|
|
|
|
Hikayat Telaga Duma Tanggal 26 Nov 2018 oleh Riani Charlina. |
Konon, pada zaman dahulu kala hiduplah seorang nenek yang sudah sangat tua di seputar Talaga Lina. Talaga ini sangat indah pemandangannya dan aimya jemih. Suatu ketika nenek berkeinginan untuk pergi ke daerah pesisir di ujung utara Pulau Halmahera, tepatnya di Desa Jere. Sebelum berangkat, sang Nenek mempersiapkan bekalnya berupa sebuah saloi (keranjang), dan tidak ketinggalan juga air yang dibawa dari Telaga Lina yang ditaruh dalam bungkusan daun dinga (sukun). Keesokan harinya berangkatlah sang Nenek menuju pesisir dengan menggendong saloi berisi air yang dibungkus daun dinga. Setelah menempuh jarak yang panjang dan memakan waktu yang lama, si Nenek mengalami kelelahan dan memu tuskan untuk berisirahat di sebuah pohon rindang nan sejuk dan menyandarkan diri untuk melepaskan keletihannya. Akan tetapi, pada saat ia bersandar di bawah pohon, tanpa disadarinya air yang di dalam saloi tertumpah ke tanah dan tiba-tiba saja air tumpahan itu berubah menjadi sebuah talaga dan talaga itu sekarang dikenal dengan nama Telaga Duman.
Setelah tenaganya pulih kembali, sang nenek memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya. Kira-kira 2 kilometer dari tempat singgahnya yang pertama, dia kelelahan lagi dan pada saat itu juga ia mencari tempat untuk berteduh dari teriknya sinar matahari.
Pada saat berisirahat, tanpa disadarinya air di dalam salio itu juga tumpah ke tanah. Air tumpahan itu juga berubah menjadi sebuah telaga yang sekarang dikenal dengan nama Telaga Makete.
Kemudian, sang Nenek melanjutkan kembali perjalanannya sambil tertatih-tatih dengan sisa tenaganya. Sekitar tiga kilometer perjalanan yang ditempuh, terdapat sebuah gunung yang menjulang tinggi yang dikenal dengan nama Gunung Tarakani. Ketinggian gunung ini sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut. Walaupun Gunung Tarakani begitu tinggi, tekad nenek untuk pergi ke pesisir melebihi tingginya Gunung Tarakani.
Sebelum mendaki gunung itu, dia memutuskan untuk beristirahat sejenak dan mengambil air untuk diminumnya. Namun, ia terperanjat karena air itu hanya tersisa sedikit saja. Marahlah si nenek dan menumpahkan sisa air itu ke tanah sambil menginjak-injak. Pada saat itulah terbentuk satu telaga lagi yang sekarang ini dikenal dengan nama Talaga Kupupu yang aimya berwamah keruh. Ini diakibatkan oleh pelampiasan amarah nenek tua itu yang menginjak-injak air tersebut. Karena saking kecewanya, perjalanannya pun tidak dapat dilanjutkan lagi. Rimba sang nenek sampai sekarang tidak ada yang mengetahui dan menjadi sebuah misteri.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |