|
|
|
|
Gedung Perundingan Linggarjati Tanggal 05 Aug 2018 oleh OSKM18_16718054_Diva Andara Rahayu. |
Gedung Linggarjati
Gedung linggarjati merupakan salah satu peninggalan sosial budaya karena di gedung linggarjati ini telah terjadi perundingan antara pihak Belanda dan pihak Indonesia untuk usaha mempertahankan kemerdekaan RI yang dikenal sebagai perundingan Linggarjati.
Pada awalnya gedung ini berbentuk gubuk yang dimilki oleh seorang janda yang bernama Jasitem pada tahun 1918. Lalu Ia menikah dengan seorang pria Belanda yang memiliki pabrik gula di Cirebon bernama Garsana, kemudian mereka pindah ke Belanda. Gubuk ini pun dijual kepada bangsa Belanda bernama Tersana dan dibangun menjadi semi permanen (setengah bata dan setengah bilik) pada tahun 1921. Lalu tahun 1930 dibangun menjadi permanen dan menjadi rumah tinggal keluarga Mr Jacobus (Koos) Johannes Van Os. Tahun 1935 dikontrak oleh Theo Huitker dan dijadikan hotel bernama “Rustoord”. Jepang menjajah Indonesia pada tahun 1942 dan kemudian Hotel ini diganti namanya menjadi Hotel “Hokay Ryokan”. Pada tahun 1945 setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia Hotel ini berubah nama menjadi Hotel “Merdeka”. Digedung ini berlangsung peristiwa bersejarah yaitu perundingan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda yang menghasilkan Naskah Linggarjati sehingga gedung ini sering disebut “Gedung Perundingan Linggarjati” pada tahun 1946. Tahun 1946-1947 gedung ini tidak ada yang mengurus, barang-barang yang digunakan pada saat perundingan pun banyak yang hilang. Kemudian pada tahun 1948-1950 gedung ini dijadikan markas Belanda sejak aksi militer tentara ke-2. Lalu gedung ini dijadikan Sekolah Dasar Negeri Linggarjati pada tahun 1950-1975 selama 25 tahun. Tahun 1976 Gedung ini direnovasi dan dijadikan museum memorial “Perundingan Linggarjati” hingga sekarang.
Gedung yang beralamatkan di Jalan Naskah Desa Linggarjati Kampung Cipaku Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan sekitar 14 km dari Kota Kuningan atau 26 km dari Kota Cirebon berdiri diatas areal 2,4 hektar dengan luas bangunan 800 m2.
Bangunan ini terdiri atas ruang sidang, ruang sekertaris, ruang makan, gudang, wc, ruang setrika, bangunan paviliun, garasi dan 7 kamar tidur yang terdiri dari : 1 kamar tidur yang saat perundingan digunakan oleh Lord Killearn (Penengah dari Inggris), 3 kamar tidur yang digunakan oleh delegasi belanda, 2 kamar yang digunakan oleh delegasi Indonesia, dan 1 kamar tidur lainnya. Didalam Gedung inipun terdapat sebuah piano yang merupakan fasilitas dari hotel sejak dulu. Awalnya gedung ini dikelilingi oleh perkebunan teh, semenjak tahun 1982 karena tidak ada yang merawat, perkebunan ini diubah menjadi taman oleh pemerintah. Setelah dijadikan Museum memorial oleh pemerintah khususnya dalam bidang pariwisata, ada 12 petugas yang diperjakan untuk mengurus gedung serta memandu pengunjung gedung ini. 12 petugas itu diantaranya 1 Ketua Pengelola, 1 wakil pengelola, dan 10 orang staf (tour guide).
Gedung linggarjati digunakan sebagai tempat perundingan adalah atas usulan mentri sosial ketiga di Indonesia yang bernama Maria Ulfah Santoso yang pada saat itu merupakan anak dari bupati pertama kuningan, Mochamad Achmad. Selain karena alasan tersebut kuningan merupakan tempat pertengahan antara Yogyakarta dan Jakarta serta udara di kuningan sangat sejuk.
Latar belakang Perundingan Linggarjati adalah Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatra, dan Madura. Pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia. Pemerintah Inggris mengirim Lord Killearn untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dan Belanda.
Perundingan Linggarjati dilaksanakan pada tanggal 10-13 November 1946 yang dihadiri oleh Negara Indonesia, Belanda, dan Inggris. Yang terdiri atas :
1) Delegasi Indonesia :
Sutan Sjahrir (ketua), Mr. Soesanto Tirtorodjo, Dr. A. K. Gani., dan Mr. Muhammad Roem.
2) Delegasi Belanda :
Prof. Mr. Schermerhorn (ketua), Dr. Vanmook, Mr. Vanpool, dan Dr. F. De boer
3) Inggris :
Lord Killearn sebagai penengah.
4) Notulen :
Mr. Amir Syariffudin, Mr. Ali Boediarjo, Dr. Leimena, dan Dr. Soedarsono. Mereka semua berasal dari Indonesia.
Pada saat perundingan, Gedung Linggarjati masih berupa Hotel Merdeka. Semua yang hadir di dalam perundingan menginap di Hotel tersebut kecuali Sutan Sjahrir yang menginap dirumah pribadinya yang berada dekat dengan hotel. Pada saat perundingan tidak ada Soekarno, Soekarno hanya berkunjung, dan mengobrol 4 mata dengan Lord Killearn. Perundingan dilakukan di Ruang Sidang Hotel Merdeka (Gedung Linggarjati). Perundingan ini dilakukan untuk meluruskan konflik antara Indonesia dan Belanda.
Hasil dari perundingan tersebut terdapat 17 pasal yang intinya :
1) Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia yaitu Jawa, Sumatra, dan Madura.
2) Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 januari 1949.
3) Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk Negara RIS.
4) Dalam bentuk RIS, Indonesia harus bergabung dalam Commonwealth/persemakmuran Indonesia Belanda dengan mahkota Negri Belanda sebagai kepala Uni.
sumber : wawancara langsung
#OSKMITB2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |