|
|
|
|
KISAH GAJAH MERIK Tanggal 18 Jul 2018 oleh Deni Andrian. |
Pada dahulu kala di daerah Lebong, Provinsi Bengkulu, Indonesia pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Kutei Rukam. Pada suatu hari, keluarga kerajaan ini dilanda kepanikan luar biasa, karena putra mahkota menghilang pada saat melakukan prosesi upacara mandi bersama dengan calon istrinya di Danau Tes.
- “Ampun, Baginda! Kami tidak menemukan putra mahkota dan Putri Jinggai,” lapor seorang hulubalang.
- “Apa katamu?” tanya sang Raja panik.
- “Benar, Baginda! Kami sudah berusaha mencari di sekitar danau, tapi kami tidak menemukan mereka,” tambah seorang hulubalang lainnya sambil memberi hormat.
- “Ke mana perginya mereka?” tanya sang Raja tambah panik.
- “Ampun, Baginda! Kami juga tidak tahu,” jawab para utusan hulubalang serentak.
- “Bendahara! Kumpulkan seluruh hulubalang dan keluarga istana sekarang juga!” titah sang Raja kepada bendahara.
- “Baik, Baginda!” jawab bendahara sambil memberi hormat. Beberapa saat kemudian, seluruh hulubalang dan keluarga istana berkumpul di ruang sidang istana.
- “Wahai, rakyatku! Apakah ada di antara kalian yang mengetahui keberadaan putra dan calon menantuku?” tanya Raja Bikau Bermano.
- “Hormat hamba, Baginda! Jika diizinkan, hamba ingin mengatakan sesuatu.
- “Apakah itu, Tun Tuai! Apakah kamu mengetahui keberadaan putraku dan Putri Jinggai?” tanya sang Raja penasaran.
- “Ampun, Baginda! Setahu hamba, putra mahkota dan Putri Jinggai diculik oleh Raja Ular yang bertahta di bawah Danau Tes,” jawab tun tuai itu sambil memberi hormat.
- “Raja Ular itu sangat sakti, tapi licik, kejam dan suka mengganggu manusia yang sedang mandi di Danau Tes,” tambahnya.
- “Benarkah yang kamu katakan itu, Tun Tuai?” tanya sang Raja.
- “Benar, Baginda!” jawab tun tuai itu.
- “Kalau begitu, kita harus segera menyelamatkan putra dan calon menantuku. Kita tidak boleh terus larut dalam kesedihan ini,” ujar sang Raja.
- “Tapi bagaimana caranya, Baginda?” tanya seorang hulubalang. Sang Raja kembali terdiam.
- “Ampun, Ayahanda!” sahut Gajah Merik, putra bungsu raja.
- “Ada apa, Putraku!” jawab sang Raja sambil melayangkan pandangannya ke arah putranya.
- “Izinkanlah Ananda pergi membebaskan abang dan istrinya!” pinta Gaja Merik kepada ayahandanya.
- “Apakah Ananda sanggup melawan Raja Ular itu?” tanya sang Raja.
- “Sanggup, Ayahanda!” jawab Gajah Merik.
- “Apa yang akan kamu lakukan, Putraku? Abangmu saja yang sudah dewasa tidak mampu melawan Raja Ular itu,” ujar sang Raja meragukan kemampuan putra bungsunya.
- “Ampun, Ayahanda! Ananda ingin berkisah kepada Ayahanda, Ibunda, dan seluruh yang hadir di sini. Sebenarnya, sejak berumur 10 tahun hampir setiap malam Ananda bermimpi didatangi oleh seorang kakek yang mengajari Ananda ilmu kesaktian,” kisah Gajah Merik.
- “Tapi, benarkah yang kamu katakan itu, Putraku?” tanya sang Raja.
- “Benar, Ayahanda!” jawab Gajah Merik.
- “Baiklah! Besok kamu boleh pergi membebaskan abangmu dan istrinya. Tapi, dengan syarat, kamu harus pergi bertapa di Tepat Topes untuk memperoleh senjata pusaka,” ujar sang Raja.
- “Baik, Ayahanda!” jawab Gajah Merik.
- “Hai, manusia! Kamu siapa? Berani sekali kamu masuk ke sini!” ancam salah satu dari ular itu.
- “Saya adalah Gajah Merik hendak membebaskan abangku,” jawab Gaja Merik dengan nada menantang.
- “Kamu tidak boleh masuk!” cegat ular itu. Oleh karena Gajah Merik tidak mau kalah, maka terjadilah perdebatan sengit, dan perkelahian pun tidak dapat dihindari.
- “Ha... ha... ha..., anak manusia, anak manusia!”
- “Hei, Raja Ular! Keluarlah jika kau berani!” seru Gajah Merik sambil mundur beberapa langkah.
- “Hebat sekali kau anak kecil! Tidak seorang manusia pun yang mampu memasuki istanaku. Kamu siapa dan apa maksud kedatanganmu?” tanya Raja Ular itu.
- “Aku Gajah Merik, putra Raja Bikau Bermano dari Kerajaan Kutei Rukam,” jawab Gajah Merik.
- “Lepaskan abangku dan istrinya, atau aku musnahkan istana ini!” tambah Gajah Merik mengancam.
- “Ha... ha.... ha...., anak kecil, anak kecil! Aku akan melepaskan abangmu, tapi kamu harus penuhi syaratku,” ujar Raja Ular.
- “Apa syarat itu?” tanya Gajah Merik.
- “Pertama, hidupkan kembali para pengawalku yang telah kamu bunuh. Kedua, kamu harus mengalahkan aku,” jawab Raja Ular sambil tertawa berbahak-bahak.
- “Baiklah, kalau itu maumu, hei Iblis!” seru Gajah Merik menantang.
- “Aku kagum kepadamu, anak kecil! Kau telah berhasil memenuhi syaratku yang pertama,” kata Raja Ular.
- “Tapi, kamu tidak akan mampu memenuhi syarat kedua, yaitu mengalahkan aku. Ha... ha... ha....!!!” tambah Raja Ular kembali tertawa terbahak-bahak.
- “Tunjukkanlah kesaktianmu, kalau kamu berani!” tantang Gajah Merik.
“Aduuuhh... sakiiit!” jerit Raja Ular menahan rasa sakit.
“Kamu memang hebat, anak kecil! Saya mengaku kalah,” kata Raja Ular.
- “Ampun, Baginda! Gajah Merik telah kembali bersama Gajah Meram dan Putri Jinggai,” lapor hulubalang.
- “Ah, bagaimana mungkin? Bukankah Gajah Merik sedang bertapa di Tepat Topes?” tanya baginda heran.
- “Ampun, Baginda! Kami yang sedang berjaga-jaga di danau itu juga terkejut, tiba-tiba Gajah Merik muncul dari dalam danau bersama Gajah Meram dan Putri Jinggai. Rupanya, seusai bertapa selama tujuh hari tujuh malam, Gajah Merik langsung menuju ke istana Raja Ular dan berhasil membebaskan Gajah Meram dan Putri Jinggai,” jelas hulubalang itu.
- “Ooo, begitu!” jawab sang Raja sambil tersenyum.
- “Ampun, Ayahanda! Yang paling berhak atas tahta kerajaan ini adalah Gajah Merik. Dialah yang paling berjasa atas negeri ini, dan dia juga yang telah menyelamatkan Ananda dan Putri Jinggai,” kata Gajah Meram.
- “Baiklah, jika kamu tidak keberatan. Bersediakah kamu menjadi raja, Putraku?” sang Raja kemudian bertanya kepada Gajah Merik.
- “Ampun, Ayahanda! Ananda bersedia menjadi raja, tapi Ananda mempunyai satu permintaan,” jawab Gajah Merik memberi syarat.
- “Apakah permintaanmu itu, Putraku?” tanya sang Raja penasaran.
- “Jika Ananda menjadi raja, bolehkah Ananda mengangkat Raja Ular dan pengikutnya menjadi hulubalang kerajaan ini?” pinta Gajah Merik.
- Pertama, sifat rendah hati. Sifat ini tercermin pada perilaku Gajah Merik. Walaupun memiliki ilmu yang tinggi, ia tidak pernah pamer dan menyombongkan diri. Sifat ini dapat memupuk ikatan tali persaudaraan.
- Kedua, sifat tahu diri. Sifat ini tercermin pada perilaku Gajah Meram. Semestinya dialah yang berhak dinobatkan menjadi raja, namun karena menyadari bahwa adiknya memiliki kesaktian yang lebih tinggi dari pada dirinya, maka ia pun menyerahkan tampuk kekuasaan Kerajaan Kutei Rukam kepada adiknya, Gajah Merik.
Sumber: http://agathanicole.blogspot.com/2017/08/kisah-gajah-merik.html
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |