Pada dahulu kala di daerah Lebong, Provinsi Bengkulu, Indonesia pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Kutei Rukam. Pada suatu hari, keluarga kerajaan ini dilanda kepanikan luar biasa, karena putra mahkota menghilang pada saat melakukan prosesi upacara mandi bersama dengan calon istrinya di Danau Tes.
- “Ampun, Baginda! Kami tidak menemukan putra mahkota dan Putri Jinggai,” lapor seorang hulubalang.
- “Apa katamu?” tanya sang Raja panik.
- “Benar, Baginda! Kami sudah berusaha mencari di sekitar danau, tapi kami tidak menemukan mereka,” tambah seorang hulubalang lainnya sambil memberi hormat.
- “Ke mana perginya mereka?” tanya sang Raja tambah panik.
- “Ampun, Baginda! Kami juga tidak tahu,” jawab para utusan hulubalang serentak.
- “Bendahara! Kumpulkan seluruh hulubalang dan keluarga istana sekarang juga!” titah sang Raja kepada bendahara.
- “Baik, Baginda!” jawab bendahara sambil memberi hormat. Beberapa saat kemudian, seluruh hulubalang dan keluarga istana berkumpul di ruang sidang istana.
- “Wahai, rakyatku! Apakah ada di antara kalian yang mengetahui keberadaan putra dan calon menantuku?” tanya Raja Bikau Bermano.
- “Hormat hamba, Baginda! Jika diizinkan, hamba ingin mengatakan sesuatu.
- “Apakah itu, Tun Tuai! Apakah kamu mengetahui keberadaan putraku dan Putri Jinggai?” tanya sang Raja penasaran.
- “Ampun, Baginda! Setahu hamba, putra mahkota dan Putri Jinggai diculik oleh Raja Ular yang bertahta di bawah Danau Tes,” jawab tun tuai itu sambil memberi hormat.
- “Raja Ular itu sangat sakti, tapi licik, kejam dan suka mengganggu manusia yang sedang mandi di Danau Tes,” tambahnya.
- “Benarkah yang kamu katakan itu, Tun Tuai?” tanya sang Raja.
- “Benar, Baginda!” jawab tun tuai itu.
- “Kalau begitu, kita harus segera menyelamatkan putra dan calon menantuku. Kita tidak boleh terus larut dalam kesedihan ini,” ujar sang Raja.
- “Tapi bagaimana caranya, Baginda?” tanya seorang hulubalang. Sang Raja kembali terdiam.
- “Ampun, Ayahanda!” sahut Gajah Merik, putra bungsu raja.
- “Ada apa, Putraku!” jawab sang Raja sambil melayangkan pandangannya ke arah putranya.
- “Izinkanlah Ananda pergi membebaskan abang dan istrinya!” pinta Gaja Merik kepada ayahandanya.
- “Apakah Ananda sanggup melawan Raja Ular itu?” tanya sang Raja.
- “Sanggup, Ayahanda!” jawab Gajah Merik.
- “Apa yang akan kamu lakukan, Putraku? Abangmu saja yang sudah dewasa tidak mampu melawan Raja Ular itu,” ujar sang Raja meragukan kemampuan putra bungsunya.
- “Ampun, Ayahanda! Ananda ingin berkisah kepada Ayahanda, Ibunda, dan seluruh yang hadir di sini. Sebenarnya, sejak berumur 10 tahun hampir setiap malam Ananda bermimpi didatangi oleh seorang kakek yang mengajari Ananda ilmu kesaktian,” kisah Gajah Merik.
- “Tapi, benarkah yang kamu katakan itu, Putraku?” tanya sang Raja.
- “Benar, Ayahanda!” jawab Gajah Merik.
- “Baiklah! Besok kamu boleh pergi membebaskan abangmu dan istrinya. Tapi, dengan syarat, kamu harus pergi bertapa di Tepat Topes untuk memperoleh senjata pusaka,” ujar sang Raja.
- “Baik, Ayahanda!” jawab Gajah Merik.
- “Hai, manusia! Kamu siapa? Berani sekali kamu masuk ke sini!” ancam salah satu dari ular itu.
- “Saya adalah Gajah Merik hendak membebaskan abangku,” jawab Gaja Merik dengan nada menantang.
- “Kamu tidak boleh masuk!” cegat ular itu. Oleh karena Gajah Merik tidak mau kalah, maka terjadilah perdebatan sengit, dan perkelahian pun tidak dapat dihindari.
- “Ha... ha... ha..., anak manusia, anak manusia!”
- “Hei, Raja Ular! Keluarlah jika kau berani!” seru Gajah Merik sambil mundur beberapa langkah.
- “Hebat sekali kau anak kecil! Tidak seorang manusia pun yang mampu memasuki istanaku. Kamu siapa dan apa maksud kedatanganmu?” tanya Raja Ular itu.
- “Aku Gajah Merik, putra Raja Bikau Bermano dari Kerajaan Kutei Rukam,” jawab Gajah Merik.
- “Lepaskan abangku dan istrinya, atau aku musnahkan istana ini!” tambah Gajah Merik mengancam.
- “Ha... ha.... ha...., anak kecil, anak kecil! Aku akan melepaskan abangmu, tapi kamu harus penuhi syaratku,” ujar Raja Ular.
- “Apa syarat itu?” tanya Gajah Merik.
- “Pertama, hidupkan kembali para pengawalku yang telah kamu bunuh. Kedua, kamu harus mengalahkan aku,” jawab Raja Ular sambil tertawa berbahak-bahak.
- “Baiklah, kalau itu maumu, hei Iblis!” seru Gajah Merik menantang.
- “Aku kagum kepadamu, anak kecil! Kau telah berhasil memenuhi syaratku yang pertama,” kata Raja Ular.
- “Tapi, kamu tidak akan mampu memenuhi syarat kedua, yaitu mengalahkan aku. Ha... ha... ha....!!!” tambah Raja Ular kembali tertawa terbahak-bahak.
- “Tunjukkanlah kesaktianmu, kalau kamu berani!” tantang Gajah Merik.
“Aduuuhh... sakiiit!” jerit Raja Ular menahan rasa sakit.
“Kamu memang hebat, anak kecil! Saya mengaku kalah,” kata Raja Ular.
- “Ampun, Baginda! Gajah Merik telah kembali bersama Gajah Meram dan Putri Jinggai,” lapor hulubalang.
- “Ah, bagaimana mungkin? Bukankah Gajah Merik sedang bertapa di Tepat Topes?” tanya baginda heran.
- “Ampun, Baginda! Kami yang sedang berjaga-jaga di danau itu juga terkejut, tiba-tiba Gajah Merik muncul dari dalam danau bersama Gajah Meram dan Putri Jinggai. Rupanya, seusai bertapa selama tujuh hari tujuh malam, Gajah Merik langsung menuju ke istana Raja Ular dan berhasil membebaskan Gajah Meram dan Putri Jinggai,” jelas hulubalang itu.
- “Ooo, begitu!” jawab sang Raja sambil tersenyum.
- “Ampun, Ayahanda! Yang paling berhak atas tahta kerajaan ini adalah Gajah Merik. Dialah yang paling berjasa atas negeri ini, dan dia juga yang telah menyelamatkan Ananda dan Putri Jinggai,” kata Gajah Meram.
- “Baiklah, jika kamu tidak keberatan. Bersediakah kamu menjadi raja, Putraku?” sang Raja kemudian bertanya kepada Gajah Merik.
- “Ampun, Ayahanda! Ananda bersedia menjadi raja, tapi Ananda mempunyai satu permintaan,” jawab Gajah Merik memberi syarat.
- “Apakah permintaanmu itu, Putraku?” tanya sang Raja penasaran.
- “Jika Ananda menjadi raja, bolehkah Ananda mengangkat Raja Ular dan pengikutnya menjadi hulubalang kerajaan ini?” pinta Gajah Merik.
- Pertama, sifat rendah hati. Sifat ini tercermin pada perilaku Gajah Merik. Walaupun memiliki ilmu yang tinggi, ia tidak pernah pamer dan menyombongkan diri. Sifat ini dapat memupuk ikatan tali persaudaraan.
- Kedua, sifat tahu diri. Sifat ini tercermin pada perilaku Gajah Meram. Semestinya dialah yang berhak dinobatkan menjadi raja, namun karena menyadari bahwa adiknya memiliki kesaktian yang lebih tinggi dari pada dirinya, maka ia pun menyerahkan tampuk kekuasaan Kerajaan Kutei Rukam kepada adiknya, Gajah Merik.
Sumber: http://agathanicole.blogspot.com/2017/08/kisah-gajah-merik.html
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja