|
|
|
|
Enthung Bacem Tanggal 25 Jul 2017 oleh Oase . |
Enthung merupakan kuliner musiman yang dikenal cukup luas di wilayah hutan jati mulai dari Blora, Bojonegoro, Saradan, Caruban, Ngawi, dan terutama Gunung Kidul. Ulat jati atau biasa disebut dengan enthung beserta kepompongnya atau ungkrung banyak diburu oleh masyarakat Gunung Kidul untuk diolah menjadi masakan. Biasanya enthung paling nikmat jika dibumbu bacem. Tekstur kenyal dari ungkrung berpadu dengan manis legitnya bumbu bacem. Untuk menemukan ulat jati dan ungkrung sangat mudah karena banyaknya hutan di kawasan Gunung Kidul. Sebelum dibacem, ulat jati dan ungkrung tersebut direbus dengan air mendidih. Sama dengan belalang, bagi yang takut alergi, bisa ditambahkan dengan arang saat direbus. Ulat jati ini bisa disuguhkan sebagai kudapan atau lauk dengan nasi yang hangat. Makanan ekstrem ini lebih nikmat jika dicampur nasi thiwul.
Ulat jati yang diperolehnya, kemudian langsung dicuci. Dengan cekatan, dia langsung meracik bumbu bacem untuk memasak ulat jati yang diperolehnya. Setelah ditumbuk halus, bumbu bacem langsung ditumis di atas wajan. Beberapa saat kemudian, ulat jati yang sudah dicuci langsung dimasak. Setengah jam sesudahnya, air yang digunakan untuk memasak mulai mengering. Ulat jati kemudian langsung digoreng dan dihidangkan sebagai lauk. Selain dibacem, ulat jati ini bisa dimasak dengan bumbu gurih. Ulat yang sudah dicuci bersih dimasak dengan bumbu campuran bawang putih, garam dan penyedap rasa.
Ulat jati yang masih berusia muda umumnya belum dikonsumsi, karena masih banyak mengeluarkan tinta lewat air liurnya. Rasanya kurang enak. Ulat yang sudah dewasa, warga desa di Gunung Kidul menyebutnya "udhel", dan memasuki tahap jadi kepompong, yang paling pas dan enak dikonsumsi. Ulat di fase ini punya siklus khas. Setelah memiliki tubuh cukup besar dan dewasa, dan menghabiskan banyak daun jati yang dikonsumsi, pada jam-jam tertentu di pagi hari, mereka akan turun dari pohon jati. Caranya seperti orang yang rapeling menggunakan tali. Ulat dewasa ini turun dari pohon menggunakan air liurnya yang berubah jadi benang halus nan kuat. Setelah sampai di tanah, ulat-ulat itu akan mencari tempat paling tepat dan membangun kepompongnya.
Selain di tanah, ulat-ulat itu juga bisa membuat kepompong di lipatan daun, kertas, tumpukan sampah. Bahkan tumpukan kain atau baju di lemari atau tempat terbuka yang bisa mereka jangkau. Di fase turun dari pohon ini, saat tepat bagi warga untuk memanen ulat. Bagi yang tidak suka mengonsumsi dalam bentuk ulat, warga biasanya menunggu hingga ulat-ulat itu berubah jadi kepompong. Cita rasa ulat dan ungkrung memang beda. Ketika sudah jadi ungkrung, maka tubuhnya penuh protein dan zat-zat lain. Ketika berbentuk ulat, masih mengeluarkan kotoran, bahkan kadang-kadang tinta.
Ungkrung berbentuk kepompong harga per kilogramnya berkisar Rp 70 ribu hingga Rp 80 ribu. Jika masih berbentuk ulat harganya berkisar Rp 60 ribu per kilogramnya.
Sumber:
http://www.tribunnews.com/travel/2016/01/06/anda-pecinta-makanan-ekstrem-coba-dulu-kuliner-ungkrung-jati-di-gunungkidul-yogyakarta?page=4
http://www.gunungkidulku.com/2017/03/ungkrung-ulat-jati-makanan-ekstrim.html
http://jogja.tribunnews.com/2015/01/12/sajian-bacem-ulat-jati-ala-gunungkidul-mau-coba
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |