Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Maluku Seram, Maluku Tengah
Empat Kapitan
- 3 Agustus 2014

Daerah Nunusaku, dahulu kala merupakan pusat kegiatan pulau Seram, yang biasa juga disebut Nusa Ina. Penduduk pulau tersebut mulai tersebar ke tempat-tempat lain yang dipimpin oleh empat orang kapitan. Mereka berempat bermusyawarah untuk menyepakati tujuan arah pengembaraannya. Sasaran mereka yaitu akan menghilir sepanjang sungai Tala, sebab sungai ini memiliki banyak kekayaan.
Perbekalan dan persiapan dalam perjalanan disiapkan dengan cepat. Sebagaimana biasa, upacara adatpun dilakukan sebelum perjalanan dimulai, yaitu dengan jalan kaki ke negeri Watui.
Sesampai di negeri Watui, mereka mulai membuat sebuah rakit (gusepa) yang di buat dari batang dan bilah-bilah bambu. Rakit ini dipakai untuk menghilir sungai Tala. Sungai ini terkenal dengan keganasannya, airnya sangat deras dan terdapat banyak batu-batu besar di sepanjang alirannya.
Pelayaran pun dimulai dan sebagai pimpinannya adalah Kapitan Nunusaku, yang merupakan Kapitan besar turunan moyang Patola. Moyang inilah yang menjadi moyang dari mata rumah Wattimena Wael di Mahariki. Harta milik Kapitan Nunusaku dibawanya semua, tidak lupa pula seekor burung nuri atau burung kasturi raja. Selain itu juga dibawanya sebuah pinang putih yang diletakkan dalam tempat sirih pinang.
Di belakang kemudi duduk kapitan yang akan menjadi moyang dari mata rumah Wattimury. Di tengah rakit adalah kapitan yang akan menjadi moyang Nanlohy. Di belakang sebelah kanan duduk kapitan yang akan menjadi moyang Talakua. Untuk menjaga harta milik mereka ditunjuk Kapitan Nanlohy. Di dalam hukum adat, ia bertindak sebagai seorang Dati yang akan menentukan pembagian-pembagian, baik milik pribadi maupun milik bersama. Oleh sebab itu, maka semua harta milik dan pembekalan diletakkan di tengah rakit berdekatan dengan Kapitan Nanlohy.
Rakit melaju karena kekuatan air yang mengalir turun menuju Tala. Namun ketika tiba di tempat yang bernama Batu Pamali, rakit mereka kandas dan hampir terbaik. Kapitan Wattimena Wael terkejut dan berteriak kepada kapitan yang berada di dekatnya. “Talakuang!!” Yang artinya ”tikam tahan gusepa” Dan kapitan yang mendapat perintah tersebut dinamakan ”Talakua” yang kemudian menjadi moyang dari mata rumah Talakua di negeri Portho hingga sekarang.
Ketika rakit hampir berbalik, saat itu Kapitan Wattimena tengah menbuka tempat sirih pinagnya menjadi terjatuh. Pada saat yang sama burung nurinya pun terbang. Kejadian ini sangat mengecewakan kapitan yang langsung terucap menikrarkan sumpah hingga merupakan pantangan bagi mata rumah Wattimena Wael. Bunyi sumpah tersebut, bahwa turun temurun mata rumah Wattimena Wael dan para menantu tak boleh memelihara burung nuri dan memakan sirih pinang. Kemudian yang berada di sungai tersebut dinamakan Batu Pamali hingga sekarang.
Perjalanan pun dilanjutkan dan akhirnya mereka tiba di Tala. Di tempat itu mereka membuat suatu perjanjian dengan menanam sebuah batu perjanjian, yang kemudian dinamakan Manuhurui, lalu berubah menjadi Huse. Perjanjian yang mereka ikrarkan ialah walaupun mereka nanti bercerai berai, hubungan persaudaraan yang terbina selama ini haruslah dipertahankan.
Selain itu pula, mereka harus saling tolong menolong dalam segala hal, kunjug mengunjungi satu dengan yang lain. Tempat ini kemudian menjadi suatu batu pertanda tempat kenang-kenangan dari keturunan negeri Mahariki, Amahai, Luhu dan Portho.
Setelah proses perjanjian selesai, Kapitan Wattimena dan Kapitan Wattimuri beristirahat tidur. Sementara itu Kapitan Nanlohy dan Kapitan Talakua naik ke atas rakit. Tiba-tiba rakit itu terbawa arus dan hanyut, Kapitan Wattimena dan Kapitan Wattimuri yang terbangun dari tidurnya melihat rakit itu hanyut yang semakin ke tengah laut hanya bisa melambaikan tangannya.
Rakit yang membawa Kapitan Nanlohy dan Kapitan Talakua terkatung-katung di Tanjung Hualoi. Mereka hanya bisa membalas lambaian tangan kedua kapitan yang berada di darat. Mereka tak bisa menbawa rakitnya menepi. Kapiatan Nanlohy meloncat dan berenang melawan arus. Tapi naas, karena letih dan kecapaian akhirnya ia terdampar di tempat yang bernama Nanaluhu, yang berarti ”berenang dan terdampar di hulu’.
Sementara itu, Kapitan Talakua terus hanyut berbawa arus hingga melewati Tanjung Uneputty. Pelayaran yang hanyut itu akhirnya terdampar juga pada suatu teluk di pulau Saparua. Dimana dibangunnya negeri yang diberi nama Portho. Hal itu didengar oleh Kapitan Nanlohy dan ia pun pindah dari Luhu ke Portho untuk hidup bersama dan mengembangkan keturunannya menjadi satu mata rumah yang besar.
Kapitan Wattimena Wael dan Kapitan Wattimuri yang tetap tinggal di daerah Manuhurui di kampung Sanuhu, banyak mempuyai sahabat. Antara lain Kapitan kampung tersebut. Kapitan itu kemudian dijadikan pengitai oleh Kapitan Wattimena Wael.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline