Di bagian timur desa Damau terdapat suatu dataran tinggi yang membentuk pegunungan yang membentang dari utara ke selatan yang seakan-akan melindungi desa Damau yang berada dilerengnya. Sedangkan di sebelah barat nampak gunung Towo yang berdiri dengan megah nampak hijau keabu-abuan. Jika memandang ke utara nampak bentangan barisan bukit Maluto yang dihiasi hijaunya daun kelapa yang meliuk-liuk ditiup angin. Dan jika pandangan di arahkan ke bagian selatan samudra raya yang membiru terhampar dengan indahnya dimahkotai noktah putih yang memikat hati nelayan untuk menangkap harta yang terpendam di Napombalu yang kaya dengan ikan.
Dataran tinggi Manongga adalah sebuah bukit yang membentang melingkari desa Damau bagian timur yang diatasnya terdapat sebidang tanah datar yang disebut Masalagampa. Konon Manongga atau Bowon Manongga didiami oleh sepasang suami istri yang laki-laki bernama Adasalema dengan istrinya bernama Waransangiang. Mereka menjalani kehidupannya dengan rukun dan damai dengan segala kebutuhan yang selalu tersedia walau pun saat itu mereka belum mengenal cara pegolahan tanah sebagai sumber kehidupan. Asal keduanya tidak diketahui dengan pasti, ada yang mengatakan bahwa keduanya berasal dari khayangan karena mereka bisa melakukan hal-hal yang gaib dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bekerja hingga mereka menghilang secara gaib. Ada yang mengatakan bahwa mereka berasal dari kepulauan Maluku atau Ternate hal ini dibuktikan dengan bahasa sastra tradisional yang masih ada di Damau hingga kini yaitu:
Tinumuwo su wowong ontosa
Sinunomba su masalagampa
Pia ala araing ta anggateng
Tentang ngi batara nangangkung biringa
Syair ini memiliki arti bahwa gunung sentosa di halmahera itu saling berhubungan dengan Masalagampa di Damau.
Konon pada suatu hari panas terik kedua suami istri duduk berangin-angin dibawah sebatang pohon Araiung. Warangsangiang sangat gelisah karena hampir tidak dapat menahan panasnya terik matahari. Mereka sudah beberapa kali minum air namun belum juga dapat menghilangkan rasa haus, malahan rasa haus semakin menjadi-jadi walaupun sudah beberapa tempurung air yang diminum. Adasalena mulai khawatir melihat kegelisahan istrinya lalu berkata “tidak usah minum air lagi nanti ku ambilkan tebu untukmu”. Adasalena kemudian pergi dan tak berapa lama ia kembali dengan membawa dua batang tebu yang panjang kemudian dikupasnya kulitnya dan diberikan kepada istrinya. Istrinya memakan tebuh yang diberikan suaminya, tak berapa lama muncullah satu demi satu semut merah mendekati ampas tebuh yang di buang oleh Warangsangiang. Lama kelamaan makin banyak semut yang datang sehingga menjadi kawanan semut yang besar dan banyak. Adasalena memperhatikan bahwa semut-semut itu lebih banyak mengerumuni ampas tebuh yang berasal dari mulut istrinya. Tiba-tiba Adasalena mendengar ada beberapa ekor semut yang bercakap-cakap dan mengatakan “ supaya adil baiklah kawan-kawan yang lain pergi ke tumpukan ampas tebuh yang berasal dari mulut suaminya”.
Beberapa semut mengatakan kami sudah dari sana tetapi rasanya berbeda karena ampas tebuh dari mulut istrinya lebih banyak airnya sebab mungkin gigi istrinya sudah banyak yang tanggal sehingga tidak dapat melumat tebuh dengan baik” dan semut-semut itu pun tertawa terbahak-bahak. Tanpa sadar Adasalena pun ikut tertawa dengan nyaring menyebabkan istrinya kaget dan heran melihat suaminya tertawa terbaha-bahak tanpa tahu apa penyebabnya, ia mengira suaminya sudah gila akibat teriknya panas matahari. Atau mungkin ada hal yang kurang pada dirinya yang ditertawai suaminya. Adaselena pun sadar akan tingkahnya yang mungkin telah menyinggung perasaan istrinya tapi apa dikata pikir dahulu pendapatan sesal kemudian tak ada gunanya. Warangsangiang pun mendesak suaminya “ katakana apa yang membuatmu tiba-tiba tertawa, apa mungkin ada yang salah pada diriku yang membuat kau tertawa”. Suaminya menjawab “sayang aku tertawa bukan karena ada yang salah pada dirimu tetapi tadi mungkin saya sedang bermimpi”. Tetapi istrinya tidak puas dengan jawaban suaminya ia terus mendesak apa sebetulnya yang menyebabkan suaminya tiba-tiba tertawa. Tetapi Adasalena bertahan untuk tidak menceritakan hal sebenarnya pada istrinya, kalau mengatakan ia tertawa karena percakapan semut-semut istrinya pasti akan sedih mendengar perkataan semut tadi.
Karena suaminya tidak mau mengatakan hal yang sebenarnya walau sudah berkali-kali ditanya sehingga ia berkata “kamu tidak jujur dan tidak lagi menyayangi aku”. Karena kau masih menyimpan rahasia terhadap aku dan apa boleh buat mungkin kita tak bisa hidup bersama lagi”, ia pun menangis tersedu-sedu sambil berkata “biarlah tempat ini diberi nama Bowon Manongga dan selamat tinggal” setelah berkata demikian tiba-tiba Walangsangiang menghilang secara gaib. Adasalena melihat ke sekelilingnya dengan penuh keheranan ia mencari istrinya kesegala penjuru Masalagampa tetapi sia-sia karena ia tidak dapat menemukan istrinya.
Kini ia tinggal sendirian penuh dengan penyesalan atas apa yang ia perbuat terhadap istrinya. Berhari-hari ia merenungi nasibnya, hidup sebatang kara si alam yang begitu luas tanpa teman bercanda, bergurau semuanya telah hanyut ditelan bumi. Adasalena sepanjang masa dirundung kesedihan apa lagi hanya karena semut penyebabnya. Adasalena tidak sanggup memikul beban deritanya dan setiap kali ia melihat semut semakin sedih hatinya teringat akan istri yang sangat dicintainya.
Pada suatu hari Adasalena sedang duduk termenung ditempat terakhir kali ia bercengkerama dengan istrinya, tiba-tiba ia dikagetkan oleh suara yang memecah kesunyiannya. Setelah diamatinya suara itu berasal dari seekor semut yang sering ia lihat diantara gerombolan semut-semut itu. Kata semut itu “ jangan engkau merenung menyesali sesuatu yang sudah terjadi, sebab itu hanya akan menambah kesedihan sebab hidup ini adalah takdir dari Maha Pencipta, sekali kelak engkau akan mengalami apa yang terjadi padaku aku inilah istrimu yang tidak kau berikan kejujuran. Aku telah menjadi seekor semut yang sekarang sedang berbicara dengan mu”. Karena hancurnya perasaan Adasalena pun gaib seperti yang dialami istrinya dan ia pun berubah menjadi seekor semut. Tempat itu hingga sekarang disebut Bowon Manongga, dan tempat dimana kedua suami istri itu gaib hingga sekarang masih dikerumuni oleh sarang-sarang semut merah yang tidak bisa hilang walaupun sarang-sarangnya dibongkar.
Cerita ini mengandung makna bahwa sebuah kejujuran sangat penting artinya dalam hubungan suami istri dan terhadap sesame manusia
sumber:
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.