Putri Gading Cempaka adalah putri bungsu Raja Ratu Agung yang berasal dari Kerajaan Majapahit. Menurut cerita, Putri Cempaka adalah leluhur dari raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Sungai Lemau, Bengkulu Utara.
Ratu Agung mempunyai enam orang putra dan seorang putri. Keenam putra tersebut adalah Kelamba Api atau Raden Cili, Manuk Mincur, Lemang Batu, Tajuk Rompong, Rindang Papan,Anak Dalam, dan yang paling bungsu adalah seorang putri bernama Putri Gading Cempaka.
“Wahai, anak-anakku. Ayahanda takkan lama lagi hidup di dunia ini. Maka sebelum itu, Ayahanda akan menitipkan dua wasiat kepada kalian,” kata sang Ayah dengan suara lirih.
- “Ayah jangan berkata begitu. Kami tidak ingin kehilangan Ayah,” isak Putri Gading Cempaka seraya merangkul ayahandanya.
- “Sudahlah, Putriku. Semua ini sudah menjadi kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Ajal kita semua ada di tangan-Nya. Kita tidak kuasa menahan jika ajal itu datang,” ujar Raja Ratu Agung menengkan hati putrinya.
- “Demi menjunjung tinggi rasa keadilan, kedamaian, dan ketenteraman di negeri ini, Aku mewasiatkan tahta Kerajaan Sungai Serut ini kepada putraku Anak Dalam. Aku berharap agar kalian semua tetap bersatu baik dalam suka maupun duka,“ ujar Ratu Agung kepada putra-putrinya seraya melanjutkan wasiatnya yang kedua,
- “Sekiranya negeri Sungai Serut ditimpa musibah besar dan tidak bisa lagi dipertahankan, menyingkirlah kalian ke Gunung Bungkuk. Kelak di sana akan datang seorang raja yang berjodoh dengan anak gadisku tercinta, Putri Gading Cempaka.”
- “Ampun, Baginda. Hamba adalah utusan Pangeran Raja Muda Aceh dari Kerajaan Aceh. Saat ini beliau menunggu di atas kapal yang sedang bersandar di dermaga,” kata salah seorang utusan seraya memberi hormat.
- “Apa yang bisa saya bantu untuk Pangeran kalian?” tanya Raja Anak Dalam.
- “Sebenarnya kedatangan hamba ke mari untuk menyampaikan pinangan tuan kami kepada Putri Gading Cempaka,” jawab utusan itu.
“Maafkan kami, wahai utusan., Pinangan Tuan kalian belum dapat kami kabulkan,” kata Raja Anak Dalam.
“Apa?! Mereka menolak pinanganku?!” kata Raja Muda Aceh geram.
“Wahai saudara-saudaraku! Sesuai dengan pesan ayahanda bahwa jika negeri ini sudah tidak aman lagi, kita disarankan untuk menyingkir ke Gunung Bungkuk,” kata Raja Anak Dalam.
“Ampun, Baginda. Ternyata, bidadari cantik yang ada di dalam mimpi Baginda adalah Putri Gading Cempaka, putri penguasa wilayah ini di masa lalu. Kini, ia tinggal di Gunung Bungkuk bersama keenam saudaranya. Jika Baginda bisa membawanya ke sini, Baginda akan mendirikan negeri ini tegak kembali dengan selamat. Menurut ramalan hamba, Putri Gading Cempaka kelak akan menurunkan raja-raja di negeri ini,” ungkap peramal itu.
“Ampun, Baginda! Kami adalah utusan dari Tuanku Baginda Maharaja Sakti. Atas titah beliau, hamba diminta untuk menjemput Tuanku Putri Gading Cempaka beserta tuan-tuan sekalian. Baginda Maharaja Sakti bermaksud mengangkat Tuanku Putri Gading Cempaka menjadi permaisuri di Negeri Bangkahulu,” ungkap para utusan itu.
Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...
Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...
Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...
Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati