Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Papua Biak Timur, Biak Numfor
Gadis Yomngga Dengan Ular Naga
- 16 November 2018

Dahulu di daerah pesisir pantai Biak Timur terletak beberapa perkampungan. Dari sekian itu terdapat dua buah kampung yang letaknya berdekatan, yaitu kampung Saba dan Warwe. Pada kedua kampung dimaksud berdiam pula beberapa keret dan salah satu di antaranya adalah keret YOMNGGA. Di keret ini hiduplah seorang nenek bersama-sama tiga orang cucunya, yakni seorang perempuan dan dua orang laki-laki.

Adapun ketiga bersaudara ini dibesarkan oleh neneknya, karena sewaktu masih kecil ayah bundanya telah lama meninggal dunia. Wajarlah bagi si nenek dalam menjamin kelangsungan hidup cucunya dengan penuh pengorbanan dan kasih sayangnya.

Dalam menyambung hidupnya sehari-hari si nenek berladang. Ternyata nenek sudah mengerjakan sebuah ladang dan ditanami pula dengan berbagai tanaman. Setiap pergi dan pulang selalu melalui jalan Serbiser, yakni sebuah jalan dari kampung yang menuju ladangnya. Walaupun jaraknya jauh, namun bagi si nenek tidak menjadi penghalang, karena sudah biasa menempuh jarak itu.

Konon di sekitar jalan Serbiser ada penghuninya yang selalu mengawasi setiap insan yang lalu lalang di situ. Termasuk juga si nenek dengan cucunya Yomnnga yang sudah menjadi seorang gadis. Penghuni itu adalah seekor ular Naga yang rupanya telah lama jatuh cinta terhadap Yomngga. Namun bagaimana caranya supaya dapat memilki gadis itu baginya belum ada pemecahan.

Pada suatu hari pergilah si nenek bersama Yomngga hendak mencari nafkah di ladangnya. Mereka melalui jalan Serbiser dan tanpa di ketahui bahwa ada yang sedang mengamati kepergiannya. Setelah keduanya berlalu sang Naga tak dapat menahan dirinya lagi ketika melihat gadis Yomngga. Baginya sekarang, timbul berbagai pertanyaan dalam benaknya.

“Bagaimana caranya agar aku dapat memiliki gadis itu? Dengan jalan apa supaya aku dapat mengikuti jejaknya ke rumah untuk bertindak sebelum terlambat.” tanyanya dalam hati.

“Sekarang juga aku mencari tempat yang baik dan aman untuk mewujudkannya,” katanya.

Iapun segera mencari dan membelitkan tubuhnya pada sebatang pohon yang berada di pinggir jalan, dekat dengan sebuah tanjakan, kemudian menunggu. Sepanjang hari ia menunggu, akhirnya matahari pun condong ke barat tanda hari sudah sore.

Di jalan Serbiser kini menjadi sunyi, segenap margasatwa di sekelilingnya berdiam diri, sebab di rasanya sebentar lagi ada sesuatu keanehan yang akan terjadi di tempat itu.

Sementara itu si nenek dengan cucunya sedang dalam perjalanan pulang. Makin lama makin mendekat ke tempat naga itu, dan sejurus kemudian tibalah mereka pada tanjakan tesebut tadi. Karena tanjakan ini agak sulit untuk dituruni maka si nenek lebih dahulu, sedangkan si gadis menunggu serta mengamati neneknya yang turun.

Inilah saat yang terbaik bagi si ular naga untuk mewujudkan niatnya. Dalam kesempatan ini ular naga menjulurkan tubuhnya serta melingkarkan tubuhnya ke dalam noken si gadis. Karena perhatiannya tertuju pada neneknya, maka sedikitpun tidak merasakan apa yang sedang terjadi atas dirinya.

Kini giliran si gadis Yomngga untuk menuruti tempat tersebut dan setelah berada di bawah segera menyusuli neneknya. Sejurus kemudian tibalah mereka di tempat mandi yang berada di pinggir jalan. Karena sudah mendekati kampung, mereka berhenti untuk melepaskan lelah sambil mandi. Setelah mandi keduanya berkemas lagi hendak melanjutkan perjalanannya. Saat itulah si nenek melihat ular besar di noken cucunya. Mereka ketakutan lalu lari meninggalkan nokennya. Sementara itu terdengarlah suara ular memanggilnya dari belakang. Karena mereka berdua sudah lelah maka berhentilah mereka serta bertanya siapa gerangan sebenarnya ular itu? Keduanya menjadi heran, sebab ular itu memanggilnya seperti manusia.

Oleh sebab itu mereka kembali untuk mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan oleh ular itu.

“Hai, perempuan janganlah takut kepadaku, tetapi bawalah aku ke rumahmu dan sembunyikan aku dalam kamarmu, “ kata ular naga .

Ketika mendengar kata – kata itu keduanya saling berpandangan, akhirnya bersepakat untuk membawanya. Sekarang mereka berani untuk membawa nokennya bersama ular itu lalu pergi. Setiba di rumah ular disembunyikan di dalam kamar gadis itu. Setiap malam mutiarannya bersinar – sinar menerangi kamar si gadis. Melihat keadaan itu takutlah kedua saudaranya. Mereka tidak berani pula menanyakan hal itu baik kepada saudaranya maupun si nenek.

Kini mereka hidup bersama naga dengan penuh rahasia. Hanyalah gadis Yomngga yang mengetahui segalanya. Pada malam hari menjelmalah naga menjadi manusia dan menemani gadis itu di tempat tidurnya. Keinginannya untuk mengawini gadis Yomngga itupun tercapailah.

Hari dan bulan berganti maka hamillah gadis Yomngga. Kedua saudaranya mengetahui pula keadaan adiknya lalu menanyakannya.

“Siapakah yang melakukan perbuatan itu,“ tanyanya.

“Dari sekian banyak pemuda yang di kampung ini, tak ada seorang yang melakukannya. Hanya satu, yakni dengan ular naga yang selama ini ada dalam kamarku,“ jawabnya.

Mendengar jawaban saudaranya, mereka belum yakin, oleh sebab itu diajak adiknya untuk melihat di manakah ular naga yang berada di kamarnya. Pintu kamarpun dibukakan dan terkejutlah keduanya demi melihat naga itu di kamar saudaranya. Kemarahannya pun menjadi – jadi, karena hal itu telah berlangsung lama tanpa diketahuinya. Mereka segera meninggalkan saudaranya dengan perasaan jijik. Di balik itu kedunya sudah sepakat hendak membunuh ular, sebelum hal yang memalukan itu diketahui oleh orang kampung.

Pada suatu hari keluarlah mereka hendak mencari ikan di laut. Mereka menyelam mengitari batu – batu karang di sekitar kampungnya. Betapapun tekunnya mencari ikan, namun sial baginya karena seekor pun tidak diperoleh.

Dengan hati kesal mereka pulang dan setibanya di rumah naga itu bertanya: “Bagaimana hasilmu hari ini?“

“Tak ada seekorpun! Kami tak sanggup menyelam ke dasar laut, karena tidak ada alat yang dapat kami gunakan untuk menangkap ikan,“ jawabnya.

“kalau demikian kamu harus menyiapkan akar tuba, sebab dengan akar tuba ini kita dapat mencari ikan – ikan dalam karang,“ kata naga itu.

Mendengar usul itu keduanya bergembira sekali. Lalu pergilah mereka ke hutan untuk mencari akar tuba yang dimaksudkan oleh naga. Tak lama kemudian mereka pun keluar dari hutan dengan membawa empat ikat akar tuba dan setibanya di rumah diserahkannya pada naga itu.

Keesokan harinya, keluarlah naga bersama kedua bersaudara itu hendak mencari ikan dengan mepergunakan akar tuba yang dibawanya . Ketika mereka tiba di suatu tempat yang diduga banyak ikannya, yaitu di sebuah batu yang bernama Inggow. Di sini mereka berlabuh lalu mempergunakan akar tuba untuk meracuni ikan – ikan yang berada di bawah batu. Sesaat kemudian matilah ikan – ikan itu, maka bergembiralah kedua bersaudara itu, sambil memunguti ikan – ikan yang tak berdaya lagi.

Untuk mengikat perahu, ular naga menggunakan ekornya sebagai pengikatnya. Naga terus meracuni ikan, tanpa mengetahui apa yang akan terjadi atas dirinya. sedang asyik – asyiknya mengumpulkan ikan, maka bersepakatlah keduanya untuk melakukan niat jahat mereka itu.

Oleh sebab itu mereka naik ke perahu, kemudian si kakak mengambil parangnya, lalu memotong ular naga menjadi delapan potong. Seketika itu matilah naga itu dan masing – masing potongan diberi nama sebagai berikut:

  1. Karu Sram (batu orang muda)
  2. Sawaki
  3. Kaduki (sejenis tumbuhan di hutan yang melekat pada pohon)
  4. Karbui
  5. Ifenker (sepenggal bete)
  6. Women simbrir (budah budar)
  7. Amawi (penoko sagu)
  8. Mansasio (terbelah)

Mengetahui kejadian itu marahlah si nenek dan Yomngga, lalu mengasingkan diri ke dalam hutan. Dari sana mereka kembali lagi ke kampung hendak menguburkan bangkai – bangkai naga itu. Setiba di pantai dikumpulkannya potongan – potongan bangkai naga, lalu di aturnya berderatan, melintang dari barat ke timur, di antara kampung Saba dan Warwe. Pada saat itu juga berubah lah tubuh naga itu menjadi batu karang yang hingga kini menjadi pulau – pulau kecil di sekitar kedua kampung tersebut.

Setelah peristiwa pembunuhan maka genaplah waktunya bagi Yomngga untuk melahirkan. Ia kemudian melahirkan sepuluh ekor anak ular. Karena janda muda ini sudah menjanda beberapa tahun, maka datanglah seorang laki – laki hendak meminangnya. Lelaki itu berasal dari keret Faindan.

Perkawinan yang dianggap bahagia itu tidak berjalan begitu lama. Penyebabnya ialah bila lelaki itu hendak bergaul dengan istrinya ia selalu keracunan dan akhirnya meninggal dunia. Kematian ini menimbulkan pembunuhan antara pihak lelaki dengan pihak istrinya. Setelah dicari penyebab kematian maka si neneklah yang mengobatinya dengan daun – daunan, maka keluarlah anak ular itu. Anak ular itu adalah salah satu dari sepuluh anak ular yang telah dilahirkan.

Dengan adanya peristiwa ini, rahasia perkawinan naga dengan gadis Yomngga terbongkarlah dan tersebar luas serta menjadi buah bibir penduduk kampung. Keret Yomngga merasa malu, lalu bermufakat untuk meninggalkan kampungnya. Mereka mengarungi laut dengan perahunya ke arah barat lalu mendiami daerah Sorong dan Raja Ampat, dekat sebuah sungai kecil yang diberi nama sungai Yomngga.

 

 

Referensi:

  1. Indotim (https://indotim.wordpress.com/cerita-rakyat-nusantara-2/cerita-rakyat-nusantara-i/10/)

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev