. Sebenarnya hamba sangat lapar, tapi ada orang yang mengirimi hamba makanan,” jawab Gulap dengan tenang.
- “Apakah kamu marah, Gulap?” tanya sang Raja.
- “Tidak, Baginda,” jawab Gulap singkat.
- “Tapi, kenapa wajahmu merah seperti itu?” tanya sang Raja lagi.
- “Ampun, Baginda. Wajah hamba merah begini karena terkena terik matahari,” jawab Gulap.
- “Gulap, bersihkan dan buanglah daun-daun tebu itu!” titah sang Raja.
- “Baik, Baginda,” jawab Gulap. Setelah sang Raja kembali ke istana, Gulap pun mulai bekerja. Namun, baru beberapa batang pohon tebu ia bersihkan tiba-tiba sesuatu terlintas di pikirannya.
- “Wah, kalau begini terus keadaannya, lama-lama kesabaranku bisa hilang,” gumam Gulap.
“Hmmm… aku harus melakukan sesuatu agar sang Raja marah,” gumamnya.
- “Ampun, Baginda. Hamba telah menyelesaikan tugas hamba,” lapor Gulap.
- “Bagus, Gulap. Kamu memang pemuda yang tekun dan rajin,” puji sang Raja.
- “Hai, Gulap. Kenapa kamu menggundul semua tanaman tebuku?” tanya sang Raja dengan kesal.
- “Apakah Baginda marah kepada hamba?” Gulap balik bertanya.
- “Iya, aku sangat marah. Kamu telah menggundul seluruh tanaman tebuku, padahal belum saatnya dipanen,” jawab sang Raja dengan muka merah.
- “Ampun, Baginda. Masih ingatkah dengan janji yang pernah Baginda ucapkan?” tanya Gulap.
- “Iya, kamu benar. Aku pernah berjanji bahwa jika aku marah karena perbuatanmu, akulah yang akan dijual sebagai budak,” kata sang Raja,
- “Tapi, aku mohon jangan jual aku, Gulap! Aku berjanji akan menikahkanmu dengan putriku.”
- “Baiklah, Baginda. Tapi, hamba pun mempunyai satu permintaan,” kata Gulap.
- “Apa permintaanmu, Gulap?” tanya sang Raja.
- “Hamba mohon agar keenam kakak hamba ditebus dan dibawa ke istana,” pinta Gulap.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja