Pada zaman dahulu di kampung Watumanu, hidup seorang nenek yang bernama Ine Wio. Dia hidup sendirian dan dia juga tergolong orang yang miskin. Hidupnya hanya bergantung pada hasil kebunnya. Ine Wio sangat rajin,walaupun sudah tua tapi terus bekerja. Pada pagi hari Ine Wio berangkat ke kebun. Tiba-tiba di tengah jalan,dia teringat kalau ada sesuatu yang lupa, yaitu tempat sirih pinang dengan pisau. Akhirnya Ine Wio kembali ke kampung, untuk mengambil barang yang dilupanya dan kembali lagi ke kebun. Tetapi sesampainya di tengah jalan di tempat yang sama, dia mengingat kalau ada sesuatu yang lupa lagi, yaitu anak ayam. Dia tidak pernah merasa lelah. Ine Wio pun segera kembali ke kampung untuk mengambil anak ayam dan kembali lagi ke kebun. Di kebunnya ada sebuah pondok yaitu tempat untuk beristirahat dan menyimpan hasil panen. Sesampainya di kebun, Ine Wio meletakkan barangnya di dalam pondok dan anak ayamnya diikat di tiang para-para di bawah tanah. Sesudah itu Ine Wio mulai bekerja. Dia sangat rajin. Panas terik tidak dia hiraukan. Ketika hari semakin panas dia kembali ke pondok. Hari itu juga dia tidak mempunyai makanan. Sebagai makan siang, kebetulan didalam pondok hanya ada jagung tua dan kastela. Dia menggoreng jagung sebagai makan siangnya. Sesudah makan, dia pergi bekerja lagi. Kebunnya lumayan besar,semuanya ada enam petak. Hari sudah mulai sore, Ine wio istirahat bekerja dan bergegas untuk kembali ke kampung. Hari itu Ine Wio dapat membersihkan kebunnya sebanyak empat petak. Sesampainya di tengah jalan pada tempat yang sama seperti paginya dia berangkat, Ine wio mengingat kalau anak ayamnya lupa di pondok dan dia pun kembali ke kebun. Setibanya di kebun, Ine Wio membuka pintu dan masuk ke dalam. Namun, ketika Ine Wio sedang membuka tali ayam, tiba-tiba masuk seekor babi hutan yang sangat besar. Ine Wio sangat takut dan cepat-cepat nai ke atas para-para. Anak ayamnya di makan habis oleh babi hutan. Tak lama kemudian muncul babi hutan yang kecil dan yang besar dalam jumlah yang banyak. Ine Wio semakin takut dan dia pun mencari akal, agar babi hutan tersebut dapat keluar dari dalam pondok. Langkah awalnya dia membuang semua jagung yang ada di atas para-para dan semuanya di makan habis oleh babi hutan. Yang tersisa di atas para-para hanya kastela dan Ine Wio pun membuang semua kastela itu dan semuanya pun di makan habis oleh babi hutan. Ine Wio semakin takut dan dia hanya berpasrah Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tiba-tiba saja semua babi hutan tersebut menggoyang tiang para-para, karena terus digoyang,akhirnya para-para rubuh bersamaan dengan Ine Wio. Dengan cepatnya babi hutan menyerbu dan mencabit-cabit tubuh Ine Wio. Yang tersisa hanyalah rambut putih, gelang dan tulang-tulang. Sudah tiga hari orang-orang di kampung tidak pernah melihat Ine Wio. Kebetulan ada seorang bapak yang kebunnya berdekatan dengan Ine Wio. Hari itu dia berangkat ke kebun, ketika lewat di kebunnya Ine Wio, dia melihat pintu pondok terbuka dan dia pun memanggil Ine Wio, tetapi tidak ada yang menjawab. Tiba-tiba saja dia melihat babi hutan lari keluar dari dalam pondok. Bapak tua itu bergegas masuk ke pondok. Dia sangat terkejut karna tidak menemukan Ine Wio di dalamnya, tetapi yang dilihatnya hanya rambut putih, gelang dan tulang-tulang berantakan di tanah. Dia akhirnya mengumpulkan semuanya itu untuk di bawa pulang ke kampung dan dia menceritakan semua yang dilihatnya kepada orang-orang di kampung Watumanu. Keesokan harinya mereka bersama-sama menguburkan semua yang tersisa dari Ine Wio di suatu tempat yang diberi nama RATE. Sejak itu warga masyarakat Watumanu dendam atau benci terhadap babi hutan. Sehingga sampai sekarang dikampung Watumanu pada setiap bulan agustus selalu mengadakan acara berburu babi hutan.
Sumber: https://nusantaralogin.blogspot.co.id/2013/07/kumpulan-cerita-daerah-nusa-tenggara.html?m=1
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja